5 | Arti Sebuah Memar

252 39 29
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Ruby keluar dari rumah Risma dengan terburu-buru. Ia harus segera memanggil Revan, karena Samsul membutuhkan bantuannya untuk mengurus Rizal--suami Risma--yang masih tak sadarkan diri. Gadis itu berhenti di ambang pintu rumah, tepat pada saat ia melihat Karel yang masih ditenangkan oleh Reva. Hal itu membuat Ruby sedikit kebingungan dan mulai bertanya-tanya dalam hati, tentang apa yang terjadi di luar sejak tadi dan tidak ia ketahui.

Teriakan Karel memang sempat terdengar olehnya. Bahkan Nadin dan Samsul pun ikut mendengarnya. Namun tadi ia pikir kalau itu adalah suara teriakan kekesalan Karel, karena Iqbal atau Revan mungkin sedang bertingkah jahil seperti biasanya. Sayangnya, keadaan yang ia lihat saat itu sama sekali tidak mencerminkan yang tadi tersirat dalam pikirannya. Terutama saat ini baik itu Revan atau Iqbal sedang ditatap penuh rasa khawatir oleh Karel dan Reva.

"Van!" panggil Ruby.

Revan pun langsung menatap ke Ruby, dan melupakan bahwa dirinya ingin ikut mencoba menenangkan perasaan cemas Karel.

"Iya, By. Ada apa? Apakah terjadi sesuatu di dalam?" tanya Revan.

Iqbal menggantikan Revan untuk mengamankan koper serta kandang kucing yang masih tersimpan di depan pagar. Ia membiarkan Revan mengikuti langkah Ruby dan segera masuk ke dalam rumah Risma. Karel dan Reva segera membantunya, agar konsentrasi mereka bisa segera terfokus pada pekerjaan.

Pangsit dan Siomay dilepaskan dari kandang oleh Reva. Kedua kucing itu kini sibuk bertengger di atas koper milik Samsul dan mulai mencakar-cakar hingga meninggalkan bekas. Karel segera dirangkul oleh Iqbal setelah koper-koper selesai diurus dan diletakkan di teras samping rumah Risma. Reva mengekor di belakang kedua pemuda itu, sambil mengamati keadaan sekitar rumah.

"Apakah perasaanmu sudah jauh lebih tenang daripada tadi?" tanya Iqbal, ingin memastikan.

Karel mengangguk.

"Perasaan cemasku sudah mereda, Bal. Demi Allah aku benar-benar cemas, saat melihat setan anja-anja itu sengaja menampakkan diri di depanmu dan Revan," jawab Karel.

Mendengar jawaban Karel--yang tak sengaja menyebut nama setan yang tadi muncul di depan Revan dan Iqbal--Reva dengan cepat mengetik pesan pada ponselnya. Pesan itu akan ia kirimkan pada Bapaknya, sebagai laporan bahwa pekerjaan mereka baru saja dimulai.

"Kamu dan Revan adalah sepupuku, jadi tolong maklumi kalau aku sampai berteriak sekencang tadi. Beban yang ada di pundakku ini bukan hanya tentang melangkah untuk berhasil menyelesaikan pekerjaan. Beban yang ada di pundakku ini juga tentang membawa kalian semua kembali pulang dengan selamat, tanpa terkecuali. Jadi aku merasa bersyukur, karena tadi kamu dan Revan bisa segera menyadari bahwa sosok wanita tadi itu bukanlah manusia. Aku juga bersyukur, karena kamu dan Revan berinisiatif dengan cepat untuk membentengi diri sebelum setan anja-anja itu benar-benar tiba di hadapan kalian," ungkap Karel, apa adanya.

Iqbal pun menepuk-nepuk pundak Karel dengan tegas. Pemuda itu tetap berupaya tersenyum, agar perasaan Karel tidak lagi diliputi oleh kecemasan.

"Insya Allah akan selalu begitu, Rel. Aku akan selalu mengingatkan siapa pun yang ada di sisiku untuk membentengi diri. Agar jika mendadak ada makhluk halus yang muncul, semuanya sudah siap dengan benteng yang berasal dari diri masing-masing. Aku mungkin tidak punya kelebihan pada mata dan juga tidak punya ilmu putih seperti yang kamu miliki. Tapi bukan berarti aku tidak akan memberikan bantuan untukmu, ketika kamu sedang memimpin. Sebisa mungkin, aku pasti akan melakukan hal yang tidak sempat kamu lakukan ketika kita sedang bekerja," janji Iqbal.

Karel akhirnya tersenyum, setelah mendengar janji yang Iqbal katakan. Reva baru saja menyimpan ponselnya ke dalam saku. Ia kembali memerhatikan kedua pemuda di hadapannya, sambil mencoba mendengarkan pembicaraan selanjutnya.

"Jadi yang tadi itu adalah setan anja-anja, ya? Setannya cukup murah senyum, tapi senyumnya amat sangat mengerikan bagiku," aku Iqbal.

"Wajah yang kamu lihat dari setan anja-anja tadi hanyalah wajah palsunya, Bal. Wajah aslinya sama sekali tidak terlihat cantik seperti itu, meski murah senyumnya tetap sama," ujar Karel.

Reva kembali mengeluarkan ponselnya untuk mencatat keterangan yang baru saja Karel berikan soal setan anja-anja. Karel jelas tidak mungkin menjelaskan berulang-ulang kepada setiap anggota tim yang ditemuinya. Jadi ia berinisiatif mencatat keterangan itu, agar bisa ia kirim pada yang lainnya.

"Bisa lebih rinci?" pinta Iqbal.

"Setan anja-anja adalah salah satu makhluk halus yang tidak senang dengan kebahagian manusia. Setan anja-anja muncul apabila di sekitarnya ada orang yang baru melaksanakan pernikahan. Dia mengincar para pengantin baru dan tidak akan segan-segan untuk membunuh salah satu atau bahkan kedua mempelainya. Setan anja-anja akan menghisap darah salah satu pengantin. Korban yang dihisap darahnya akan mati dengan tubuh membiru. Biasanya, korban yang akan dihisap darahnya oleh setan anja-anja itu mulai diincar sesudah melewati malam pertama sebagai pengantin baru," jelas Karel.

Reva pun langsung tertawa sangat pelan sambil menyelesaikan ketikan pada ponselnya. Sayangnya, Iqbal dan Karel masih bisa mendengar tawa gadis itu, sehingga mereka kini menoleh dan menatap kompak ke arahnya. Pesan sudah terkirim, Reva pun balas menatap ke arah Karel dan Iqbal.

"Kamu menertawai apa, Va?" tanya Karel, sangat lembut.

"Maaf. Aku refleks tertawa setelah kamu mengatakan, bahwa korban akan dihisap darahnya oleh setan anja-anja setelah melewati malam pertama sebagai pengantin baru," jawab Reva. " Dan tolong ... jangan berikan tugas padaku untuk menanyakan pada Bu Risma, apakah Beliau sudah melewati malam pertama dengan suaminya atau belum. Usiaku baru delapan belas tahun. Mohon pengertiannya."

Iqbal dan Karel pun terkikik geli dengan kompak, usai mendengar permohonan Reva kali itu.

"Untuk apa hal seperti itu ditanyakan, Va? 'Kan setan anja-anja sudah muncul dan meneror Bu Risma serta suaminya. Sudah jelas artinya mereka telah melewati malam pertama sebagai pengantin baru, dong. Jadi enggak perlu ditanya," jelas Iqbal.

Wajah Reva pun memerah akibat menahan malu. Kini ia berusaha keras untuk tidak menatap ke arah Karel ataupun Iqbal, agar rasa malunya itu bisa segera menghilang. Mereka bertiga masuk ke rumah Risma tak lama kemudian. Nadin dan Ruby ada di ambang pintu luar kamar bersama Risma, ketika mereka baru saja mendekat. Revan dan Samsul tampak sedang mempersipakan sesuatu, sebelum Samsul mencoba untuk menyadarkan Rizal dari keadaannya saat ini.

"Bagaimana? Apakah ada keterangan yang sudah Samsul berikan setelah dia memeriksa keadaan suami Bu Risma?" tanya Karel, kepada Ruby dan Nadin.

"Samsul akan mencoba masuk ke dalam alam bawah sadar Pak Rizal, Rel. Menurut Samsul, Pak Rizal tampaknya tidak sadarkan diri setelah kepalanya terbentur saat terjatuh. Untungnya, kepala Pak Rizal tidak berdarah dan hanya sedikit memar pada kening sebelah kanannya," jawab Ruby.

Iqbal dan Reva pun kini saling menatap satu sama lain, setelah mendengar jawaban dari Ruby.

"Memar di kening Pak Rizal sudah jelas bukan terjadi akibat benturan," ujar Iqbal.

"Ya. Memar di kening Pak Rizal itu terjadi, karena setan anja-anja hampir berhasil menghisap darahnya," tambah Reva.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang