Aku, seekor burung yang terkurung dalam sangkar, menatap iri teman-temanku yang terbang bebas. Mereka bisa terbang ke manapun mereka mau, memakan apapun yang mereka suka, dan hidup sesuai keinginan mereka sendiri.
Sementara itu, aku harus mengikuti keinginan manusia yang mengurungku. Aku harus mengikuti lomba burung yang tak tahu kapan mereka akan selenggarakan, dan aku tidak boleh terbang ke mana pun aku mau, semua ada aturannya.
Aku tidak melepas pandangku ke arah mereka, karena merasa sangat iri dengan kebebasan mereka. Aku ingin bisa terbang bebas seperti mereka.
Namun, suatu hari, aku melihat sesuatu yang mengejutkan. Beberapa temanku yang terbang bebas mengalami hal-hal buruk. Ada yang patah sayapnya karena ia tak tahu kalau ranting di pohon yang sering ia lewati bisa memanjang. Ada yang tertangkap jebakan burung yang dipasang manusia, hingga tak pernah kembali lagi. Ada yang terlalu lengah hingga mahluk lain memangsanya, suaranya nyaring memecah keheningan hutan, meminta tolong dengan sekuat tenaga. Namun, tak ada satupun yang berani mendekat. Semuanya hanya berdiri diam, takut akan bernasib sama. Terakhir kulihat ada yang menyebarkan penyakit ke keluarganya, karena ia tidak menyadari bahwa makanan yang ia makan ternyata mengandung penyakit.
Melihat hal itu, aku mulai berpikir ulang. Apakah aku yang terkurung ini sebenarnya jauh lebih beruntung dari mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Saat Ini : Tidak Boleh Sempurna
PoetryDemi sebuah pengakuan, kita rela menjadi sempurna. Padahal, sempurna bukanlah hak yang mampu manusia pegang. Apa pun yang kita lakukan, yang berhasil hanya menjauhkan kita dari sempurna, yang gagal hanya menghapus jejak kesempurnaan. Tanpa peduli pa...