Sejak perform Aline dan Kieran di acara workshop membuat para fans Kieran panas. Banyak yang memojokan Aline bahkan menjelek-jelekan nama Aline. Setiap langkahnya di sekolah kini ocehan yang selalu ia dengar.
Aline menahan napas sesaat, menatap tajam ke arah perempuan di depannya yang tersenyum sinis sambil mengusap dagunya. "Lo masuk OSIS cuma mau deket Kieran, ya? Kok, gak bener sih niatnya."
Perempuan itu, bersama beberapa anggota OSIS lain, mendekati Aline dengan langkah mantap, seolah menunggu reaksi dari Aline yang baru bergabung. Ia hanya bisa terdiam, menahan diri untuk tidak menunjukkan perasaan terganggunya. Sejak awal, ia tidak pernah berpikir bahwa bergabung dengan OSIS akan mengundang kecurigaan semacam ini. Apalagi, keputusan untuk bergabung pun sebenarnya lebih karena ajakan Kieran yang menawarkan kesempatan padanya. Sayangnya, hal itu justru dianggap sebagai bukti bahwa ia memanfaatkan kedekatan mereka demi keuntungan pribadi.
"Eh, iya, bener tuh," sambung salah satu dari mereka sambil tertawa kecil, nada suara yang menyindir tajam. "Dari dulu gak ada yang bisa deket sama Kieran, eh, tiba-tiba aja dia ngerekrut anak baru. Spesial banget, ya?"
Aline tetap berusaha tenang dan memasang wajah datar, walaupun sebenarnya dalam hati ia merasakan gelombang emosi yang cukup besar. Semakin lama berada di situ, semakin kuat pula rasa tidak nyaman yang muncul, seolah pandangan mereka terus menghakiminya.
"Jangan diem aja, dong, Lin. Masa gak mau bawa sesuatu buat teman-teman di sini? Biasanya anak baru yang baik itu bawa oleh-oleh, tau,” kata seseorang dengan nada bercanda dan penuh sindiran.
Aline menelan ludah, mencoba untuk menghindari konflik langsung. Tidak pernah ada yang memberitahunya soal tradisi semacam itu, apalagi ia baru beberapa kali ikut dalam rapat OSIS. Bahkan, sejauh ini Kieran yang mengundangnya untuk terlibat, dan tidak ada niat tersembunyi sama sekali dalam keputusannya.
"Oh, maaf, ya, kalau gak tau soal itu. Tapi lain kali gue bakal bawa, kok," jawab Aline, berusaha tetap sopan.
Namun, jawaban itu malah mengundang tawa dari beberapa anggota. Salah satu dari mereka bahkan berbisik keras, “Lain kali? Gak usah sok ramah deh, kita tau, kok, maksud lo sebenarnya.”
Aline semakin merasa kecil di tengah keheningan yang diwarnai dengan tatapan tajam dari semua yang ada di ruangan itu. Ia hanya ingin bergabung untuk belajar, membantu, dan menjadi lebih aktif di sekolah, bukan untuk mencari perhatian atau mendapat perlakuan khusus dari siapa pun. Namun, semua perasaannya tampak tidak berguna di tengah pandangan skeptis mereka.
Salah seorang anggota lainnya, dengan senyum mengejek, berbisik lagi, “Pantesan bisa cepet masuk OSIS, ternyata ngincernya Kieran, ya?”
Aline tidak tahan lagi. Tanpa sepatah kata, ia mengambil tasnya dan melangkah keluar ruangan, merasa terpojok. Dadanya terasa sesak dengan berbagai emosi yang bercampur aduk antara marah, bingung, dan kecewa. Sambil berjalan keluar dari gedung sekolah, ia memikirkan semua kejadian tadi, bertanya-tanya apakah memang keputusannya untuk bergabung dengan OSIS adalah langkah yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible Love
Teen Fiction[‼️BUDAYAKAN FOLLOW BEFORE READING‼️] (Based On True Story) Mencintai sendirian sampai akhir perasaannya hilang. Selama tiga tahun menyimpan perasaan untuk Kieran. Aline tidak merasakan respon bahkan kepekaan dari Kieran. Hanya sebatas teman, itulah...