"Ketika perasaan benar-benar ada di fase cinta. Namun, ternyata tak berbalas."-Impossible Love-
Pesan yang ia kirimkan beberapa jam lalu berbuah hasil. Setelah sekian lama Kieran yang mengawali dan mengajak dirinya bertemu, sekarang ia yang mengajak Kieran untuk menemuinya.
Sudah cukup semuanya ia pendam dan rasakan sendiri, setidaknya di akhir masa SMA mereka, Kieran dapat mengetahui bahwa ada sosok perempuan yang menyimpan rasa untuknya.
Kali ini Kieran benar-benar berbeda, setiap mereka bertemu biasanya selalu Kieran yang datang lebih awal. Sudah tiga puluh menit Aline menunggu kedatangan Kieran yang masih belum datang.
Aline tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya ini. Jika Aline yang mengajak Kieran, jarang sekali Kieran menerima ajakan Aline. Oleh karena itu, Aline sangat antusias meskipun tidak begitu berharap bagaimana keputusan Kieran akhirnya.
Saat Aline hendak mengambil handphone-nya untuk menanyakan posisi Kieran, ia dikejutkan oleh suara yang sangat ia kenal, suara yang tak pernah gagal menggetarkan hati sang dara.
"Hei, udah nunggu lama? Sorry, ya, gue tadi kejebak macet jadi bikin lo nunggu," sesal Kieran.
Aline menyimpan kembali handphone- nya di atas meja dan menatap Kieran diikuti dengan senyuman manisnya. "Gak, kok ..., santai aja gue juga baru sampe. Ayo, duduk dulu, udah gue pesenin minuman, lo suka americano, kan?"
Kieran mengikuti arahan Aline, tak menyadari hal-hal kecil yang Aline harapkan. Sejak awal mengenal Kieran, Aline harusnya tahu dan menanggung risiko yang akan ia alami. Namun, cinta itu mengubah dan membuatnya melupakan konsekuensi yang harus ia terima.
"Lo tau darimana gue suka americano?" tanya Kieran.
Apa yang gak gue tau tentang lo, Kier? Setiap kita ketemu lo selalu beli itu, batin Aline.
"Ngga, nebak aja terus emang gue minta rekomendasi sama baristanya. Syukur, deh, kalo lo emang suka!"
"Iya, juga, sih, americano bukan minuman aneh juga. Oke, jadi tujuan lo ngajak gue ketemu apa?"
Inilah hal yang ia tunggu sekaligus tak mau ia ungkapkan. Ada rasa gengsi yang tersembunyi di lubuk hatinya. Namun, jika Aline tidak mengungkapkan perasaannya ini, kapan ia akan mendapatkan kepastian?
Sudah cukup ia memendam semua perasaannya selama itu, selama tiga tahun semenjak kepindahannya ke sekolah tempat Kieran. Diterima ataupun ditolak, Aline akan mencoba mengikhlaskannya. Meski tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Gue harus ngomong dari mana, Kier?" tanya Aline bingung.
"Kan, lo yang mau ngomong masa bingung sih? Kebiasaan banget kalo mau ngomong mikirnya lama banget, jangan dibiasain, Lin!"
Wajar gak sih gue kayak gitu, siapa yang gak tremor bicara langsung, eye contact sama crush-nya sendiri coba, Kier?
"Yaa, maklumin lah, gue susah hilanginnya, gue usahain biar gak kayak gini terus, janji deh!"
"Gak usah janji sama gue, Lin. Udah, lo mau ngomong apaan sampe ngajak gue kesini?"
Aline duduk gelisah di sudut kafe, memainkan cangkir kopinya yang sudah dingin. Jantungnya berdebar kencang, seakan tak mengikuti irama napasnya yang pendek dan tak beraturan. Tangannya berkeringat meski ruangan itu sejuk, dan ia merasa berat di dadanya setiap kali bayangan Kieran muncul di benaknya. Setiap detik yang berlalu membuat tenggorokannya semakin kering, dan keraguan mulai merayap di pikirannya, mempertanyakan keputusannya untuk mengungkapkan perasaannya.
Dia mencoba menenangkan diri, mengingat semua momen yang telah mereka lalui. Namun, justru itu yang membuatnya semakin gugup. Bagaimana jika Kieran tak merasakan hal yang sama? Bagaimana jika pengakuannya merusak segalanya? Kakinya sedikit gemetar di bawah meja, dan dia bisa merasakan pipinya memanas, hampir yakin wajahnya kini semerah apel. Dia memejamkan mata sejenak, berusaha mengumpulkan keberanian. Namun, semakin lama dia menunggu, semakin besar rasa takut itu membayangi.
"Kalo boleh jujur, gue udah suka sama lo dari lama. Gue gak berharap lo bales perasaan gue atau bahkan jadinya lo kasihanin gue. Cuma, gue mau nenangin semuanya dengan cara ngungkapin semua isi hati gue ke lo."
"Oke, gue rasa cukup segini aja, gue pergi, ya! Minuman lo udah gue bayarin, see you." Aline beranjak dari sofa kafe. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Kieran menahan tangannya agar tidak pergi.
"Ada, apa, Kier? Gue mau pergi udah lepasin!"
"Lo suka sama gue? Sejak kapan?"
Tasikmalaya, 19 oktober 2024
-ToBeContinue
GASS SHARE BIAR RAMEE!
BYEE, SEE U NEXT CHAP!
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Love
Teen Fiction[‼️BUDAYAKAN FOLLOW BEFORE READING‼️] (Based On True Story) Mencintai sendirian sampai akhir perasaannya hilang. Selama tiga tahun menyimpan perasaan untuk Kieran. Aline tidak merasakan respon bahkan kepekaan dari Kieran. Hanya sebatas teman, itulah...