Tok tokk tokkk
"Permisi?" Ucap Gendis sembari mengetuk pintu rumah tersebut.
"Aduh, siapa lagi itu?" Balas nyonya Lee sembari mengelas nafasnya kasar.
Karena mendengar suara ketukan pintu dari dalam rumah, sang pemilik rumah pun segera menuju ke depan untuk membukakan pintu.
"Iya? Ada apa ya?" Tanya nyonya Lee setelah membuka pintu tersebut.
"Maaf tante, apa bener ini rumahnya Julian?" Tanya Gendis kepada nyonya Lee.
"Iya bener." Balas nyonya Lee.
"Julian nya ada ngga ya tante?" Ucap Gendis menanyakan keberadaan Julian.
"Sebentar ya, tante panggilin dulu." nyonya Lee pun segera keruang tengah untuk memanggil Julian.
"JULIAN! ADA YANG CARI KAMU NAK." Teriak nyonya Lee dari ruang tengah.
Yang merasa dipanggil pun tak lama kemudian turun kebawah menuju sumber suara.
"Siapa?" Tanya Julian dengan nada ketus.
"Dicari temen kamu ini." Balas nyonya Lee.
"Oh Gendis ya? Yaudah ayo masuk ke kamar gua aja." Ajak Julian kepada Gendis.
"Kalau gitu tante masuk dulu ya." Pamit nyonya Lee kepada Gendis.
"Iya tante, makasih ya." Balas Gendis lalu sedikit membungkuk tubuhnya sekilas.
"Julian, itu muka kamu kenapa lebam-lebam gitu." Tanya Gendis karena penasaran dengan apa yang terjadi kepada Julian.
Julian menyergitkan alisnya. Terkejut? Tentu. Julian bingung harus menjawab apa, begitupula ada nyonya Lee yang tengah membaca buku kecantikan di ruang tengah. Jika Julian mengatakan yang sebenarnya, nyonya Lee mungkin tak akan segan-segan memberi hukuman yang lebih berat kepada Julian.
"Bukan apa-apa, gak usah kepo." Balas Julian masa bodoh.
"Gak usah bohong deh kamu, Ju."
"Apa dah, lagian ini cuma luka habis berantem. Lo tau sendiri kan gua anaknya gimana? Udah, gausah banyak tanya. Kayak wartawan tau gak?" Julian mulai malas menanggapi pertanyaan Gendis.
"Jadi belajar gak?" Lanjut Julian.
"Iya Julian, jadi." Balas Gendis final.
Julian segera pergi menuju ke kamarnya, dan langsung diikuti oleh Gendis.
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Mereka pun mulai mengerjakan satu persatu tugas online yang diberi oleh guru beberapa hari yang lalu. Sebenarnya hanya Gendis yang mengerjakan tugas tersebut. Jujur saya, Julian sama sekali tak paham dengan materi yang diberi. Ditengah-tengah keheningan, Gendis pun mencoba untuk memulai topik pembicaraan.
"Emmm... Julian." Gendis memulai percakapan.
"Apaan?" Balas Julian yang sedang fokus denga handphonenya.
"Gimana kalau kita temenan? Kita kan satu kelas, satu kelompok lagi." Ajak Gendis tiba-tiba.
"Hah?" Julian terkejut bukan main, ia pun reflek menghentikan kegiatannya bermain handphone.
"Iya, ayo kita temenan?" Gendis meyakinkan kata-katanya sekali lagi.
Julian tak menyangka, bahwa ada orang yang ingin mengajaknya berteman. Selama ini temannya hanyalah sahabat masa kecilnya. Julian merenungkan akan hal itu, ia sedikit tidak yakin. Julian takut tak kan bisa menjadi teman yang baik untuk Gendis.
"Jadi mau atau ngg-"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Julian memotong ucapan Gendis. "Terserah aja."
"Nah gitu dong! Mulai sekarang kamu temen ku ya, nanti kita temenan juga sama temenku, namanya Lunatha. Dia baik kok, walau sedikit asbun aja sih. Terus nanti aku bakal sering-sering kesini deh kalau ada tugas, aku bakal bantu kamu." Entah apa yang dipikirkan Gendis hingga menjadi bersemangat seperti saat ini.
"Iya, makasih." Balas Julian.
"Wow..." Ucap Gendis takjub.
"Kenapa? Ada yang aneh?"
"Ternyata orang kayak kamu bisa berterimakasih ya?" Ledek Gendis.
"Ck, ya bisa lah, kan gua manusia. Udah, gak usah berisik." Balas Julian kesal.
"Bercanda kok. Yaudah ayo lanjut nugasnya, kalau ada yang gak paham langsung tanya aja."
ׄ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ ▭ׅ ▬ׄ
Waktu berjalan dengan begitu cepat hingga tak terasa. Kini, sore pun tiba. Gendis segera merapikan barang-barangnya dan langsung bergegas pulang dari rumah Julian.
"Makasih ya Julian, kalau gitu aku pamit dulu ya." Pamit Gendis diluar pintu.
"Iya."
"Kapan-kapan dateng lagi ya nak." Balas nyonya Lee berusaha basa-basi.
"Iya tante, makasih banyak ya."
Gendis segera pergi dari Julian. Saat Julian akan menuju ke kamarnya, tiba-tiba nyonya Lee ㅡ ibu angkat Julian ㅡ menghentikan nya.
"Julian." Panggil nyonya Lee.
"Apa?" Balas Julian dan langsung menghentikan langkah kakinya.
"Kok bisa temen kamu itu tau rumah kita?" Tanya nyonya Lee dengan nada sombong.
"Emangnya kenapa? Mama gak suka ya?"
"Sekarang udah berani jawab kamu? Kamu cerita apa ke temen kamu tadi sampai kamu berani jawab kayak gini?!" Balas nyonya Lee dan hendak memukul Julian.
Tangan nyonya Lee berhasil oleh Saskara. "Ma! Udah." Saskara mencoba menahan emosi ibunya.
"Emang ya, dimana-mana anak tiri tuh gak yang beruntung, salah sedikit dipukul, salah sedikit dihajar." Tawa kecil dan sindiran mulai keluar dari mulut Julian.
"Yang kasih tau alamat rumah ini aku ma, bukan adek." Saskara menjelaskan semuanya.
"Terserah dah, gak paham lagi gua." Balas Julian yang mulai muak.
Julian pun berjalan menaiki setiap anak tangga untuk menuju ke kamarnya. Setelah sampai, Julian langsung menguncir kamarnya rapat-rapat. Julian tak ingin diganggu. Mengapa harus Julian yang selalu menjadi pelampiasan amarah ibu dan ayahnya? Julian lelah. Tuhan, tolong biarkan Julian bahagia walau hanya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matilda [ Lee Juyeon ]
Fiksi Remaja"Ketika kita bertemu tragedi nyata dalam hidup, kita dapat bereaksi dengan dua cara entah dengan kehilangan harapan dan jatuh ke dalam kebiasaan merusak diri sendiri, atau dengan menggunakan tantangan untuk menemukan kekuatan batin kita." - Non baku...