Sejak pertemuan mereka di kafe, hubungan Aline dan Kieran terasa semakin dekat. Setiap hari, mereka saling berbicara lebih banyak, bahkan melampaui sekadar obrolan tentang sekolah. Kieran, yang sebelumnya hanya teman sekelas biasa, kini menjadi sosok yang selalu ada di setiap jam istirahat, di setiap sudut pikirannya.
Hari itu, setelah kelas berakhir, Aline duduk di taman sekolah seperti biasa, mengerjakan tugas sambil menikmati udara segar. Tidak lama setelah itu, Kieran muncul, membawa segelas es teh manis yang menjadi ciri khas barunya setiap kali ia menemui Aline di kantin.
“Ada yang bisa gue bantu?” tanya Kieran sambil duduk di sebelah Aline. Ia menaruh gelas itu di atas meja dan menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai.
Aline tersenyum tipis. “Gue nggak tau. Kayaknya gue yang harus nanya itu ke lo.” Ia melirik Kieran yang tampaknya sudah terbiasa dengan kedekatan mereka. Sejak pertemuan terakhir, sikap Kieran memang semakin perhatian. Mulai dari menanyakan keadaan Aline, mengirimkan pesan kecil di luar jam sekolah, hingga menawarkan bantuan di saat-saat yang tidak terduga.
Kieran tertawa, lalu menggigit sedotan es teh. “Lo yang serius, dong. Gue juga bingung, harus apa lagi sama lo. Kayaknya semua udah gue lakuin, deh.” Kata-kata Kieran selalu terdengar ringan, tetapi Aline tahu ada sedikit kehangatan dalam nada suaranya.
“Apa lo nggak capek jadi orang baik?” Aline terkadang bertanya-tanya, mengapa Kieran selalu bisa menjadi begitu perhatian, tanpa ada tanda-tanda kelelahan atau kebosanan.
Kieran meliriknya dan tertawa. “Capek, sih, nggak, asal lo nggak terlalu bikin gue mikir berat.” Ia tersenyum santai, seolah mengatakan semuanya hanya sebatas candaan, meskipun Aline bisa merasakan bahwa kata-kata itu memiliki makna lebih.
•
Pada malam harinya, Aline duduk di kamarnya, membuka buku catatan favoritnya. Ia menulis beberapa kalimat yang terlintas dalam pikirannya.
Kenapa rasanya berbeda sejak Kieran mulai lebih perhatian? Apa cuma gue yang kebawa perasaan atau dia emang punya perasaan yang lebih?
Aline berhenti sejenak, menatap kalimat yang baru saja ditulis. Keinginan untuk berbicara langsung dengan Kieran menggelora di dalam hati, tetapi ia sadar bahwa perasaannya mungkin lebih rumit dari yang dia kira. Ia lalu membuka pesan di ponselnya dan tanpa ragu menghubungi Kieran.
"Halo?"
"Hai, Lin. Lagi ngapain?" suara Kieran terdengar santai, namun Aline bisa merasakan ada kehangatan di baliknya.
"Enggak, gue cuma lagi bingung aja. Lo di mana?" Aline mencoba mengalihkan pikiran yang mulai kacau.
"Ada di rumah. Lagi santai aja. Lo sendiri?" Kieran sepertinya selalu punya cara untuk membuat percakapan terasa ringan dan natural.
"Ya, sama. Lagi mikirin hal-hal aneh, deh," jawab Aline sambil tertawa kecil. "Ngomong-ngomong, lo pernah nggak ngerasa kalau ada orang yang terlalu baik sama lo, sampe bikin lo bingung sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Love
Teen Fiction[‼️BUDAYAKAN FOLLOW BEFORE READING‼️] (Based On True Story) Mencintai sendirian sampai akhir perasaannya hilang. Selama tiga tahun menyimpan perasaan untuk Kieran. Aline tidak merasakan respon bahkan kepekaan dari Kieran. Hanya sebatas teman, itulah...