I am Sorry

105 2 0
                                    

 "Dek, kamu sama Nalen lagi berantem?". Tiba – tiba Sandi ikut bergabung dengan Divi yang sedang asik menonton tv sambil mengunyah stroberi.

"Abang rasa udah tiga hari ini Nalen gak kerumah" lanjut Sandi dan dengan rasa bersalah mengambil stoberi yang sedang dipegang Divi, lalu memakannya.

"Ihh abang, kok dimakan sih"

"Kamu tinggal ambil lagi aja, itu mangkok stoberinya udah kamu pegang juga"

"Dasarr" balas Divi, lalu memakan stoberi di depannya dengan kesal.

"Gak baik loh dek, lama – lama berantem. Nanti kamu kangen sama Nalen" goda Sandi dengan senyumannya yang mampu membuat setiap wanita klepek –klepek. Kalau saja Sandi bukan abang Divi, sudah bisa dipastikan kalau Divi akan jatuh cinta dengan Sandi. Tapi takdir berkata lain.

Tapi apa yang dibilang Sandi memang benar, Divi kangen dengan Nalen. Biasanya jika Divi dan Nalen berantem, tidak sampai dua hari mereka sudah berbaikan. Sungguh tiga hari terasa sangat lama. Sebenarnya tangan Divi sudah gatal ingin menghubungi Nalen. Dan lagi – lagi gengsi Divi terlalu besar. Tapi rasa kangennya dengan Nalen juga sama besarnya. Sejujurnya Divi sudah tidak marah lagi dengan Nalen. Dia sadar perbuatannya memang keterlaluan.

"Mama jadi pulang hari ini bang?" tanya Divi mengabaikan perkataan abangnya.

"Mama belum bilang sama kamu?"

Divi memandang wajah Nalen di sampingnya dengan tatapan bingung. "Emang mama bilang apa?"

"Mama sama papa gak jadi pulang hari ini" jawab Nalen santai.

"Yah kenapa ga jadi, padahal aku udah nyiapin kado buat mama" ucap Divi kecewa.

"Hotel kita di Malang lagi bermasalah"

"Iya aku tahu, tapi masalahnya apa?" 

"Kamu tahu om Bambang?"

"Rekan bisnis papa di Malang"

Sandi mengangguk. "Om Bambang curiga ada yang menggelapkan dana hotel kita di Malang, karena itu papa dan om Bambang sedang menyelidiki kasus ini".

"Kalo menurut abang pelakunya siapa ?"

"Abang ga bisa nebak kalo soal itu, tapi memang beberapa bulan terakhir ini, abang liat pemasukan hotel kita menurun, tapi pengeluaran semakin besar. Padahal tidak ada infrastruktur hotel yang perlu kita perbaiki"

"Kalo menurut aku sih, manager hotel kita" jawab Divi santai.

"Heh gaboleh sembarangan, alasan kamu curiga sama dia kenapa ?"

"Mukanya nyeremin"

Sandi hanya menggeleng mendengar jawaban Divi. Bisa - bisanya sang adik menucurigai sesorang dengan alasan wajah orang itu menyeramkan. Sungguh diluar nurul.

"Ngasal kamu, udah kita doain aja semoga papa bisa nyelesein masalah ini, dan pelakunya bisa cepat tertangkap".

Divi mengangguk paham, karena dia memang mendengar hotel sedang ada masalah, tapi waktu itu mamanya tidak memberi tahu dengan jelas apa yang terjadi. Divi hanya berharap masalah itu bisa cepat selesai. Karena sejujurnya, hotel itu adalah hotel yang pertama kali papanya bangun. Bahkan Divi mempunyai rencana ingin mengambil alih hotel itu. Alasannya karena Divi sangat menyukai hotel itu sejak kecil.

"Dek, kemarin Nalen titip sepatu ke abang, kamu anterin ke rumah Nalen ya" pinta Sandi.

"Kenapa aku?"

"Ya kalo bukan kamu siapa lagi"

"Abang kan bisa nganterin sendiri"

"Ga bisa, bentar lagi abang harus kekampus. Ada mahasiswa abang yang mau ujian skripsi" jelas Sandi.

Sandi memang seorang dosen tetapi bukan di kampus Divi. Dari dulu Sandi tidak memiliki keinginan untuk terjun dalam bisnis yang di jalankan papanya. Dia lebih memilih menjadi dosen, karena sejak kecil Sandi memang suka sekali belajar. Berbeda dengan Divi yang terkadang malas. Hebatnya orang tua mereka tidak mempermasalahkan apa yang telah menjadi pilihan kedua anak mereka. Bagi Mahendra dan Bulan, selama anak – anak mereka bisa bertanggung jawab dengan pilihannya dan itu membuat mereka bahagia, maka hal itu tidak akan menjadi masalah.

"Jangan lupa nanti minta maaf sama Nalen"

"Aku ga salah"

"Ahh masa, mbak Narti loh yang cerita ke abang, kamu jailin Nalen" goda Sandi.

"Ihh dasar mbak Narti"

"Emangnya kamu kenapa ga mau minta maaf sama Nalen?"

"Divi ga salah bang"

"Ga salah, terus kenapa Nalennya bisa marah?"

"Ga tau"

"haahah, udah ga usah gengsi buat minta maaf, nati rindu kamu ke Nalen ga bisa tersalurkan"

"Apaan sih bang, siapa coba yang kangen Nalen"

"Dek, kamu ga bisa bohong lo sama abang"

"Abang sok tau"

Tidak ingin mendengar godaan abangnya lagi. Divi segara meninggalkan Sandi menuju kamarnya. Sandi yang melihat tingkah adiknya hanya bisa tertawa. Pasalnya Divi tidak bisa menghilangkan kebiasaanya ketika berbohong, dia akan menggengam jari kelingking kirinya. Dan Sandi sudah paham akan kebiasaan adiknya itu. Divi bisa menyembunyikan apa yang dia rasakan ke semua orang. Tapi tidak pada Sandi. Orang yang paling Sandi saying selain kedua orang tuanya adalah Divi. Divi yang terlihat kuat tapi ternyata rapuh didalam.

--

Disinilah Divi berada sekarang, di depan rumah dengan nuansa warna hijau telur asin. Siapa lagi yang memilih warna itu jika bukan Bunda Kinan. Ya saat ini Divi berada di rumah Nalen. Divi sebenarnya tidak ingin pergi, tapi karena ini permintaan abangnya dan Divi juga sudah tidak tahan bertengkar dengan Nalen maka dari itu Divi memutuskan pergi ke rumah Nalen.

Ting tungg

"Bundaaa" Divi menekan bel rumah Nalen. Tidak lama terdengar suara gagang pintu dari dalam.

"Sayang, kenapa pake ketok pintu segala, biasanya juga langsung masuk" ucap Kinan mama Nalen.

"Kata mama, kalo bertamu harus sopan bunda, gak boleh langsung masuk gitu aja" balas Divi yang mengikuti Kinan masuk kedalam rumahnya. Entah setan mana yang merasuki Divi, bisa- bisanya dia bertingkah kalem seperti tadi. Biasanya saat Divi kerumah Nalen, dia akan langsung masuk tanpa permisi. Hal itu juga berlaku bagi Nalen jika dating kerumah Divi. Mungkin tampak tidak sopan. Tapi itu sudah kebiasaan mereka berdua, dan masing – masing keluarga mereka tidak ada yang mempermasalahkan.

"Dasar kamu" ucap Kinan sambil mencubit pipi Divi gemas dan langsung berjalan menuju dapur yang diikuti oleh Divi.

"Bunda lagi masak apa?" tanya Divi, yang kini sudah berada di dapur bersama Kinan.

"Terong balado sama ayam goreng, bentar lagi kita makan bareng ya"

"Siap bunda" jawab Divi dengan semangat, karena memang Divi sangat menyukai masakan Kinan, selain masakan mamanya. Apalagi sekarang Kinan masak terong balado, salah satu makanan kesukaan Divi. Sudah pasti Divi tidak akan menolak tawaran Kinan, kalaupun Kinan tidak menawarkan, Divi tetap saja akan makan masakan Kinan. Memang tidak tahu diri.

"Bunda, Nalen dimana?"

"Itu dikamarnya, dari tadi dia gak keluar kamar, coba deh kamu panggil sekalian ajak dia makan bareng" perintah Divi.

"Siap bunda". Dengan segera Divi pergi ke kamar Nalen yang berada di lantai dua.

Diviera ( Sebuah Rasa Yang Terlanjur Ada)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang