𝗦𝗲𝘁𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗱𝗮𝘀𝗮𝗻 (7)

35 6 2
                                    



𝗦𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗼𝗴𝗮 𝘀𝘂𝗸𝗮 ((o(*>ω<*)o))

Kyiek kyiek kyiek...

"Tadaa!!"

"Heeh?? Inikah mahluk warna warni itu!??" ucap Taufan sambil mengelus kepala ayam milik Blaze.

"Ho'oh.. Biar bila dah besar bisa di goreng." Blaze ikut jongkok di sebelah Taufan.

"Ouhh gitu." Taufan ngangguk ngangguk.

"Emang boleh ya? Pelihara ayam seperti ini? Ngga di sita?" Taufan berucap serius, menghadap Blaze.

"Ga mungkin di sita, lagian ini cuma ayam, saat malam aku taruh di kebun pondok ini." –Blaze.

"Di makan kucing, mampus kau." –Taufan.

"Beli lagi."

"Dih, kebanyakan uang."

⬤  ⬤  ⬤






Saat jam menunjukkan tepat pukul 4 sore, semua santri selesai melaksanakan sholat ashar, di lanjutkan mengaji kitab.

Disini Taufan sedang menyimak dengan baik materi yang di sampaikan oleh guru. Sedangkan Blaze, turu.

Tak lama, seseorang menghampiri Blaze yang asik dengan dunia per mimpi nya. Seseorang itu menepuk pundak Blaze.

"Haa!" tentu saja Blaze terkejut.

"Sttt!!" seseorang itu memukul lengan Blaze, karena teriakan nya mengundang semua santri untuk melihat nya. Malu lahh, diliatin anak banyak...

"Duh Kak, ngapain disini??" Blaze mengusap usap lengan nya yang lumayan nyeri.

"Blaze, dengerin aku. Kamu di suruh sama tukang masak menggantikan pekerjaan nya, jadi... sekarang kamu ajak kira kira enam anak untuk pergi memasak." Ucap Halilintar memelankan suara nya, karena pelajaran 𝘕𝘢𝘩𝘸𝘶 masih berlangsung.

"Ko aku kak?? Aku kan g bisa masak." Blaze mengernyitkan dahinya.

"Halahh, masak apa apalah, yang penting kita semua makan, toh cuma asrama satu yang kamu buatin makanan." Ucap Hali.

"Emang tukang masak nya kemana?" tanya Blaze, ia masih tidak ingin memasak.

"Mereka ga bisa masak untuk hari ini, sampai lusa, semua pulang kampung. Udah lah, sekarang ya, kamu ke ruang masak." Halilintar pergi  meninggalkan Blaze yang masih dengan wajah kusut nya.

"Kenapa, Blaze?" Taufan yang sedari tadi hanya menyimak, akhir nya ia menoleh ke arah Blaze yang selesai berbicara penting dengan Kakak nya.

"Aku di suruh masak sama tukang masak." Blaze berbicara masih dengan muka kusut nya.

"Ya udah. Masak aja."

"Masalah nya, aku g bisa masak, Taufaann." Blaze bersedekap dada.

"Ku temenin."

"Bener?" Blaze menoleh.

"Iyalah."

"Okee, yuk izin ke pak ustadz," ajak Blaze.




🔥🔥🔥




Sesampai nya di ruang makan, mereka ber tujuh– Taufan dan Blaze juga terhitung. Semua mempersiapkan bahan bahan masakan, beruntung anak yang dipilih oleh Blaze, lumayan pintar memasak.

𝙋𝙤𝙣𝙙𝙤𝙠 𝙋𝙚𝙨𝙖𝙣𝙩𝙧𝙚𝙣 𝘼𝙡 𝘼𝙢𝙞𝙣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang