3. Malam yang Tersisa

110 16 0
                                    

Melihat ada gadis tinggal di rumah mereka nampaknya perlu dua pria itu biasakan mulai sekarang.

Jennie Kim tidak buruk. Dia tidak banyak menciptakan kegaduhan yang berarti. Hanya saja senandung keceriaannya di pagi buta sedikit membuat anak lelaki dalam masa pertumbuhan itu terusik. Jungkook tidak suka bangun pagi, dia benci hari berganti. Itu tandanya ia harus memulai semuanya kembali. Kesedihan, kekecewaan, juga sakit hati. Tapi gadis itu selalu memili kalimat untuk menggelitik ususnya.

“Mau susu?” tanyanya dengan suara yang seolah tanpa dosa. Bibirnya masih tidak turun mencebik, dan bola matanya jelas kebingungan.

Dibanding tertawa, Jungkook mencak-mencak. Tidak tahan bagaimana perempuan di hadapannya itu bisa menanyakan hal yang bisa disalah tafsirkan lelaki semudah itu. Lagi, dia nampak tidak terlalu takut pada Jungkook. Kemarin saat Jungkook iseng menyuruhnya telanjang di hadapannya sebagai syarat meminjam bajunya, gadis itu hampir melepaskan rok di hadapannya. Jungkook pikir itu hanya efek hipotermia setelah semalaman Jennie kehujanan, tapi dia masih belum waras hingga hari ke dua. Jennie masih tidak memakai bra.

“Hei, wajahmu merah. Apa kau terbangun karena demam?” tanyanya lagi.

Gadis itu nyaris meraih dahi paripurna milik Jungkook seandainya pemuda itu tidak mencekal tangannya lebih dulu. Terlalu kuat hingga Jennie membelalakkan mata. Baru menyadari Jungkook marah. Dia selalu marah.

“Kembalilah tidur, ini baru jam enam. Langit masih gelap,” kata Jungkook memerintah.

“Aku takut,” cicit gadis itu.

“Apa?” tanya Jungkook tak habis pikir.
Gadis seperti Jennie yang hidupnya penuh intrik dan belum jera mengganggunya yang terbukti galak mengaku takut? Apa yang sudah dia lakukan selama Jungkook anggap sebagai teror, sama sekali tidak menakutkan?

“Sepertinya di rumah ini ada hantu. Yeontan terus menggonggong.”

“Dia tidak menyukai Sunbae.”

“Kenapa dia tidak menyukaiku? Aku baik padanya,” protes Jennie.

“Kau perempuan,”  jawab Jungkook cepat.

Mereka bertatapan kemudian. Masih tidak mengerti, Jennie memilih tidak bicara lagi. Sejujurnya ia takut betulan. Rumah itu memiliki penerangan yang buruk. Lampu-lampunya berwarna kuning. Belum lagi nuansa coklat kayu menutupi seluruh aksen yang ada. Mengetahui seseorang telah mati di tempat ini, Jennie dicekam teror. Dia belum pernah melihat hantu seumur hidupnya dan tidak berharap mendapat kemampuan itu di rumah ini.

Melihat wajah Jennie yang nampak jujur, Jungkook kemudian sedikit khawatir. Selain suram, rumah tempatnya tinggal itu sering disatroni pencuri. Saat itu terjadi Jungkook akan bersembunyi di kamar dan menahan pipis sampai pagi. Namun, jika ada pencuri datang lagi mereka mungkin akan langsung menemukan Jennie di ruang tengah. Jungkook tidak masalah ada nyawa melayang lagi di rumah ini, tapi jika yang ditumbalkan adalah seniornya yang ini, Jungkook tidak tega. Hidupnya sudah nelangsa. Jangan sampai mati dengan cara yang sia-sia.

Sunbae tidak mengorok, 'kan? Kau boleh menumpang di kamarku selagi menunggu matahari terbit. Kau boleh tidur di ubin kamarku,”  katanya seraya memimpin jalan.

Jungkook pikir Jennie akan mengeluh atas tawarannya. Lagi pula hujan sering turun akhir- akhir ini. Meski masih musim semi, pagi hari di Seoul bak Antartika. Tak tertahankan sejuknya. Akan tetapi, dengan polosnya gadis muda itu menggelar selimutnya di dekat meja belajar Jungkook. Berakting nyaman berbaring di sana dengan posisi meringkuk layaknya janin dalam perut ibu. Jungkook yang melihatnya mendecih tidak percaya sehingga mata milik gadis berambut kusut itu terbuka kembali.

STOLEN DREAMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang