Sabtu pagi yang cerah menyinari dapur kecil Aline. Cahaya matahari hangat menembus jendela, menyinari meja makan yang sudah tertata rapi. Aline, dengan rambutnya yang masih sedikit kusut, berjalan menghampiri ibunya yang sedang sibuk menggoreng telur. Aroma harum masakan pagi memenuhi ruangan.
"Bu, aku bantuin, ya," ucap Aline sambil mengambil piring.
Aline berjalan menghampiri ibunya dengan piring yang ada di tangannya. Semua kekhawatirannya mulai hilang setelah menerima pesan dari Kieran.
"Iya, Sayang, ambilin teh di lemari, ya," jawab ibunya sambil tersenyum.
Aline mengangguk semangat. Ia pun membantu ibunya menyiapkan sarapan. Setelah semuanya siap, mereka duduk di meja makan.
Aline menyiapkan nasi dan lauk untuk ibunya. Sementara ia hanya menuangkan susu hangat pada gelas lalu meminumnya perlahan.
"Aline, kok, cuma minum susu, sih? Nggak mau makan?" tanya ibunya heran.
"Enggak usah, Bu. Aku nggak makan, soalnya nanti mau ketemu Kieran, takutnya malah kekenyangan," jawab Aline sambil tersenyum malu-malu.
Matanya menyipit menatap sang buah hati. "Kieran siapa, Sayang? Kok, ibu gak tau, itu pacar kamu, ya?" tanya Aina penasaran, kali ini ia mulai mengerti alasan Bundanya Kieran penasaran padanya. Hanya dengan menyebutkan nama cukup membuat rasa penasarannya bangkit. Aina juga mengalami hal yang serupa. Penasaran dengan sosok yang sedang dekat dengan anaknya.
"Bukan, Bu, itu cuma partner OSIS. Ngajakin ketemuan kayaknya ada bahasan OSIS yang kelewat
"Nanti, deh, kapan-kapan aku cerita, ya, Bu! Sekarang mau berangkat."
Aina hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Ya, udah, hati-hati, ya, Sayang."
Aline kembali tersenyum dan segera berpamitan pada ibunya. Ia sangat bersemangat untuk bertemu dengan Kieran. Menjauh selama beberapa hari terlalu menyiksa dirinya, kali ini ia harus memanfaatkan keadaan yang ada.•
Kafe mungil dengan dekorasi modern nan nyaman baru saja membuka pintunya untuk pengunjung pertama kali hari itu. Kafe itu berdesain minimalis, dengan perpaduan warna kayu dan sedikit aksen hijau dari tanaman gantung di sudut ruangan. Bau kopi yang baru digiling memenuhi udara, menciptakan suasana hangat meski di luar masih terasa pagi sekali. Aline menatap jam tangannya.
"Pagi banget gue nyampe sini." Ia tersenyum sendiri, merasa sedikit konyol karena terlalu bersemangat bertemu Kieran. Namun, setelah sekian lama mereka berjarak, dia tak bisa menahan rasa penasaran dan rindunya.
Beberapa menit berlalu. Aline sudah memesan segelas teh hangat dan sibuk memainkan ponselnya, berharap-harap cemas Kieran akan muncul tepat waktu. Hingga akhirnya, pintu kaca kafe terbuka, dan sosok yang ia tunggu-tunggu memasuki ruangan.
"Aline," sapa Kieran, sedikit terkejut melihat Aline sudah duduk di sana. "Tumben lo dateng lebih awal dari gue?"
Aline hanya tersenyum, sedikit tersipu. "Nggak sengaja, lagian Sabtu libur, jadi santai," jawabnya.
Kieran tertawa kecil dan mengambil tempat duduk di depannya. Mereka saling bertukar pandang sebentar, keheningan yang tak sepenuhnya canggung mengisi ruang di antara mereka. Seolah tak perlu banyak kata, tapi tetap ada rasa kaku setelah sekian lama mereka tak saling bertemu.
"Lo udah nyobain menu di sini?" Kieran memecah kesunyian.
Aline menggeleng. "Baru pesen teh doang. Tapi kayaknya menu sarapan mereka enak. Gue belom sarapan juga soalnya." Kieran melihat-lihat menu sebentar. "Mau sarapan bareng?" tanyanya. Aline mengangguk, dan mereka memesan pancake serta kopi untuk Kieran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Love
Teen Fiction[‼️BUDAYAKAN FOLLOW BEFORE READING‼️] (Based On True Story) Mencintai sendirian sampai akhir perasaannya hilang. Selama tiga tahun menyimpan perasaan untuk Kieran. Aline tidak merasakan respon bahkan kepekaan dari Kieran. Hanya sebatas teman, itulah...