✭
✭
✭𝗦𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗼𝗴𝗮 𝘀𝘂𝗸𝗮 ((o(*>ω<*)o))
Tiga hari kemudian, Taufan telah sembuh dari penyakit demam nya, Solar yang diduga pelaku penyebab semua ini pun, dimarahi habis habisan oleh sang ketua keamanan–Halilintar, karena seharusnya, sebelum menghukum seseorang, harusnya bertanya tanya kepada ketua dulu, baru bisa menghukum.
Ya sudah kalau sudah terlanjur.
Sekarang anak nya, ada di luar pondok–membeli sesuatu ke toko PLS, dengan di temani Blaze yang sekarang duduk di kursi depan toko tersebut.
Tak lama kemudian, suara adzan terdengar sampai ke telinga Blaze, ia segera berdiri dan melihat sekilas pondok nya.
'𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘈𝘴𝘩𝘢𝘳? 𝘈𝘭𝘢𝘩 𝘨𝘢𝘱𝘢𝘱𝘢, 𝘭𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘻𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘫𝘢𝘮 𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘴𝘰𝘳𝘦' gumam Blaze, ia kemudian duduk kembali.
Lima menit kemudian, seseorang muncul dari balik pintu bercat putih, menampakkan seseorang yang membawa setumpuk buku tulis.
"Sini, ku bawain.." saat Blaze menawarkan diri untuk membawa semua buku itu, Taufan menggelengkan kepala nya cepat, ia meminta agar di bagi saja.
Blaze menyusul langkah Taufan, yang tadi nya tertinggal, kini Blaze berada di samping Taufan.
Taufan di suruh Halilintar untuk membeli satu pack buku tulis, yang Taufan tidak tau itu untuk apa. Taufan sebenarnya tidak di perbolehkan keluar pondok terlebih dahulu, karena dia baru saja sembuh dari sakit nya, tapi Taufan bilang:
"Bosan disini, mending jalan keluar pondok"
Jadinya, Gempa memperbolehkan nya. Asal kembali tepat waktu–tidak seperti hari sebelumnya.
Sesampainya mereka di dalam kamar Halilintar, mereka menaruh buku, hendak berjalan ke ruang kamar nya.
"Mau kemana?? Nanti ada Ice di kamar, kita sholat Ashar nya disini aja." Taufan mengeryitkan dahi nya.
"Huh? Kenapa?"
"Kita kan izin nya ke Kak Gempa doang, takut nya Ice mengira kita kabur." Blaze melepas cekalan tangan nya dari memegang lengan tangan Taufan.
"Tinggal ngomong kalau kita sudah izin kan? Beress." Blaze menggeleng dengan cepat.
"Males debat, kalo kamu mau kembali, kembali aja, aku mau sholat disini," Blaze melangkah keluar–mengambil air wudhu.
"Ikutt" Taufan mengekori Blaze.
"Ouh.. Dasar!"
Setelah mengambil air wudhu, Blaze lebih dulu masuk ke kamar Hali, ia mengambil peci hitam milik kamar, lalu menata tempat untuk ia sholat.
Tak lama kemudian, Taufan masuk setelah mengucapkan salam, ia nyengir saat melihat Blaze yang sudah sujud. Ia melangkah perlahan, mendekati Blaze yang sudah bangun dari sujud nya.
Taufan menatap ke arah wajah Blaze yang sudah menahan tawanya, Taufan membuat wajah yang–
𝘒𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘢𝘣𝘴𝘵𝘳𝘢𝘬 𝘨𝘪𝘵𝘶, 𝘣𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘯𝘺𝘢.
Membuat Blaze menutup matanya agar tidak bisa melihat Taufan yang sedang menggoda nya.
"Hahaha, Blaze! Oi Blaze! Muka mu lucu amat" ga bohong Taufan, wajah Blaze memang sangat lucu ketika menahan tawanya.
.
.
.
"Taufan!!," Blaze sudah menyelesaikan sholat nya, kini ia ganti ingin menggoda Taufan, tetapi... Ada hal janggal mengenai Taufan.
"Fan, lo ga salah kiblat kan??"
"..."
"Lho Fan?? Beneran, lo hadap selatan!" 😭
"..." Taufan melanjutkan gerakan ruku' nya.
"Weh Fan, batal Fan, batall! Lo salah kiblaat!"
Taufan yang kini hendak bangkit dari ruku'nya, ia berpikir sejenak, bahwa ucapan Blaze kayak ada benarnya. Saat Taufan ingin melanjutkan sholat nya, tiba tiba.. sarung milik nya melorot.
"Blazeee!!!"
Taufan segera membenarkan sarung milik nya yang sudah ada di bawah kaki nya, ia yang hendak memarahi Blaze, tetapi..
"Lihatt itu, lihatt!, kau salah kiblat TAUFAN" Blaze sudah tersulut emosi dari tadi memang, Taufan anak nya ngeyel banget sii.
"Bener Blaze, kau yang salahh"
"Dari tahun dahulu, memang kalo sholat arah nya ke Barat, hadap sanaa" Blaze menunjuk arah pintu berada.
"Iyakah?" masih bingung Taufan nya.
"Huh, sudah lah, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘱 𝘮𝘶 (terserah kamu)"
Sudahlah, akhirnya Taufan sholat menghadap yang di beritahu Blaze tadi. MEMANG SEHARUSNYA DARI TADI GITU TAUFAAN.
Gak tau mau gimana lagi, Blaze yang selesai sholat, cuma duduk di samping Taufan, sambil ngelihatin muka Taufan yang senyam senyum karna Blaze mendongak kan kepalanya saat Taufan sedang ruku'.
Ini Taufan ngulang lagi ya, sholat nya.
"Kak kak, kak, kak, kaak Lii" Taufan menatap kehadiran Halilintar.
"Hm?"
"Muka nya ga usah kayak gitu juga kali, kak." Halilintar hanya melirik sekilas ke arah Taufan. Malas juga ninggalin nya.
Semua santri mulai berhamburan masuk ke kamar, semua mata tertuju pada dua mahluk yang tak diundang.
"Kak, kak, kiblat itu, kemana?" Taufan menatap Halilintar yang tak kunjung duduk, masih mondar mandir dia nya.
"Yaa, ga kemana mana, emang mau kemana?" jawab nya sanguat malas. Blaze tertawa akan jawaban Hali.
"Ck, maksud nya hadap mana?" Halilintar manggut manggut, mulut nya berbentuk 'o'
"Ya hadap ke barat adik kuu..." Taufan menatap kakak nya dengan tatapan men datar.
"Ngadep pintu." Seakan Hali paham dengan tatapan Taufan.
"Bener kan, ucapan ku" Blaze bersuara.
.
.
.
Tepat pukul 11 malam, semua teman teman Taufan berhamburan masuk ke dalam kamar masing masing, tenaga mereka memang terkuras habis, setelah mengaji sambil nahan ngantuk.
Taufan malah. Tiduran di karpet paliiiing belakang, di sebelah nya ada Blaze yang tiduran gaya duduk, juga ada air liur nya yang mengalir dari sudut bibir nya.
Sudah biasa teman temanya melihat pemandangan itu.
Kalau kalian nanya, dimana ustad atau pengawas nya? Dan kenapa ngga ngawasin?
Yaa karena sudah hampir menjelang tengah malam, semua memaklumi nya, ustad yang ngajar nya aja sampe nguap nguap gitu, jadii masa murid nya ga boleh ngantuk, yekaan.
Taufan, begitu juga dengan Blaze, berjalan dengan sempoyongan menuju kamar nya, mereka berdua menata niat, selesai ngaji–nata niat puasa–juga natain bantal bantal–terus turu.
Setelah beberapa jam, terdengar lah, suara pintu yang di gedor gedor, seorang keamanan yang berkeliling untuk membangunkan anak sahur.
𝗞𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝗮𝗻 𝗴𝗮 𝘀𝗶𝗵, 𝗻𝗴𝗶𝗹𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂??
Hehe, maapiiin😙
Jan lupaa, Vote nya doongg...
👇🏻😊💕✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙋𝙤𝙣𝙙𝙤𝙠 𝙋𝙚𝙨𝙖𝙣𝙩𝙧𝙚𝙣 𝘼𝙡 𝘼𝙢𝙞𝙣
AcakSeorang anak laki laki yang berusaha membujuk ayah nya, agar ia di masukkan ke dalam sebuah pondok terbesar di pulau Rintis. Sebenarnya ia hanya kesepian tidak memiliki teman di rumah, karena teman nya berada di pondok itu. Ia yang bernama Taufan...