I am Sorry (2)

86 1 0
                                    

Divi berada di depan kamar Nalen, mencoba menormalkan detak jantungnya yang entah dari kapan berdetak dengan cepat. "Ah sialan, bisa – bisanya gue deg – degan gini, cuma buat minta maaf sama Nalen".

Tok tok , Divi mengetuk pintu kamar Nalen. Tanpa menunggu jawaban dari si empunya kamar, Divi langsung saja membuka pintu.

"Naaaa...Lenn, aaarrghhh" Divi langsung menutup pintu kamar Nalen lagi.

"Sialannn lo kenapa cuma pake anduk doang" teriak Divi dari luar kamar Nalen. Sungguh ini sangat memalukan. Divi mencoba menetralkan rasa malunya, bisa – bisanya Nalen hanya memakai handuk yang dililitkan dipinggangnya saat Divi masuk ke dalam. Divi melihat rambut basah Nalen yang membuat tetesan air mengalir di dada bidangnya, dan jangan lupakan roti sobeknya. Aaaargggg siall ingin sekali Divi menyentuh roti sobek milik Nalen. Satu kata lagi Nalen sangat TAMPAN. " Divi, istigfar Divii, otak lo gak boleh jorokkk, ahh tapi kenapa Nalen keliatan keren banget. Jantung gue" batin Divi.

Mendengar teriakan Divi, Nalen benar – benar terkejut saat sadar Divi berada di dalam kamarnya. "Kebiasaan, main langsung masuk aja" ucap Nalen saat Divi telah menutup kembali pintunya, dan Nalen buru – buru mengenakan pakaiannya. Pasalnya saat Divi masuk tadi, Nalen baru selesai mandi.

Krek, terdengar suara gagang pintu yang coba untuk dibuka. Divi berusaha menangan gagang pintu agar tidak terbuka.

"Gue udah selesai, lo boleh masuk" terdengar teriakan Nalen dari dalam.

Hufff. Divi menghembuskan nafas, membuka perlahan pintu Nalen sambil memejamkan mata, takut – takut Nalen masih belum mengenakan pakaiannya.

Tuk

"Aduh" Divi langsung membuka matanya. "Kenapa jidat gue disentil, sakit tau" lanjut Divi.

Nalen mengusap kening Divi yang dia sentil.

Serrrrr. Aneh usapan Nalen di kening Divi membuat hatinya berdesir. Divi segera menghempaskan tangan Nalen dari keningnya.

"Lo kenapa sih gak ngetok pintu dulu, main langsung masuk aja" ucap Nalen sambil berjalan kearah kasurnya dan duduk disana.

"Isssh, gue udah ngetok pintu, lo aja ga denger" balas Divi, lalu duduk di kursi belajar Nalen.

"Badan gue, bagus ya?" tanya Nalen.

"Maksud lo?"

"Iya, lo sampe gak kedip liatain badan gue"

"Mulut lo" Divi tak percaya dengan ucapan Nalen barusan.

"Kalo mau pegang boleh kok" lanjut Nalen, sambil memegang ujung kaosnya, bersiap membuka.

"Eh eh eh, mau ngapain lo"

"Buka baju, apa lagi?"

"Gilaa lo, lo buka baju, gue lempar lo". Divi sudah bersiap dengan paper bag yang dia pegang.

"Hahahahahahahaa" Nalen tidak bisa menahan tawanya melihat muka panik Divi.

"Ihhhh, awas lo" teriak Divi dan menghampiri Nalen kemudian memukulnya dengan bantal.

"Aduhh, sorry hahaha, sorry hahaha"

"Berhenti ketawa ga lo" pinta Divi dengan tetap memukul Nalen.

"Iya iya gue berhenti" Nalen mencoba menetralkan tawanya.

Divi berhenti memukul Nalen, dan kembali duduk dikursinya sambil memeluk bantal yang digunakan untuk memukul Nalen. Nalen kembali membenarkan posisi duduknya sambil sesekali tertawa kecil. Divi memandangi Nalen yang sedang tertawa, hatinya terasa lega. Dia kira Nalen akan mendiaminya seperti kemarin. Tapi saat ini justru Nalen bersikap seolah tidak pernah terjadi apa – apa.

Diviera ( Sebuah Rasa Yang Terlanjur Ada)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang