Hari itu, suasana sekolah mendadak heboh sejak pagi. Di papan pengumuman, terpampang besar-besar tulisan,“OSIS akan Open Recruitment (Oprec) Secepatnya!” Desas-desus ini cepat menyebar ke setiap sudut sekolah, membuat semua siswa berbicara tentang peluang dan tantangan bergabung dalam organisasi bergengsi tersebut. Aline, yang biasanya tak terlalu memikirkan urusan OSIS, diam-diam merasa penasaran. Meskipun begitu, ia berusaha tetap tenang dan fokus pada jadwalnya yang padat.
Bel pulang sekolah berbunyi, dan Aline merapikan buku-bukunya, bersiap meninggalkan kelas. Tiba-tiba, Amara—si ketua OSIS yang dikenal cerdas dan berwibawa—muncul di hadapannya. Dengan senyum ramah, Amara berkata, "Aline, ada waktu nggak abis ini? Aku pengen ngobrol bentar. Kita ke kafe di depan sekolah aja, gimana?”
Aline mengangguk, tak bisa menolak ajakan Amara. Lagi pula, siapa yang tidak akan merasa tersanjung diajak bicara oleh ketua OSIS? Apalagi kalau sampai dia mengajaknya ngopi bersama, pasti ada hal penting yang ingin disampaikan.
Di kafe itu, mereka memesan minuman, dan Amara langsung masuk ke topik utama. “Jadi gini, Aline. Aku ngerasa kamu cocok banget buat masuk OSIS." Amara berkata dengan nada yakin. "Aku ngeliat kamu punya potensi, apalagi waktu kamu bantu guru di kelas beberapa waktu lalu. Di OSIS, kita butuh orang yang teliti, proaktif, dan nggak ragu untuk bantu orang lain kayak kamu."
Aline terdiam, agak kaget mendengar hal ini. OSIS bukanlah sesuatu yang pernah ada di pikirannya selama ini. “Aku? OSIS? Tapi … aku nggak punya pengalaman apa-apa, Ra,” jawab Aline ragu.
Amara tertawa kecil sambil menyilangkan kedua lengannya di atas meja. “Tenang aja. Nggak perlu pengalaman segudang buat masuk OSIS. Aku sama anak-anak OSIS lain justru pengen kamu bisa berkembang bareng-bareng di dalam organisasi ini. Belajar sambil jalan. Apalagi, aku yakin kamu bakal bisa adaptasi dengan cepat. Kamu punya modal yang bagus.”
Aline menghela napas, mempertimbangkan ucapan Amara. "Tapi, bukannya di OSIS itu banyak banget aturan dan tanggung jawabnya?”
"Iya, emang, tapi bukan berarti kamu harus ngelepas sisi diri kamu yang fun. Kita justru butuh lebih banyak orang yang bisa menjaga keseimbangan antara serius sama santai,” Amara menjawab, mengedipkan mata. "Lagian, ada Kieran juga yang udah setuju buat ikut bantuin seleksi kandidat."
Mendengar nama Kieran disebut, Aline hanya mengangguk pelan. Kieran, wakil ketua OSIS yang terkenal dingin dan sering berperilaku seperti tak peduli, memang jarang terlihat bersikap ramah. Ada gosip kalau ia sering bersikap sinis sama orang-orang yang baru di lingkungannya. Namun, Aline merasa penasaran dengan sosok di balik sikap tsundere Kieran yang selalu menjaga jarak dari orang lain.
Amara melanjutkan, “Pokoknya, kamu nggak perlu khawatir. Kita nggak akan ngelupain siapa diri kamu. Semua anggota OSIS punya keunikan masing-masing, dan aku yakin kamu bisa membawa warna baru di sini. Jadi, gimana? Kamu tertarik buat ikut OSIS?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Love
Teen Fiction[‼️BUDAYAKAN FOLLOW BEFORE READING‼️] (Based On True Story) Mencintai sendirian sampai akhir perasaannya hilang. Selama tiga tahun menyimpan perasaan untuk Kieran. Aline tidak merasakan respon bahkan kepekaan dari Kieran. Hanya sebatas teman, itulah...