Bagian 13

286 53 31
                                    

Guys, aku comeback lagi! Ada yang kangen gak sama Serly?!
Uts udah selesai, saatnya menulis cerita. Jujur mood aku akhir-akhir ini kacau banget dan aku usahain buat update agar cerita aku ini semakin banyak yang baca dan jangan silent readers ya dek ya.

Kalau silent readers entah aku makin malas buatnya wkwkwk.
Buat yang kepo kenapa mood aku sampai anjlok? Bisa langsung DM di IG aku ya guys anjay🤫😳🤓

Happy reading.

Ayora mendudukkan dirinya di bangku dengan tenang lalu kemudian teman-teman sekelasnya berdatangan memasuki ruangan karena sebentar lagi pembelajaran pertama akan di mulai. Ini sudah tiga hari semenjak kejadian di club waktu itu dan bekas kissmark di leher Ayora sudah sedikit terlihat seperti hanya ruam.

Dan selama tiga hari ini juga Avena tidak masuk ke sekolah dengan alasan sakit dan ada surat dari dokternya langsung jika gadis itu menderita magh, Ayora berharap sih langsung meninggal aja.

Arica duduk di sebelahnya dan melambaikan tangan kepada Ayora. "Ra, ngelamunin apa sih?"

Ayora tersentak kecil lalu tersenyum kepada Arica, gadis yang tidak tau apa-apa soal hubungan ketiga temannya. Sedikit kasian dengan gadis ini karena di jadikan second choice oleh mereka.

"Eh, enggak kok. Cuma ngelamunin masa depan."

"Gak kerasa ya enam bulan lagi kita bakal lulus dari SMA ini, lo jadi kuliah di luar kota?" Arica memusatkan pandangannya kepada Ayora yang terdiam.

"Pasti Ayora yang asli pengen kuliah di luar kota, tapi karena Avena sama Rio dia malah berakhir meninggal sebelum cita-citanya berhasil! Novel sialan!"

"Kayaknya sih gak jadi, Ka. Soalnya gue takut home sick jauh dari orang tua, udah nyaman di kota ini juga."

Arica terkejut namun kemudian dia mengangguk karena tau akhir-akhir ini hubungan Ayora dan keluarganya membaik, tidak sedingin dulu.

"Iya sih, jadi ambil hukum?"

Eh anjir si Ayora malah ngambil hukum padahal ngomong aja secuil, , introvert lagi, yang ada gak lulus lulus! Mana mau gue jadi pengacara!Cita-cita gue, kan pengen jadi psikolog!"

"Gak jadi, gue berubah pikiran!"

"Oh ya?" Lagi-lagi, Arica tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Padahal dari awal masuk SMA gadis itu sering mengatakan ingin masuk hukum kok malah ke psikolog!

"Gue pengen jadi psikolog," ujar Ayora dengan bertopang dagu sambil tersenyum tulus ke depan. "Kayaknya nangani orang yang sakit jiwanya itu lebih menantang daripada menangani kasus-kasus di pengadilan. Gue gak suka bicara, gue lebih suka ngurus orang yang punya kepribadian ganda, self harm, dan penyakit mental lainnya. Gue pengan jadi pendengar yang baik buat orang lain."

Arica menganga tak percaya. "Waw? Gue kaget banget dengar lo ngomong begitu. Gak salah?"

"Gue emang pengen jadi psikolog dari kelas tiga SMP."

"Kok dulu lo bilang mau jadi Jaksa sih?"

"Itu sengaja untuk menutupi cita-cita gue yang asli."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The perfeck AyoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang