Bagan 4

388 38 8
                                    

Ayora menutup matanya menikmati suasana pantai yang indah di Bali. Hari sudah petang dan betapa indahnya melihat sunset yang tenggelam di ujung lautan.

"Sendiri itu damai bukan kesepian." Monolognya sambil mengambil beberapa foto. Sudah tiga hari mereka staycation di Bali dan selama itu pula rasanya Ayora tidak ingin pulang dari sini.

"Bali itu tempat impian gue yang pengen banget gue kunjungi dari kecil, sayangnya sampai gue meninggal pun, gue gak sempat ke sana. Tetapi, Tuhan baik banget sama gue karena ijinin gue hidup lagi di raga ini dan nikmatin suasana di Bali." Sendunya. Tangannya yang semula mengabadikan setiap momennya, perlahan jari jari tersebut menggambar abstrak di pasir.

"Ayora, lo itu bodoh banget karena sia-siain masa muda lo buat cinta sama bajingan itu sampai-sampai mengabaikan banyak hal yang bikin lo rugi. Lo terlalu naif, Ayra. Coba aja dari dulu lo kayak gue, baik-baikin keluarga lo, sayangi mereka, cuf off orang-orang yang gak lo suka pasti lo bahagia tanpa harus memikirkan cinta cinta itu."

"Tapi gue sadar kalau lo itu cuma fiksi, pikiran dan hidup lo udah di tentuin sama penulis." Ayora terkekeh merasa lucu dengan apa yang dia katakan tadi.

"Seharusnya gue salahin penulisnya, kan? Kenapa harus salahin Ayora yang gak tau apa-apa?" Ayora memukul pasir itu beberapa kali sampai ia berhenti karena tangannya terkena batu.

"Anjir, sakit cok. Ini semua karena penulis jancok!!!" sinisnya kesal.

"Lo buat Ayora jadi figuran cantik sampai ngalahin pesona pameran utama tapi lo malah buat dia gak beruntung dalam banyak hal!" Lanjutnya berusaha menahan tangis.

"Gue kasian sama Ayora sebenarnya, dia gak tau apa-apa harus meninggal. Awalnya iya gue gak perduli, tapi semenjak gue ada di sini, gue perduli kocak!"

"AYORA!"

Ayora buru-buru bangun sambil menghapus air mata yang tiba-tiba ada di pipinya. Ia menoleh ke samping saat melihat mama, papa, Kenzi dan Kenzo berjalan mendekatinya. Mereka tadi terpisah.

"Kenapa, ma?"

"Ayo makan di restoran seafood, kak Aaron udah ada di sana." Ujar Papa sambil merangkul anaknya.

Mata Ayora membulat. "Serius bang Aaron udah ada?" Terkejut, itulah reaksi Ayora saat ini. Karena setelah mereka ada di tempat ini dari 3 hari yang lalu, kakaknya itu tidak pernah mengunjungi mereka hanya melewati videocall saja malam itu. Padahal, Aaron itu di kota yang sama dengan mereka.

Kata Aaron dia tidak mendapatkan ijin dari atasannya untuk berleha-leha. Itu membuat Ayora sedikit kesal.

"Iya, sayang. Dia udah nunggu kita lho dari tadi, apalagi dia katanya gak sabar ketemu adeknya yang manis ini," kata Mama sambil menjawir hidung mancung Ayora.

"Ihh mama!" Ujar Ayora pura-pura kesal.

"Heleh, sok imut lo. Jelek muka lo di tekuk kayak gitu, mirip boneka mamp-awsss, mama!" Ucapan Kenzi harus terhenti karena mama sudah menarik telinganya.

"Kebiasaan ya jailin adeknya!"

"Tarik lagi ma! Yang kencang ma sampai putus!" Pinta Ayora dengan semangat empat lima.

"Heh, kamu ya!" Papa menyentil dahi Ayora hingga terasa panas.

"Papa! Sakit tahu!"

"Mampus lo!"

💗

"Kata kalian abang Aaron udah nungguin kita, mana buktinya? Dia aja gak ada disini," kesal Ayora saat melihat meja cantik yang di hias sedemikian rupa itu kosong tidak ada Aaron di sana.

The perfeck AyoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang