IL 08 - Sama-sama Denial

32 17 17
                                    

hai hai haii, welcome back to my story
tinggalin jejak, ya!

Aline duduk di kursinya di kelas, jari-jarinya bergoyang pelan di atas meja. Matanya tertuju ke luar jendela, meskipun pandangannya tidak fokus. Pikirannya melayang jauh, mengingat beberapa minggu terakhir yang penuh dengan kebingungannya sendiri. Setiap kali dia bertemu Kieran, hatinya selalu berdebar lebih cepat dari biasanya. Itu bukan hanya karena mereka bekerja bersama di OSIS. Tidak, perasaan itu terasa berbeda. Terlalu berbeda.

Hari ini Liora tidak masuk kelas, itu sebabnya Aline kebingungan harus bercerita pada siapa. Perkara kejadian kemarin membuat otaknya tak letih berpikir. Bunda Kieran menanyakan dirinya penasaran, padahal Aline dan Kieran bukanlah sahabat atau mempunyai hubungan lebih. Mungkin lebih tepatnya, Aline yang menyimpan perasaan lebih pada Kieran.

"Kenapa, sih, gue bisa kepikiran terus tentang dia?" Aline bergumam pelan, mencoba menenangkan diri. Dia tahu ini tidak seharusnya terjadi. Kieran tidak mungkin melihatnya lebih dari teman biasa. Ia sadar, Kieran itu tipe orang yang selalu dikelilingi banyak orang. Terlalu banyak orang, dan Aline hanya salah satu dari sekian banyak yang kebetulan berada di dekatnya. Tidak lebih dari itu.

Semakin ia mencoba untuk meyakinkan dirinya, semakin ia merasa terjebak dalam pikirannya sendiri. Setiap kali dia melihat Kieran berbicara dengan orang lain, hatinya cemas. Perasaan Aline semakin tidak jelas, banyak hal yang mengganjal hatinya. Pikiran Aline benar-benar bingung dengan yang ia rasakan sekarang. Cemburu pada orang yang bukan siapa-siapanya. Terkadang ia ingin menyangkal apa yang sedang dirasakannya. Namun, perasaan yang selalu muncul setiap kali dia melihatnya, itu tidak bisa dipungkiri.

Haura datang dan menghampirinya, melihat Aline terlihat gelisah ia penasaran. Melihat bangku Liora yang kosong, ia segera menempatinya.

"Lo kenapa, Lin? Kayak banyak pikiran banget, nyesel masuk OSIS?" tanya Haura memulai.

Suara pertanyaan Haura masuk terdengar oleh telinga Aline. Kepalanya menghadap ke arah Haura, memastikan itu memang Haura. "Nggak, gue cuma lagi bingung aja. Gue mau nanya sesuatu, boleh, kan?"

Tidak ada pilihan lain, menunggu Liora datang itu tidak mungkin, sudah jelas bahwa hari ini dia izin tidak masuk sekolah. Haura bukan orang jahat yang akan membocorkan rahasianya, jadi ia memilih untuk bercerita.

"Boleh, mau nanya apaan emang?"

Aline mulai menceritakan kegelisahannya satu persatu. Hanya saja, ia tidak menyebutkan nama Kieran saat bercerita. Ia yakin, Kieran memiliki banyak penggemar dan mungkin salah satunya adalah Haura.

Sama seperti Liora, Haura juga ternyata antusias mendengarkan apa yang Aline ceritakan. Awalnya Aline mengira Haura akan memandang sebelah mata karena rumor jelek yang beredar di setiap penjuru sekolah tentangnya.

Sementara itu, di luar sana, Kieran sedang berdiri di dekat pintu aula OSIS, matanya tertuju pada layar ponselnya. Pesan-pesan masuk, sebagian dari teman-teman OSIS yang ingin berdiskusi tentang agenda acara yang akan datang. Namun, pikirannya jauh dari itu. Kieran merasa ada yang berbeda. Terutama dengan Aline.

Setiap kali dia berbicara dengan Aline, ada sesuatu yang lebih dalam yang terasa, sesuatu yang membuatnya berbeda dibandingkan berbicara dengan orang lain. Ketika dia membantu Aline dalam tugas OSIS atau sekadar bertanya tentang bagaimana kabarnya, perasaannya berbeda. Seperti ada ikatan yang tidak bisa dia jelaskan. Tapi, dia terus menolaknya.

Impossible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang