Another Way: 3 (21+)

288 11 2
                                    

                Kepalanya terhuyung ke belakang ketika mendapat toyoran dari pria di depannya. Dia lalu menduduk, tidak berkutik seolah apa yang pria itu tuduhkan padanya memanglah benar, bahwa dia memang telah melakukan kesalahan. Padahal, semua yang Galen tuduhkan kepadanya sama sekali tidak benar. Dia bahkan tidak tau apa-apa tentang itu. Namun apa yang bisa dia lakukan selain diam dan membiarkan Galen melakukan apa saja kepadanya.

Menentang pria itu tidak akan pernah berakhir baik. Malah hanya akan mempersulit segalanya.

"Pelacur! Saya bilang kamu cuman boleh jadi pelacur sama saya bukan ke laki-laki lain. Tolol!" bentaknya penuh kemarahan, Galen menarik rambut perempuan itu membuatnya mengadahkan kepala ke atas karena tarikan rambutnya yang membuatnya meringis pelan.

Nindya menggeleng berkali-kali. "Aku nggak begitu Mas, tadi Evan cuman bantuin aku," ucapnya berusaha menjelaskan yang sebenarnya sudah dia lakukan sejak tadi.

"Pelacur kamu Anindya!" bentaknya sekali lagi lalu melepaskan tarikan di rambut perempuan itu hingga Nindya terhuyung ke belakang, dia berusaha untuk kembali menegakkan tubuhnya.

"Saya sudah bilang ke kamu untuk jangan pernah dekat dengan laki-laki mana pun! Sepertinya kamu rindu dengan gesper saya, iya?" kata Galen nyalang, dia melangkah mendekati perempuan itu lagi. Setiap satu langkahnya mendekat pada Nindya membuat perempuan itu juga mengambil satu langkah mundur.

Nindya menggeleng dengan kuat. "Nggak Mas. Maafin aku Mas...." Ucapnya penuh permohonan, suaranya sudah lirih ketakutan.

Sudah satu bulan yang lalu sejak terakhir kali Galen marah besar sampai memukulnya dengan ikat pinggang. Itu sangat menyakitkan dan dia tidak mau merasakannya lagi. Bahkan hanya dengan membayangkannya membuat dia bergidik ngeri.

Punggungnya membentur dinding di belakang, dia menutup matanya kala merasakan tangan Galen yang menyentuh rahangnya. Pria itu memaksa untuk melihatnya, dengan gerakan pelan, Galen mendekat kepada perempuan itu, membisikkan sesuatu di telinganya. "Saya tidak pernah suka melihat kamu dengan laki-laki lain, Anindya. Dan kali ini kamu melakukan itu." Bisiknya tajam. Setiap kata yang Galen ucapkan nyatanya mampu membuat Nindya merasa nyeri di dalam dadanya.

"Aku nggak begitu Mas, aku nggak ngapa-ngapain sama Eva—"

"Sssstttt. Jangan sebut nama dia kalau kamu masih mau selamat malam ini," Galen menyentuhkan telunjuknya pada bibir perempuan itu, dia tidak ingin mendengar apa pun yang Nindya ucapkan.

Galen masih bisa membayangkannya dengan jelas ketika dia mendapat sebuah kiriman gambar dari Pak Manik yang dia tugaskan hari ini untuk Nindya. Perempuan itu sedang tertawa bersama pria di sampingnya. Tidak hanya mereka berdua sebenarnya, ada satu perempuan lagi. Tetapi yang bisa Galen tangkap hanyalah Nindya tertawa bersama pria lain. Dan dia sangat membencinya, dia tidak suka dan Nindya harus merasakan akibat dari ketidakpatuhannya.

"Malam ini kamu bakal saya ajarin caranya jadi pelacur tetapi hanya untuk saya, bukan ke laki-laki lain!" ucapnya tajam, dengan pandangan mata yang menusuk ke dalam iris perempuan itu.

Nindya tahu akan seperti ini akhirnya ketika dia baru saja tiba di rumah Galen diantar oleh Pak Manik lalu melihat Galen yang melemparkan tatapan membunuh saat dia membuka pintu dan mata mereka bertemu sepersekian detik, dia langsung tahu ada yang salah. Atau lebih tepatnya, dia telah melakukan kesalahan di mata pria itu yang sungguh Nindya pun tidak tahu apa kesalahannya.

"Mas..." lirih Nindya meminta sebuah pertolongan yang dia tahu hanya berakhir sia-sia.

Galen menghabiskan jarak di antara mereka, tangannya membuka satu persatu kancing kameja yang digunakan Nindya, hingga menyisahkan tanktop putih yang membungkus tubuh kurusnya. Galen menariknya hingga benda itu juga ikut terjatuh bersama kameja yang tadi dibukanya.

IF ONLY WE MET IN ANOTHER WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang