Chapter 2: Bayangan Malam yang Sama 🔞 🥵

5K 70 2
                                    

Malam kembali menutupi rumah Rosetti dengan selimut kegelapan yang sepi. Hening malam meresap ke setiap sudut rumah besar itu, menyelimuti ruangan-ruangan yang biasanya dipenuhi oleh aktivitas. Alex, setelah memastikan semua sistem keamanan berfungsi dan semua orang di rumah telah tertidur, merasa bahwa malam ini mungkin seperti malam-malam lainnya. Namun, ada dorongan aneh yang membuatnya merasa perlu untuk memeriksa keadaan Elena lagi.

Dia menghindari pintu kamar Elena yang terbuka sedikit lebih lebar dari biasanya, bergerak dengan hati-hati menuju arah kamar. Setiap langkahnya di lantai marmer terasa lebih berat malam ini, setiap gesekan suara terasa terlalu menonjol dalam keheningan yang dalam. Meskipun dia mencoba untuk tetap tenang, dia tidak bisa menyingkirkan rasa gelisah yang mengikutinya.

Saat Alex mencapai kamar Elena, dia berhenti sejenak di ambang pintu, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Dia menatap ke dalam ruangan yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang lembut. Malam ini, suasana di kamar Elena tampak lebih intens-seolah-olah ada sesuatu yang akan mengubah ketenangan malam.

Dia mendorong pintu dengan lembut, dan saat cahaya dari lorong menyapu ke dalam kamar, dia melihat Elena terbaring di ranjang dengan ekspresi yang sangat berbeda dari sebelumnya. Keheningan malam yang dalam seakan mengungkapkan sebuah momen intim yang tidak seharusnya dilihat.

Elena, yang tampaknya tidak menyadari kehadiran Alex, bergerak dengan lembut di atas ranjang, selimut yang menutupi tubuhnya sedikit tersingkap. Gerakannya, kali ini, tampak sangat pribadi dan penuh dengan perasaan yang mendalam. Alex merasa hatinya berdegup lebih cepat, merasakan campuran rasa malu dan cemas yang membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Dia menatap dengan mata terbuka lebar, mencoba memahami apa yang sedang terjadi tanpa mengganggu.

Bayangan Elena yang samar di bawah cahaya rembulan menciptakan kontras yang kuat dengan suasana gelap. Gerakan lembut dan napas Elena yang terputus-putus menciptakan suasana yang sangat intim. Alex merasa terjebak antara rasa tanggung jawabnya dan dorongan untuk menjauh. Dia tahu dia seharusnya tidak ada di sini, tidak seharusnya menyaksikan hal ini, tetapi kekuatan momen tersebut menariknya lebih dekat.

Namun, seiring berjalannya waktu, Elena tampaknya mulai merasakan kehadiran Alex. Dia membuka mata, dan tatapan mereka bertemu dalam kesadaran yang mendalam. Elena terlihat terkejut dan bingung, matanya yang baru terbangun mulai menatap Alex dengan campuran emosi-seperti dia baru saja menyadari bahwa ada seseorang yang melihat ke dalam kehidupannya yang paling pribadi.

"Alex?" suara Elena terdengar lembut namun penuh rasa ingin tahu dan sedikit marah. "Apa yang kamu lakukan di sini lagi?"

Alex merasakan hatinya bergetar. Dia mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meskipun perasaannya kacau. "Maaf, Nona Elena. Saya hanya... ingin memastikan semuanya baik-baik saja. Saya tidak bermaksud untuk mengganggu."

Keduanya terdiam cukup lama, sampai Elena kembali membuka suara dengan nada yang lirih. "Kau pasti melihatnya kan?" Tanya Elena dengan wajah memerah menyembunyikan perasaan malu yang menyerang.

"Alex," Elena memulai dengan suara yang nyaris bergetar. "Aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Sesuatu yang mungkin membuatmu mengerti kenapa aku berperilaku seperti itu."

Elena menarik napas panjang, mengumpulkan keberaniannya untuk melanjutkan. "Selama ini, aku merasa sangat kesepian. Meskipun aku dikelilingi oleh kemewahan dan orang-orang yang bekerja untuk keluarga kita, aku tidak pernah benar-benar merasa memiliki orang yang dekat dengan aku. Orang tua dan kakakku sibuk dengan pekerjaan mereka, dan aku sering merasa seperti aku hanya ada di sini sebagai bagian dari rumah yang besar ini."

Alex mendengarkan dengan seksama, merasa empati yang mendalam terhadap pengakuan Elena. "Aku tidak tahu bahwa kamu merasa seperti itu, Nona."

Elena melanjutkan, suaranya sedikit pecah. "Awalnya, aku hanya penasaran tentang bagaimana rasanya mengalami hal-hal yang sering aku baca dalam novel-novel romantis. Aku mencoba memahami apa yang dirasakan orang lain, mungkin sebagai cara untuk melawan rasa kesepianku. Tapi semakin aku mencoba, semakin aku tidak bisa menahan diri."

Boundaries of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang