Another Way: 8

149 13 0
                                    

              Perasaannya sangat resah, dia berjalan bolak-balik penuh kecemasan. Dia sudah berkali-kali memunculkan sedikit kepalanya keluar untuk melihat apakah orang yang dia tunggu sudah datang. Kabar yang dia terima beberapa jam yang lalu membuatnya panik, rencana untuk mengejuk ayahnya lantas dia batalkan karena hal yang sekarang terjadi ini lebih penting.

Tidak hanya dia yang ada di sana, ada dua orang lain bersamanya, yang sedang khawatir penuh ketegangan menunggu seseorang yang tak kunjung datang itu. Mereka berdiri di sana, dengan perasaan yang sama resahnya, sembari berdoa semoga orang itu baik-baik saja.

"Bapak kok lama banget yah?" ucap Sena, dia sudah berulang kali melirik jam tangannya.

Nindya dan Bi Lila sama-sama menoleh, dia mempertanyakan hal yang sama dengan apa yang baru saja Sena sampaikan. "Emang tadi kata Pak Manik gimana?" tanya Bi Lila, wanita tua itu berulang kali mengelus dadanya yang terasa sangat resah.

"Duh intinya mereka udah jalan balik ke sini deh,"

"Tapi Pak Manik gimana? Dia baik-baik aja, kan?"

Sena mengangguk langsung. "Iya, hari ini kan Bapak yang bawa mobil sendiri, Pak Manik ditugasin buat langsung jemput Bapak di rumah sakit aja." Jelas Sena, dia menyampaikan apa yang tadi Pak Manik katakan kepadanya.

Keduanya mendengarkan dengan saksama, meskipun Nindya tidak banyak bertanya seperti Bi Lila, tetapi mungkin orang yang paling cemas adalah dirinya. Dia khawatir Galen kenapa-napa, lebih tepatnya dia tidak ingin pria itu sampai terluka. Dia terdiam di tempatnya, memanjatkan doa kepada Tuhan agar pria itu baik-baik saja, meskipun harus luka, dia berharap Galen hanya mendapat luka ringan yang bisa sembuh dalam satu atau dua hari.

Saat semuanya sudah mulai terdiam, tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing, terdengar suara yang membuat ketiganya seraya menoleh. Pak Manik dan pria yang dia papah di sampingnya akhirnya tiba. Jika Bi Lila dan Sena segera mendekat pada Galen, membantu pria itu untuk bisa masuk ke dalam rumah, maka Nindya hanya terdiam di tempatnya, menjaga jarak terhadap mereka.

Meski dia sangat ingin menyentuh pria itu, namun Nindya lebih takut jika ternyata Galen akan marah jika dia berani menyentuhnya. Maka yang bisa dia lakukan hanyalah melihat pria itu, memperhatikan bagian tubuh Galen yang dilapisi kain putih, tangannya digips dengan tali yang menyambung ke lehernya.

Ntah bagaimana kecelakaan yang menimpa pria itu, namun Nindya dapat menyimpulkan bahwa kecelakaan Galen cukup parah melihat bagaimana kondisi pria itu sekarang.

"Pecahan kacanya parah banget nggak Pak?" tanya Sena, dia mendudukkan Galen di atas tempat tidur ikut membantu Pak Manik.

Pak Manik mengangguk. "Iya, satu kacanya jebol, Mas,"

Sena terkejut, saat diberi kabar oleh Pak Manik bahwa dia berada di rumah sakit untuk menjemput bos besar mereka, pria itu memang belum mendapat penjelasan tentang bagaimana kecelakaan itu terjadi, apa penyebab dan kronologi kejadiannya pun belum sempat Pak Manik jelaskan.

"Sudahlah, kalian semua keluar. Saya pengen istirahat." Ucap Galen menyudahi obrolan mereka tentang kecelakannya ini.

Tubuhnya memang terkena beberapa luka, namun secara keseluruhan dia tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing karena kepalanya terbentur stir mobil. Ntah bagaimana, saat mengemudi tadi, fokusnya tiba-tiba buyar ketika melihat satu pesan yang masuk ke dalam ponselnya yang mengakibatkan dia menabrak pohon besar di pinggir jalan. Lumayan keras, setidaknya mampu membuat kaca mobilnya pecah.

IF ONLY WE MET IN ANOTHER WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang