"Gua bahkan gak sanggup buat pulang ke rumah itu lagi. Gua harus kemana biar bisa lepas dari mereka semua? Gua capek banget ya Tuhan." Monolog Julian.
Suasana malam disana sangat lah tenang. Mungkin hanya ada suara burung-burung yang berkicau dimalam itu. Tentu saja suasana seperti ini membuat Julian nyaman, tak seperti suasana di rumah yang membuatnya selalu ingin kabur dari rumah yang baginya adalah neraka.
Tak lama setelah itu, perutnya mulai keroncongan. Tanda bahwa Julian sedang lapar. Untung saja ada minimarket didekat sungai tersebut. Julian pun segera menuju ke minimarket tersebut lalu membeli sebuah roti dan minuman kaleng yang sedikit ada kandungan alkoholnya.
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Saat sedang menikmati makanannya, tiba-tiba seseorang menghampirinya. Coba tebak orang itu siapa? Orang tersebut adalah teman dekat Julian, yaitu Jairo Laksmana.
"Bro!" Panggil Jairo sembari menepuk pundak Julian.
Sedikit terkejut, Julian langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Anjir lo! Kaget gua asu. Gatau apa gua lagi makan? Ntar keselek gimana?" Protes Julian.
"Ya mana gua tau, kan gak keliatan." Jairo mengelak.
"Lo ngapain sampai sini Ro?" Tanya Julian.
"Gua lagi healing cari angin aja sih, kan deket sama rumah gua. Jalan-jalan gitu lah. Sebenernya sih tadi mah mampir ke minimarket bentar, eh gua liat ada lo, yaudah samperin aja." Jelas Jairo panjang lebar.
"Oh." Hanya balasan itu yang keluar dari mulut Julian.
"Anjir ya lo, gua udah jelasin panjang lebar mana cuma dibales oh doang lagi." Protes Jairo tak terima.
"Gua gak suruh lo jelasin panjang lebar tuh." Balas Julian meledek.
"Terserah lo dah terserah."
Setelah itu tak ada percakapan lagi. Sangat hening karena masing-masing sedang menikmati makanannya. Namun setelah beberapa saat, Jairo memulai membuka obrolan.
"Gua tanya balik dah, kenapa lo ada disini malem-malem? Apa gak dicariin orang tua lo?" Tanya Jairo.
"Males pulang kerumah, mana mau mereka nyariin gua. Diurus aja kagak." Julian menjawab apa adanya.
"Terus, kalau lo males pulang ke rumah, atau bahkan gamau, lo bakal terus disini gitu? Kayak anak ilang Yan." Jairo semakin memperjelas kata-katanya.
"Mungkin iya?" Balas Julian yang sama sekali tampak tak peduli.
"Dasar bocah goblok." Jairo sudah tak tahan ingin berkata kasar.
"Apasih, malah ngatain. Gak jelas lo." Balas Julian yang sama tak terima nya.
"Udah lah, ayo nginep rumah gua." Tawar Jairo.
"Demi apa Ro? Lo beneran Jairo kan?" Ucap Julian tak percaya.
"Iya beneran. Udah ayo, kasian gua, lo kayak anak ilang."
"Anjir ga sopan amat, tapi emang bener sih " Julian menerima kenyataan.
"Yaudah ayo."
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Mereka kini sudah berada di rumah Jairo. Rumahnya sangat sepi dan sunyi, karena memang kedua orang tua Jairo sedang mengerjakan beberapa tugas kerja di luar negeri. Kesempatan bagus untuk Julian menginap dirumahnya. Kini Jairo dan Julian sama-sama tak kesepian lagi.
"Kok sepi Ro?" Tanya Julian sembari celingukan mencari keberadaan seseorang.
"Biasa, orang tua gua lagi kerja diluar negeri." Balas Jairo.
"Gila sih, gua juga pengen punya orang tua yang kerjanya di luar negeri gitu, yang lama kalau bisa." Harap Julian.
"Tega banget dah anak durhaka satu ini."
"Gak urusan sih gua, karena prinsip gua tuh ya, mereka gak ada, gua bahagia."
"Ayo masuk kamar gua." Ajak Jairo.
"Okee bos."
Mereka segera ke atas untuk menuju ke kamar Jairo. Julian terkejut saat melihat kamar Jairo yang sangat tertata rapi. Padahal Julian sudah berburuk sangat dengan keadaan kamar Jairo.
"Gak nyangka gua, ternyata kamar lo serapi ini." Julian sangat takjub dan mengapresiasi kerapian kamar Jairo.
"Biasa bro biasa." Balas Jairo dengan bangga.
"Udah gak usah sombong." Saut Julian sembari menggelengkan kepalanya.
"Hehehehe." Jairo tersenyum dan menampilkan beberapa deret giginya yang rapi.
"Mana nyengir lagi nih bocah."
"Oh iya Yan, lo later gak sih? Masa cuma makan roti doang tadi." Tanya Jairo.
"Udah kenyang sih gua." Balas Julian.
"Yakin lo Yan?" Ucap Jairo meyakinkan.
"Iya... Yakin lah." Julian sedikit ragu untuk membalas nya.
"Mau mie gak? Masak dulu tapi."
"Lo yang masakin kah? Gua maunya terima jadi sih." Sungguh Raden Julian.
"Anjir lah, iya dah. Mumpung gua laper juga. Tunggu depan tv aja sono."
"Oke deal! Makasih banyak sahabat."
Jairo Laksamana
Yesaya Kalandra
KAMU SEDANG MEMBACA
Matilda [ Lee Juyeon ]
Novela Juvenil"Ketika kita bertemu tragedi nyata dalam hidup, kita dapat bereaksi dengan dua cara entah dengan kehilangan harapan dan jatuh ke dalam kebiasaan merusak diri sendiri, atau dengan menggunakan tantangan untuk menemukan kekuatan batin kita." - Non baku...