05. Malam dan Teman Kecil

223 12 0
                                    

Di suatu malam yang sunyi, angin berhembus lembut di taman kastil Ravenswood, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti sekitarnya. Bintang-bintang terlihat jelas di langit, seakan menjadi saksi dari pertemuan yang akan terjadi. Di tengah taman, berdiri seorang wanita dengan gaun malam yang indah, rambutnya tergerai diterpa angin. Greta menatap bulan yang menggantung rendah di langit, memikirkan nasibnya yang berubah seketika.

Langkah kaki terdengar mendekat di belakangnya. Greta menoleh dan menemukan Kael, berdiri di sana dengan ekspresi serius seperti biasanya, mengenakan mantel hitam tebal yang hampir menyamarkan dirinya di balik bayang-bayang malam. Wajahnya tampak lebih dewasa dalam cahaya remang, namun ada sesuatu yang lembut dalam sorot matanya.

"Greta," Kael memanggilnya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan yang terbawa angin.

Greta memalingkan wajahnya sejenak, menatap bunga-bunga di taman yang seolah ikut mendengarkan percakapan ini. "Kael," dia menjawab tanpa melihat ke arahnya. "Apa yang membawamu ke sini malam-malam seperti ini?"

Kael mendekat, dan dengan lembut menggenggam lengan Greta. "Aku... ingin memastikan kau baik-baik saja. Sejak insiden di danau, kau terlihat begitu berbeda, kau seperti dua orang yang berbeda."

"Sejak kapan kau bersikap manis terhadap Greta?" tanyanya sambil terkekeh pelan. Dia beralih menatap Kael dengan tatapan kecewa. "Aku tahu, kau ingin menemui pelayanku. Silahkan, aku tidak ingin ikut campur dengan urusan kalian," lanjutnya.

Greta berjalan kembali sambil menikmati bunga-bunga cantik yang ditanam di taman. Dia tahu Kael mengikutinya dari belakang, dan ia tak peduli sama sekali, nanti juga Kael akan berhenti dengan sendirinya, pikirnya.

Gadis itu menghembuskan napasnya kasar. Entah kenapa rasanya alur cerita ini semakin jauh dari alurnya, kenapa Kael malah terus membuntuti Greta, seakan laki-laki itu memiliki rasa cinta terhadapnya. Ah, ya, Greta melupakan sesuatu, Kael itu adalah sahabat kecilnya yang artinya dalam hati laki-laki itu masih terdapat rasa kepedulian. Ya, hanya itu. Greta yakin.

"Menurutmu apa wajar seorang anak Duke menghampiri seorang pelayan di malam hari dan lancang melewati sang putri?" tanya Kael kembali bersuara. Dia kini berjalan di sampingnya.

"Tidak ada masalah, selagi kau memiliki cinta."

Greta malas sebenarnya untuk berinteraksi dengan Kael dan Steffi. Namun, sepertinya mereka berdua sudah ditakdirkan untuk terus terlibat dalam kehidupannya.

"Kau mendorong Steffi karena kau cemburu padanya?"

Pertanyaan itu sukses membuat Greta berhenti dan menatap Kael. "Apa maksudmu?"

Greta berusaha untuk tidak tahu apa-apa, meskipun dia tahu secara rinci dalam buku novel. Tapi, sepertinya akan ada yang berubah karena sejauh ini alurnya tak sama seperti dalam buku.

"Aku tahu kau tidak ingin Steffi menghalangi pesonamu, karena bagaimanapun dia lebih cantik darimu," ujar Kael dengan jujur.

Rasanya Greta ingin memukul kepalanya sampai berdarah. Laki-laki memang sama saja, entah di dunianya atau di dunia novel ini.

"Tapi, seharusnya kau tahu bahwa seorang pelayan tidak akan pernah bisa menjadi seorang duchess-"

"Namun pelayan bisa menjadi seorang selir. Aku tahu itu dengan jelas," potong Greta cepat.

Entah kenapa hatinya menjadi kesal jika terus-menerus membahas Steffi, mungkinkah ini perasaan asli pemilik tubuh ini?

Kael tertawa begitu saja seakan perkataan Greta adalah sebuah hal yang pantas untuk ditertawa. Tapi benar juga sih, dia terlalu jelas mengatakan bahwa dia hanya ingin menjadi satu-satunya.

"Kurasa kau tidak hilang ingatan Lady Greta, kau sama saja seperti sebelum kau tenggelam di danau," katanya setelah puas tertawa.

Greta tak mengindahkan perkataannya, dia malas. Kembali dia berjalan menyusuri taman, berharap moodnya kembali membaik.

"Tentu Lady, kau akan memiliki selir nanti, karena kau tahu kan? Betapa besar perasaanku pada Steffi."

Greta menutup telinga dengan tangannya, pertanda dia sudah muak dengan ocehan Kael.

"Greta! Greta!" panggil Kael saat melihat gadis itu berlari menjauh darinya.

Kael hanya bisa terkekeh pelan. Dia akui, sikap Greta yang sekarang lebih menarik dimatanya dibandingkan Greta yang dulu. Greta yang selalu angkuh, Greta yang manja dan selalu menempel padanya, Greta yang selalu berlaku kasar, kini semuanya lenyap digantikan dengan Greta yang penuh dengan tanda tanya.

Dia yakin, Greta tak sepenuhnya kehilangan ingatannya. Kael merasa, Greta hanya sedang memainkan sandiwaranya. Namun kali ini dia akui, taktiknya begitu apik dan mampu membuat Kael berpindah haluan. "Tunggu aku Greta, aku akan terus berada di belakang punggungmu."

*****

"Aku tidak suka kau dekat dengan nona Greta."

Saat ini Steffi tengah merajuk pada Kael. Dia melihat semua interaksi majikannya dengan sang pujaan hati.

"Kau tahu Steffi? Kau akan selalu menjadi wanita pertama yang kucintai, jadi kau tidak perlu merasa khawatir," balas Kael.

Kael membawa Steffi dalam pelukannya. Hanya dalam kegelapan malam mereka bisa melepaskan rindu dan mencurahkan segala rasa sayangnya. Mereka biasa bertemu di tempat tersembunyi yang sudah menjadi tempat pertemuan rahasia mereka, yaitu taman belakang kastil yang terbengkalai

Mereka duduk di bawah pohon besar, di mana mereka bisa merasakan rumput yang dingin di bawah kaki mereka dan menikmati keheningan malam bersama. Cahaya bulan yang lembut menerangi mereka, menciptakan suasana yang tenang dan damai.

"Aku khawatir Kael," ucap Steffi setelah beberapa saat terdiam.

"Kau khawatir dengan pertunangan yang akan berlangsung lusa?" tanya Kael, sudah tahu arah pembicaraan mereka.

"Iya, aku sangat takut jika nanti kau akan melupakanku dan mulai mencintai nona Greta."

"Bahkan setelah pelukan ini kau menganggapku akan berpaling darimu?"

Steffi menggeleng. "Tidak, aku hanya-"

"Kau akan selalu mendapatkan cinta, percayalah. Hidupmu sudah cukup menderita, aku tak akan membiarkanmu semakin hancur Steffi. Kau adalah cinta pertamaku, tidak mungkin aku melepaskanmu begitu saja," potong Kael.

Steffi bisa melihat keseriusan di mata Kael. Sama seperti dulu, mata itu begitu indah dan menenangkan seakan tak ada hal indah lain yang mampu menyeimbanginya. Steffi hanya mencintai Kael, dan hanya ingin memilikinya.

Dia mencari cara agar bisa kembali menjadi seorang yang terhormat agar bisa bersanding dengan Kael. Namun, apa yang bisa diharapkan dari seorang budak sepertinya? Selain hanya bisa pasrah dan menerima nasib, tidak ada yang bisa dilakukan Steffi.

"Pertunangan itu akan terjadi Steffi. Aku harap kau tidak melihatnya nanti, aku tidak ingin membuatmu menangis," bisik Kael.

"Bahkan sebelum pertunangan itu terjadi, aku selalu menangis setiap malamnya Kael. Hidupku begitu buruk, seperti berada dalam neraka."

"Tetaplah kuat Steffi, aku akan selalu melindungimu. Aku tidak akan melepaskanmu lagi untuk yang kedua kalinya."

Steffi tersenyum dalam dekapan Kael, sahabat kecilnya. Steffi tidak akan pernah lupa uluran tangan Kael saat itu. "Terima kasih."

Choose Your Own Storyline [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang