Saat sampai didepan kelas, Gendis pun mulai mengetuk dan membuka pintu. Pertanyaan juga keluar dari mulut guru yang sedang mengajar dikelasnya.
"Gendis, darimana aja kamu?" Tanya guru tersebut.
"Maaf pak, tadi saya lagi bersihin perpustakaan karena ada yang ngga sengaja numpahin minumannya." Balas Gendis yang sedikit melirik ke arah Julian.
"Oh yaudah kalau gitu cepetan duduk, kita lanjut pelajaran." Tutur guru tersebut.
"Nah anak-anak, karena bapak ada acara diluar kota untuk beberapa hari, jadi kemungkinan pelajaran sejarah akan kosong, nah..." Ucapannya menggantung.
Para siswa/i pun mengira pelajaran sejarah akan tetap kosong selama guru tersebut tak mengajar, namun itu adalah kemungkinan yang tidak akan terjadi. Beberapa siswa berbisik seperti terlalu berharap akan adanya jam kosong pada pelajaran tersebut. Namun, guru tersebut menyadari semua itu dan tersenyum seperti tak berdosa.
"Eh... Jangan salah paham dulu dong, dengerin bapak selesai bicara, baru kalian boleh bisik-bisik. Maksud bapak, selama bapak libur pelajaran akan tetap ada dan akan bapak share lewat online. Gak cuma itu, nanti kalian juga bakal digabung menjadi kelompok untuk mempermudah dalam proses pengerjaan. Setiap kelompok akan berisikan 2 anggota kelompok, dan bapak harap kalian bisa benar-benar bekerja sama, saling membantu ya." Lanjutnya panjang.
"Alah pak, mending mah tetep ngajar langsung aja daripada harus keluar kota gitu." Ucap salah satu siswa dikelas tersebut.
"Nah iya tuh bener / bener banget / setuju dah! / iya pak mending diajar langsung aja daripada online, susah." Bisa kalian bayangkan bagaimana para siswa saling saut menyaut dikelas itu.
"Udah-udah diem! Atau nilai semester kalian bakal bapak kurangi?" Ancam nya sembari mengangkat kertas ujian harian siswa. "Untuk kelompok akan bapak pilih biar seimbang." Lanjutnya.
Setelah beberapa saat mencatat siapa saja yang dikelompokkan, akhirnya ia mengumumkan nya kepada para siswa dan siswi.
"Gini, Lunatha sama Niella... Dipta sama Catherine, Calvin sama Steven..." Guru tersebut mulai menyebutkan anggota-anggota kelompok yang telah ia pilih.
"Yang terakhir ada Julian sama Gendis. Pilihan bapak gak bisa diganggu gugat." Lanjutnya.
Gendis tentu terkejut, pikirannya mulai bertanya-tanya mengapa harus Julian rekan kelompoknya? Namun, Gendis hanya bisa pasrah. Gendis tak berani untuk membantah apa yang dikatakan oleh guru.
"Sekian, terimakasih. Mungkin sampai sini saja pelajar sejarah untuk hari ini, sampai jumpa minggu depan di online class ya. Kalian udah boleh beresin barang-barang kalian, dan langsung pulang. Bapak duluan ya, selamat sampai rumah." Pamitnya dan segera pergi meninggalkan kelas.
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Seperti biasa, Gendis pulang sekolah bersama Lunatha. Mereka berbincang-bincang sembari menuju ke halte bus. Tiba-tiba saja, Gendis teringat dengan apa yang diumumkan guru tadi.
"Luna, masa aku harus satu kelompok sama dia sih???" Ucapnya dengan nada melas.
"Dia? Ohhh Julian ya? Nahloh... Gimana tuh hayoo." Balasnya tengil sembari menakut-nakuti Gendis.
"Jangan gitu! Aku kan bingung harus gimana dulu..." Gendis hanya bisa menghela nafas beratnya.
"Coba dm Instagrem dia deh, siapa tau dibales kan." Lunatha mengangkat bahunya memberi saran yang mungkin akan berhasil.
"Instagrem? Emang kamu tau username nya?" Tanya Gendis.
"Tau lah! Apasih yang seorang Lunatha gak tau. Username nya tuh @/rdzulian."
"AHAHAHAHA lucu banget deh username, zulian..." Gendis reflek tertawa dan menepuk pundak Lunatha karena username yang aneh itu.
"Dih kok ketawa sih? Cek aja sendiri kalau ngga percaya!" Lunatha pun jalan mendahului Gendis.
"Iya deh iyaaa, makasih ya Lunatha Winesa." Gendis pun lari kecil untuk menyusul Lunatha yang sudah berada di depannya.
Tak lama kemudian, bus yang akan Gendis tumpangi pun datang. Gendis segera berpamitan kepada sahabatnya yaitu, Lunatha.
"Bus nya udah dateng, aku duluan ya Lun!" Pamit nya sembari melambaikan tangan.
"Oke, hati-hati dijalan ya Bul!" Balas Lunatha sembari membalas lambaian tangan kearah Gendis.
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Sesampainya didepan rumah, Gendis pun segera membuka pintu dan memasuki nya. Didalam rumah sudah jelas hanya ada ibunda nya, karena ayah Gendis dengan tugas di luar kota.
"Hai Gendis... Udah pulang kamu." Sapa sang ibunda sembari menghampiri Gendis.
"Hehe, iya nih bunda." Balas Gendis dengan menampilkan senyum khas nya.
"Bunda udah masak, kalau kamu laper, langsung ambil aja ya. Bunda mau keluar sebentar."
"Oke bunda, siap laksanakan!" Gendis mengangguk semangat dan memberikan sign jempol nya.
Setelah itu, Gendis segera naik ke atas untuk menuju ke kamar nya. Saat sudah tiba di kamar, Gendis segera mengganti pakaiannya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur kesayangan nya yang empuk.
Saat sedang bermain handphone dan membuka aplikasi Instagrem, Gendis tiba-tiba saja teringat dengan username Julian yang Lunatha berikan. Dengan segera Gendis pun mencari username tersebut di kolom pencarian. Benar saja, ternyata itu memang benar-benar username milik Julian. Gendis sempat berfikir apakah ia harus memulai percakapan dengan Julian di direct message?
"Ini gimana ya... Kalau aku ngga dm, terus kelompokan nya ngga jadi aku juga bakal kena marah terus dapet nilai kurang dari bapak itu. Tapi kalau di dm... Takut sih..." Monolog Gendis.
"AAAAAAA GENDIS BINGUNG DEH!" Lanjutnya sembari mengusak kasar rambutnya.
"Oke! Demi nilai, aku harus berani. Lagian kenapa sih, kan cuma dm doang, toh Julian juga manusia. Apasih yang harus ditakuti. Semangat Gendis!" Ucapnya menyemangati diri sendiri.
Akhirnya Gendis pun memutuskan untuk menghubungi Julian terlebih lewat direct message.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matilda [ Lee Juyeon ]
Fiksi Remaja"Ketika kita bertemu tragedi nyata dalam hidup, kita dapat bereaksi dengan dua cara entah dengan kehilangan harapan dan jatuh ke dalam kebiasaan merusak diri sendiri, atau dengan menggunakan tantangan untuk menemukan kekuatan batin kita." - Non baku...