memory loss

113 10 2
                                    

-Mom-

Hari ini jadwal Anindyta tampaknya sangat padat, yang mengharuskan dirinya bangun lebih pagi dari biasanya. Anindyta sedang sibuk bergulat di dapur. Menyiapkan makanan untuk dirinya dan beberapa orang lainnya

"Pagi kak?" Sapa seorang wanita yang baru saja memasuki dapur

"Ah, pagi Zil" Ucap Anindyta dengan spontan

"Kak, ini aku. Anggita"

"Ah Anggita ya? tunggu dulu. Anggita?"

Anggita mengangguk "Kakak melupakanku? jahat sekali. Padahal kita hanya beberapa hari tidak bertemu. Dan kakak melupakan ku?" Anggita merasa sedikit aneh dengan sikap sang kakak pagi ini

Beberapa hari yang lalu memang Anindyta tidak berada di rumah. Dirinya sedang melakukan pemotretan di US untuk cover majalahnya yang akan datang

"Ah Anggita ya? kakak hanya bercanda. Mana mungkin kakak melupakanmu"

Anggita mengangguk. Meletakkan tangannya pada pundak Anindyta

"Aku sangat bersyukur memiliki mu. Jadilah dirimu sendiri, jangan terlalu lelah. Jangan memaksakan dirimu untuk terus bekerja, itu bisa merusak kesehatan"

"Aku sudah memikirkan diriku sendiri"

"Apa buktinya?"

Anindyta berpikir sejenak. Sejak sang Bunda dan Ayahnya meninggalkan mereka. Ia putus sekolah. Bekerja di sebuah cafe. Membesarkan ke enam adiknya sendiri. Ia sampai lupa cara membahagiakan dirinya sendiri. Ia lupa cara untuk beristirahat. Yang Anindyta pikirkan hanya kerja, kerja, dan kerja

"Ku mohon...jagalah kesehatan mu. Kau terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Makanlah lebih banyak" Anggita menatap Anindyta dengan mata yang berkaca-kaca

"Apa yang kau lakukan? bodoh" Anindyta menangkup pipi sang adik. Membelainya lembut. Mengusap air yang nampaknya akan jatuh dari mata indah milik adiknya itu

"Kau menangis untukku? bodoh" Anindyta menepuk pelan kening Anggita

"Aku hanya mengkhawatirkan mu kak. Ayolah, aku mohon. Pikirkan dirimu terlebih dahulu"

"Kau baru saja kembali ke rumah ini jam 02.30 malam kak. Sekarang bahkan masih jam 03.45. Kapan kau akan istirahat?. Kau harus memperlakukan dirimu dengan baik"

"Jika aku tidur lalu kalian akan makan apa?"

"Aku bisa memasak kak. Kalau kakak lupa"

"Tetap saja. Kamu itu tidak boleh sering-sering memasak"

"Why?"

"Kakak tak ingin kamu kelelahan"

"Tapi kak-" Anggita yang ingin protes pun terhenti karena Anindyta meletakkan jari telunjuk pada bibirnya

"Kau cukup diam. Biarkan aku memasak dengan tenang" Anggita mau tak mau harus mengangguk dan menuruti perintah sang kakak

Anggita duduk di sofa ruang tamu sembari memakan kuaci

MOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang