Part 2. Jahitan

18 2 0
                                    

Happy Reading
🍒🍒


Malam ini Aksa benar benar tidak keluar dari kamarnya, sesuai perintah dari sang ayah maka Aksa tidak akan makan. Sebuah tawa terdengar hingga kedalam kamar Aksa yang sudah dipastikan itu adalah tawa Raja dan sang ayah yang membuat Aksa lagi lagi hanya bisa diam mendengarkan.

Tawa itu semakin terdengar jelas kala dirinya mengingat saat masih ada sosok seorang ibu dihidupnya. "Ma Aksa kangen mama," ucap Aksa

**

Kini suara burung terdengar merdu ditelinga Aksa. Pagi yang cerah namun tidak membuat hidup Aksa ikut cerah seperti pagi ini. Aksa mulai memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya, usai dari kamar mandi dirinya mulai bersiap, buku buku mulai ia masukkan kedalam tasnya, namun sedetik kemudian ia terdiam dengan menatap tas yang ia punya, terlihat dari tali tas itu sudah putus yang membuat Aksa diam. "Talinya putus, Aksa harus apa?" tanya Aksa pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa detik ia terdiam akhirnya tangannya terulur untuk mengambil benang dan mulai menjahitnya. "Gini aja dulu nanti kalau punya uang baru beli yang baru," ucap Aksa setelah selesai menjahit tas itu. Meski seperti itu Aksa tetap tersenyum setidaknya dirinya masih bisa sekolah, pikirnya.

Aksa menuruni anak tangga dilihatnya ayah dan abangnya sudah sarapan lebih dulu tanpa menunggunya. "Kenapa ga nunggu Aksa?" tanya Aksa, namun dari keduanya tak ada yang memberi jawaban bahkan untuk menoleh saja rasa enggan untuk mereka.

Baru saja Aksa mendudukkan tubuhnya, Raja sudah bangkit yang membuat Aksa hanya diam. "Raja sudah selesai pa, Raja duluan," ucap Raja dan diangguki oleh Liam. "Kalau tu makanan ga cukup, nih makan sisa gue," ucap Raja dan langsung berjalan pergi.

Setelah kepergian Raja, Liam juga ikut bangkit yang membuat Aksa menoleh dan menatap Liam, namun Aksa tidak mengeluarkan sepatah katapun. Liam yang hendak pergi tidak sengaja menoleh pada tas Aksa yang terletak diatas meja makan terlihat dari talinya terdapat jahitan. "Talinya putus, kenapa dia ga bilang?" batin Liam.

Meski Liam menyadari hal itu Liam tidak bertanya padanya, Aksa hanya diam dan kembali melanjutkan makannya. Liam mulai melangkah untuk berangkat berkerja. "Pa," panggilan dari Aksa membuat Liam berhenti. Namun Liam tidak bertanya dirinya ingin mendengarkan apa yang akan diucapkan oleh Aksa.

"Pa emmm..." Aksa menjeda perkataanya dirinya ragu untuk melanjutkan kata katanya.

"Apa maumu Aksa? cepat katakan!"sentak Liam yang membuat Aksa menunduk takut.

"Pa Aksa harus bayar spp sekolah," ucap Aksa menunduk.

"Hmm nanti papa bayar," ucap Liam dan berlalu pergi, sedangkan Aksa hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Bagaimanpun Aksa juga anaknya yang harus dirinya biayain meski kebencian menyelimuti dirinya.

Kini Aksa sedang berjalan dipinggir jalan yang ramai akan orang orang yang sedang berlalu lalang untuk beraktivitas hari ini. Banyak kendaraan yang melaju dengan kecepatan diatas rata rata dan suara klakson yang terdengar begitu berisik ditelinga Aksa.

"Hey nak! kenapa berjalan? ayo naik," ucap salah satu supir angkot yang sengaja memberhentikan mobilnya didepan Aksa dan menawarkan untuk naik.

Aksa tersenyum sebentar dan menatap orang orang yang ada didalamnya setelahnya ia menggeleng menolak. "Tidak pak, saya akan berjalan kaki saja," ucap Aksa dengan senyum yang tidak luntur.

"Kenapa harus berjalan kaki? kamu bisa naik angkutan ini," ucap supir angkot itu dengan nada bertanya.

"Sudah lah pak! sepertinya anak itu anak yang kurang mampu terlihat dari tasnya penuh dengan jahitan," ucap salah satu penumpang angkot itu dengan tatapan tidak sukanya.

Aksa hanya menunduk dengan terus memegangi tasnya. "Buk, tidak baik seperti itu." ucap Ratno supir angkot itu. "Tidak papa nak, ayo naik tidak usah bayar," ucap Ratno mempersilahkan Aksa untuk naik.

Aksa lagi lagi menggeleng. "Tidak usah pak, saya permisi," ucap Laut dan kembali melanjutkan jalannya.






Bersambung.........

Aksa dan Laut (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang