Another Way: 6 (21+)

178 10 0
                                    

              Bibirnya seketika tersenyum begitu melangkah keluar dari mobil, udara yang terasa berbeda itu masuk ke dalam paru-parunya membuat Nindya merasa begitu bahagia. Dia sudah lama sekali tidak bepergian seperti ini, semenjak hal buruk yang menimpa keluarganya, hal seperti ini sudah tidak lagi terpikirkan untuknya. Bisa makan dalam sehari saja dia sudah sangat bersyukur.

Nindya mengekori Galen yang berada di depannya, menyeret sebuah koper ukuran sedang masuk ke sebuah hotel megah yang mereka tuju. Keduanya akan berada di sana selama dua malam tiga hari. Ntah dalam rangka apa Galen ke sini, pria itu tidak menjelaskannya dan Nindya tentu tidak cukup punya kuasa untuk bisa mempertanyakan itu.

"Saya ada urusan sampai sore, kamu bisa jalan-jalan di sekitaran sini. Jangan terlalu jauh. Saya nggak bisa buang-buang waktu ngurus buat nyariin kamu." Kata Galen cuek, dia hanya sekedar memberi tahu ketika akhirnya mereka sudah masuk di salah satu kamar.

Nindya yang tengah mengintip di balik gorden, ingin melihat pemandangan yang tersaji dari kamarnya seketika menoleh saat mendengar Galen. Dia mengangguk kan kepalanya. "Iya Mas."

"Saya akan hubungi kalau urusan saya sudah hampir selesai, dan kamu sudah harus ada di kamar kalau saya tiba Nindya." Kata Galen lagi, dia mengganti kaos berkerahnya dengan kameja hitam. Kini dia tampak lebih formal.

"Iya Mas." Jawabnya tanpa bantahan, apalagi yang bisa dia jawabkan kepada pria itu. Sangat tidak mungkin baginya jika dia menolak.

"Kamu bisa pesan makan di restoran di bawah untuk makan siang atau kamu bisa makan di luar, terserah kamu." Kini Galen menyisiri rambutnya, membentuknya agar terlihat lebih rapi lalu memasang sepatunya.

"Iya Mas."

"Okey. Saya pergi dulu." Ucapnya terakhir, tanpa benar-benar berbalik berpamitan kepada Nindya. Dia mengucapkan kalimatnya tanpa niat lalu segera melenggang keluar dari kamar tidak menunggu jawaban perempuan itu lagi.

Sementara Nindya, begitu Galen sudah pergi, dia duduk di pinggiran ranjang, sedang memikirkan kemana dia akan pergi. Atau haruskah dia tetap di kamar saja? Tubuhnya lelah dan dia butuh istirahat lebih sebenarnya. Setelah kemarin, begitu pulang dari kampus, dia mengira akan dijemput dan langsung berangkat seperti yang Galen sampaikan itu ternyata batal, mereka baru berangkat pagi tadi sementara malamnya dia kembali harus melayani pria itu karena lagi-lagi Galen sedang dalam suasana hatinya yang tidak baik.

Nindya bahkan masih merasakan sakit di lengan kirinya karena semalam Galen menggenggamnya begitu kuat, seolah pria itu ingin membuatnya remuk. Nindya mengangkat sedikit kaosnya, memar merah yang semalam dia lihat kini berubah menjadi sedikit keunguan, Nindya menghela nafasnya lalu kembali menutup pergelangan tangannya.

-another way-

Tubuhnya terasa lebih segar setelah mandi, dia menghabiskan beberapa menit di sana, berendam dengan air hangat ketika bangun setelah mendapat tidur yang cukup. Sepertinya pilihan untuk tetap di kamar hotel adalah yang terbaik untuknya. Dia membuka pintu kaca yang terhubung langsung dengan balkon, semilir angin seketika menerpa wajahnya karena hotel ini berhadapan langsung dengan pantai dengan air biru sejernih kristal.

Bahkan sekarang sudah hampir pukul empat sore, namun dia belum makan sama sekali. Yang berarti dia telah tidur terlalu lama. Perutnya yang kosong baru meronta untuk minta diisi. Nindya kembali masuk, dia ingin keluar mencari makan tetapi melihat jam yang sudah mulai sore, dia takut jika ternyata Galen akan pulang sebelum dia menyelesaikan makanannya. Maka pilihan yang tepat adalah memesan makanan di bawah dan minta untuk diantarkan ke kamarnya.

IF ONLY WE MET IN ANOTHER WAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang