Another Way: 12

68 7 0
                                    

              Butuh proses yang panjang sampai akhirnya jenazah Atma bisa dipulangkan hingga sekarang sudah berada di rumah duka. Nindya ada di sana, duduk di dekat ayahnya yang terbaring kaku, pria itu tidak lagi hangat seperti biasanya, kali ini ayahnya tidak tersenyum kepadanya seperti yang biasa pria itu lakukan.

Semalam, ketika akhirnya dia bisa mencerna apa yang terjadi. Hal pertama yang seketika terlintas di kepalanya adalah bagaimana dia harus menyampaikan ini kepada ibunya, apa yang akan ibunya katakan, bagaimana reaksi wanita itu nanti, apakah ibunya akan tetap baik-baik saja begitu dia memberi kabar tidak terduga ini?

Malam itu, ketika Galen memberinya kabar kematian ayahnya, Nindya tidak lagi mampu tetap mempertahankan kesadaran dirinya. Semuanya begitu tiba-tiba, dia tidak pernah menduga ini sama sekali. Ayahnya sangat amat sehat ketika kunjungannya terakhir kali. Pria itu bercerita banyak kepadanya, tersenyum kepadanya, memberinya banyak kata-kata untuk tetap bersemangat dan menyakinkannya bahwa mereka akan berkumpul lagi seperti dulu.

Nindya tahu bahwa ayahnya sangat menyayanginya, meski pria itu tidak mengungkapkannya, tetapi Nindya sangat merasakan kasih sayang ayahnya bahkan sejak dulu. Ayahnya selalu mendahulukan segala sesuatu untuknya. Dan ketika ayahnya sudah pergi, meninggalkannya untuk selamanya bersama dengan angan yang seketika pupus, kini dia tidak lagi mampu untuk melakukan apa pun.

Semua proses pemulangan jenazah ayahnya dilakukan oleh Galen, pria itu terus ada bersamanya, menemaninya seolah Galen adalah bagian dari keluarga mereka. Citra tentu bertanya-tanya siapa pria itu, dia seperti pernah melihat Galen, namun tidak jelas dalam ingatannya. Atau kah pria itu dia temui kala mengurus kasus suaminya dulu?

Citra akan mempertanyakannya nanti kepada putrinya, setelah kondisi menjadi jauh lebih baik. Karena untuk saat ini, dia pun sama seperti Nindya, dia kehilangan dengan amat sangat. Suaminya adalah orang yang selalu ada bersamanya sampai pada akhirnya takdir membuat mereka berpisah lalu pria itu ternyata diminta untuk bertemu Tuhan lebih cepat, diwaktu yang sangat tidak dia duga.

Di samping putrinya, dia duduk di sana, menyentuh tubuh suaminya yang sudah dingin. Tangisan tidak kunjung berhenti darinya, dadanya sesak sekali, matanya terasa perih karena air mata yang tak kunjung henti.

Sementara Galen ada di luar, duduk di sebuah kursi yang cukup jauh dari keramaian. Dengan kameja hitamnya dia membaur di sana bersama beberapa pelayat yang hadir. Dia sendiri tidak yakin mengapa dia sampai ada di sana, apa sudah benar yang dia lakukan ini.

Galen menghela nafasnya sebelum memilih berdiri dari duduknya, dia masih perlu mengurus satu hal sebelum memberi instruksi agar Atma segera dikuburkan.

Dia sudah meminta persetujuan kepada Nindya apakah perempuan itu ingin ayahnya diautopsi atau tidak. Yang ternyata perempuan itu menolak, dia tidak lagi mampu jika ayahnya dibelah untuk menjalani prosesi yang teramat panjang bahkan setelah kematiannya. Karena berdasarkan keterangan dokter yang diberikan Galen berupa beberapa dokumen, semuanya sudah jelas di sana bahwa ayahnya meninggal karena serangan jantung.

Ntah apa yang sedang Tuhan siapkan untuknya sampai dia harus menjalani sebuah takdir yang begitu pelik ini.

Galen berjalan masuk ke dalam rumah Nindya yang sempit karena dipenuhi pelayat, matanya bertemu dengan perempuan itu, dia memberi sebuah isyarat yang langsung Nindya pahami. Ini saatnya dia berpisah dengan ayahnya, merelakan ayahnya dimandikan dan dikubur lalu dia tidak akan pernah bertemu lagi untuk selamanya. Sebuah perpisahan yang berlaku selamanya.

Matanya memandangi orang-orang yang mulai mengangkat ayahnya, dibawa ke suatu tempat untuk dimandikan di sana hingga siap untuk dimakamkan. Nindya merangkul ibunya, tangannya terus mengusap punggung wanita yang tak henti bergetar, dia pun sama, mereka menangis bahkan sampai air mata mereka rasanya sudah habis.

IF ONLY WE MET IN ANOTHER WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang