Another Way: 15 (21+)

308 15 2
                                    

Nindya menjerit panjang kala dia mendapatkan pelepasannya, tubuhnya seketika melemah, nafasnya menderu keras, berusaha untuk bisa kembali menormalkannya. Sementara pria di atasnya masih ada di sana, masih enggan untuk berpindah posisi. Pria itu hampir sama dengannya, kelelahan dengan nafas yang memburu setelah sex panjang yang mereka lakukan tadi.

              Ketika akhirnya Galen sudah berbaring di sebelahnya, Nindya juga ikut mengubah posisinya menjadi duduk di ranjang sebentar sebelum dia turun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeluarkan isi kantung kemihnya yang terasa sudah sangat penuh yang seharusnya sudah dia lakukan sejak tadi tapi terhalang tubuh Galen yang masih berada di atasnya.

              Begitu keluar, dia kembali memakai pakaiannya, sebuah celana tidur pendek dengan kaos. Dia perlu menyampaikan sesuatu kepada pria itu, tentang sebuah acara di kampusnya yang harus dia hadiri besok pagi, jika Galen belum memberinya izin untuk pulang besok, maka tamatlah riwatnya. Untuk itu dia perlu untuk membangun suasana agar Galen bisa berbaik hati kepadanya.

              Nindya melirik pria itu, Galen berbaring di sana dengan mata tertutup namun dia tahu bahwa pria itu belum tidur. Nindya sedang memutar otaknya berpikir tentang kalimat apa yang harus dia katakan diawal agar Galen bisa memberinya izin.

              "Saya besok ada acara. Kamu boleh pulang besok pagi." Ucap Galen tiba-tiba, ketika mata pria itu terbuka, kedua pasang mata itu lantas bertemu.

              Dan Galen seketika tahu bahwa perempuan itu ternyata sudah menatapnya sejak tadi. Galen mengangkat kedua alisnya, dia mempertanyakan kepada perempuan itu, tentang apa yang ingin dia sampaikan. Karena selalu begitu setiap kali ada yang ingin perempuan itu sampaikan kepadanya.

              Nindya menggeleng pelan. "Iya Mas." Jawabnya atas kalimat yang Galen katakan tadi.

              "Saya juga akan hadir di sana. Papa minta saya buat jadi pembicara."

              Kali ini Nindya terkejut, mulutnya terbuka sedikit dengan kedua alis yang terangkat. Dia langsung paham apa yang Galen maksud meski tidak dengan jelas pria itu sampaikan. Besok memang ada acara seminar kampus dan dia mendapat mandat dari salah satu dosennya untuk menghadiri seminar itu. Wajib. Jika dia tidak datang maka dosen itu tidak akan memberinya nilai. Sialan memang.

              Tapi Nindya tidak pernah menyangka bahwa Galen yang akan menjadi salah satu pembicara di sana. Meski dia tentu masih ingat bahwa kepala universitas tempatnya berkuliah itu adalah ayah Galen.

              "Beneran Mas bakal dateng?" tanya Nindya memastikan, dia tidak cukup percaya dengan apa yang Galen sampaikan. Dia hanya tidak menyangka bahwa pria itu merelakan waktunya untuk hadir di sana. Karena dia tahu betul, Galen tidak begitu suka terlihat. Kebanyakan Galen hanya bekerja di belakang-selain saat sedang sidang-.

              Galen mengangguk, sialnya Nindya kembali mengungkit tentang ini, membuat kekesalannya memuncak lagi. "Iya. Papa maksa." Jawab Galen jengkel.

              Ada sedikit kebahagiaan di dalam hatinya ketika Galen mengatakan pria itu juga akan ada di sana. Nindya masih memiliki beberapa pertanyaan yang ingin dia ajukan kepada pria itu, namun ditahannya, dia tidak ingin mendapat amukan kesal dari Galen.

              "Setelah itu kembali ke sini. Besok kamu nggak ada kuliah, kan?" tanya Galen, pria itu menatapnya, menunggu sebuah jawaban yang sebenarnya sudah dia tahu.

              Nindya mengangguk. "Iya Mas." Ada sebercik kekecewaan dalam hatinya ketika mendengar itu. Karena seharusnya dia bisa langsung pulang ke rumah bertemu ibunya. Tapi jika itu yang Galen inginkan maka dia tidak dapat berbuat apa-apa.

IF ONLY WE MET IN ANOTHER WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang