IL 06 - Semakin Perhatian

21 11 10
                                    

Setelah pesan singkat dari Kieran muncul di layar ponselnya, Aline merasa sedikit bingung. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Mungkin ini hanya cara Kieran untuk membuat Aline merasa lebih baik setelah kejadian kemarin. Namun, Aline tidak bisa menolak ajakan itu. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri, dan siapa tahu, Kieran mungkin bisa memberinya perspektif baru.

Pukul sebelas pagi, ponsel Aline berdering lagi. Kali ini, Kieran sudah berada di depan rumahnya, siap menjemput.

Kieran waketos
[Lin, siap-siap gue jemput. Kita ngopi sekalian free talk. Jangan lama-lama, gue nunggu]

Aline mengangguk kecil, meskipun tidak ada yang melihatnya, lalu segera menyambar jaket dan keluar menuju mobil Kieran.

Sesampainya di luar, Aline melihat mobil Kieran sudah terparkir dengan kaca hitam mengkilap. Kieran duduk di kursi pengemudi, dengan tatapan tenang yang selalu membuat Aline merasa sedikit gugup. Saat melihatnya, Kieran hanya memberi anggukan pelan, membuka pintu mobil untuknya.

Aline masuk ke mobil, melepaskan napas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang sedikit berdebar. Begitu mobil melaju, suasana menjadi sedikit hening, hanya terdengar suara mesin yang melaju lancar. Kieran tampaknya tidak terburu-buru, dia mengemudi dengan santai, memberi Aline ruang untuk berbicara.

"Lo kenapa, Lin?" Kieran memecah keheningan dengan pertanyaan yang membuat Aline sedikit terkejut. "Maksud gue, kok, lo keliatan beda dari kemarin? Kayak ada yang aneh gitu."

Aline menarik napas dalam-dalam, menatap keluar jendela sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Agak gak mood dikit, tapi gak tau juga, Kier, perasaan gue lagi gak stabil. Gara-gara pas gak hadir rapat di OSIS, mereka ngomong gitu, deh, bilang gue masuk OSIS cuma buat deketin lo."

Kieran terdiam sejenak, seolah memproses apa yang Aline katakan. "Mereka bilang gitu?" tanyanya lagi, kali ini suara Kieran terdengar lebih berat.

Aline mengangguk, sedikit cemas. "Iya, mereka bilang gue cuma cari perhatian lo, padahal gue nggak kayak gitu."

Kieran menghela napas, matanya tetap fokus pada jalan, meskipun nada suaranya lebih lembut. "Lin, gue gak ngerti kenapa mereka bisa mikir kayak gitu. Gue ngajak lo masuk OSIS karena gue tahu lo bisa bantu banyak, bukan karena gue mau ngasih perhatian lebih atau apa." Kieran mengerutkan kening. "Mereka nggak tahu apa-apa soal niat lo yang sebenarnya."

Aline menunduk, merasakan sedikit kelegaan mendengar penjelasan Kieran. Namun, masih ada rasa sakit yang tersisa. "Gue gak tau, deh, Kier. Ada aja ada orang yang mikir kayak gitu. Gue cuma pengen belajar, cari pengalaman, terus memanfaatkan hobi gue. Gak ada maksud lain."

Kieran mendengar penjelasan itu dan kemudian mengalihkan pandangannya ke Aline, memberikan senyum lembut. "Lo tau, kan, ada orang yang cuma ngerti apa yang keliatan aja. Mereka nggak tau proses atau perjuangan yang lo jalani. Tapi lo nggak perlu khawatir soal itu. Gue tahu lo nggak kaya yang mereka pikirin."

Aline menatap Kieran sejenak, terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. "Makasih, Kier. Tapi, kadang ... gue juga bingung, kenapa mereka bisa nganggep gue kayak gitu."

Kieran mengangguk, lalu kembali melanjutkan perjalanan mereka. "Kadang orang cuma liar dari luar. Mereka nggak tahu apa yang ada di dalam. Jangan terlalu dipikirin, Lin."

Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya Kieran kembali bersuara. "Eh, by the way suara lo bagus, gue pikir lo bisa coba ikut ekskul seni. Kayaknya itu bakal seru buat lo."

Aline terdiam mendengar saran itu. "Ekskul seni?" Aline mengernyitkan dahi. "Emang ada ekskul seni di SMAN kita?"

Kieran tersenyum tipis, terlihat agak bangga. "Iya, lo cocok banget. Gue yakin suara lo bakal keren banget kalo ikut."

Impossible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang