3 | Senyum Yang Memikat

548 62 60
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Setibanya mereka di Bandara Internasional Dhoho, mereka sepakat untuk langsung mengambil taksi online agar bisa segera sampai ke alamat rumah Risma. Samsul sedang menambahkan foto pada story WhatsApp miliknya, sementara Revan melihat Karel membalas pesan dari Niki yang tadi belum sempat dibalas. Iqbal, Reva, dan Nadin memeriksa semua persiapan mereka sebelum memulai pekerjaan. Ruby mulai kembali berkomunikasi dengan Risma. Ia sedang mengabarkan pada Risma, bahwa kini mereka telah berada dalam perjalanan menuju ke rumah wanita itu.

"Guys, Bu Risma mengatakan bahwa suaminya sampai saat ini masih juga belum sadarkan diri," ujar Ruby.

Fokus seluruh anggota tim itu langsung terarah pada Ruby, setelah mendengar kabar tersebut.

"Apakah Bu Risma sudah cerita secara lengkap, mengenai hal yang terjadi sebelum suaminya tidak sadarkan diri?" tanya Reva.

Ruby menggelengkan kepalanya.

"Bu Risma hanya mengatakan bahwa dirinya akan menjelaskan apabila kita sudah tiba di rumahnya. Dia merasa sulit menjelaskan lewat telepon ataupun lewat chat," jawab Ruby.

"Berarti enggak ada jalan lain bagi kita untuk mendengar keseluruhan faktanya. Kita memang harus cepat tiba di sana, agar bisa segera menangani semua permasalahan hingga ke akarnya," tanggap Karel.

"Kenapa Bu Risma sampai tidak bisa mengatakan lewat telepon atau chat? Apakah para anggota dari dua pihak keluarga masih ada yang menahan-nahan dirinya?" Revan bertanya-tanya.

"Apa pun jawabannya, kalau para anggota dari dua pihak keluarga masih juga mengutamakan malu pada tetangga, maka aku enggak akan segan-segan membuat mereka menjadi umpan untuk memancing makhluk halus yang mengganggu Bu Risma dan suaminya. Biar mereka tahu bagaimana rasanya diteror oleh makhluk halus," cetus Reva, tak main-main.

"Uh ... semoga saja mereka sudah tidak begitu. Aku enggak bisa membayangkan bagaimana chaos-nya keadaan, jika sampai Reva benar-benar membuat salah satu dari mereka menjadi umpan," harap Iqbal.

"Tapi," Nadin terlihat sedang berpikir, "bagaimana caranya Bu Risma akan menjelaskan pada kita, jika memang dua keluarga itu masih menghalang-halangi? Apakah menurut kalian kita enggak akan mendapat kesulitan dari mereka?"

"Kalau memang nanti akan ada yang mempersulit kita untuk mencari tahu lebih banyak, maka aku akan mendukung niatan Reva sepenuhnya. Menjadikan salah satu dari mereka sebagai umpan rasanya cukup adil untuk memberi pelajaran," sahut Samsul.

Tidak sampai tiga puluh menit, akhirnya taksi online itu tiba di depan rumah Risma yang terletak di Desa Mojoroto. Rumah itu terlihat tidak terlalu ramai dan tidak terdengar ada orang menangis. Risma--yang tahu kalau Ruby sudah tiba di depan rumahnya--segera keluar untuk menyambut mereka. Sayangnya, sambutan itu sama sekali bukanlah sambutan yang penuh senyum ramah, melainkan sambutan yang penuh dengan airmata serta rasa takut.

"Assalamu'alaikum, Bu Risma. Kami ...."

"Langsung saja masuk, Dek. Di dalam ... Suami saya ...."

Ruby pun segera memapah Risma--yang sudah terlihat sangat lemas--bersama Nadin. Reva, Karel, dan Samsul segera masuk ke dalam rumah, karena Risma akan segera menunjukkan keberadaan suaminya saat itu. Yang tertinggal di luar saat ini hanyalah Revan dan Iqbal, karena mereka harus mengurus koper para anggota tim serta pembayaran ongkos taksi online. Iqbal mengawasi keadaan sekitar, ketika Revan baru saja selesai mengeluarkan dua koper terakhir serta dua kandang kucing dari bagian belakang taksi online. Keadaan sekitar di desa itu cukup sepi, meski tidak terlalu gelap karena banyaknya lampu-lanpu jalan yang menyala. Tatapan Iqbal mendadak tertuju pada seorang wanita yang berdiri di seberang jalan dan tengah menatap ke arahnya. Wanita itu terlihat memakai pakaian khas pengantin Jawa yang lengkap dan wajahnya dihiasi senyum yang begitu memikat.

Iqbal terus menatapnya tanpa berpaling. Ia menatap ke arah wanita itu bukan karena merasa terpukau, melainkan karena ingin tahu apakah yang dilihatnya adalah manusia atau jelmaan Jin. Senyum memikat di wajah wanita itu sama sekali tidak menarik perhatian Iqbal. Justru senyum memikat itu adalah bagian yang menurut Iqbal terlihat seperti sebuah jebakan.

Taksi online sudah pergi. Suara gamelan mendadak terdengar di telinga Revan yang baru saja akan meraih kandang Pangsit. Iqbal masih belum berpaling dari wanita yang tengah ditatapnya. Ia segera menarik hoodie yang Revan pakai, hingga pemuda itu berhasil tertarik ke arahnya. Saat Revan berdiri tepat di sisinya, Iqbal pun mengarahkan tatapan pemuda itu ke arah wanita yang sedang ditatapnya sejak tadi.

"Siapa itu? Kenapa malam-malam begini ada wanita berpakaian pengantin lengkap seperti itu?" heran Revan.

"Suara gamelan, apa kamu juga dengar?" tanya Iqbal.

"Iya. Aku dengar sejak beberapa saat yang lalu dan masih belum berhenti," jawab Revan, tanpa mengalihkan tatapannya dari wanita yang Iqbal tunjukkan.

"Ayo berdoa, Van. Ayo berdoa bersamaku dan jangan berhenti," ajak Iqbal.

"Mm, ayo."

Wanita dengan senyum memikat itu mulai berjalan pelan-pelan dari tempatnya. Seakan tengah mendatangi calon pengantin pria yang sudah menunggunya. Langkahnya seirama dengan suara gamelan yang masih terdengar. Iqbal dan Revan pun akhirnya tahu, bahwa wanita itu sudah jelas bukanlah manusia.

"A'udzubillah himinasy-syaithannirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamawati wa maa fil ardhi man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaaa bimaaa syaaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardh walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘azhiim."

Keduanya terus mengulangi ayat kursi yang tengah mereka lafalkan. Wanita dengan senyum memikat itu terus mendekat ke arah mereka, hingga akhirnya mendadak hilang sebelum langkahnya tiba di hadapan Iqbal dan Revan. Suara gamelan juga mendadak hilang, tergantikan dengan teriakan panik yang bergema dari balik pagar rumah Risma.

"IQBAL!!! REVAN!!! BERHENTI MENATAP SETAN ITU!!!"

Lantangnya suara Karel membuat mereka menoleh dengan kompak. Pada saat itulah mereka sadar, bahwa sudah ada beberapa orang yang sedang menatap ketakutan ke arah mereka akibat dari kemunculan wanita dengan senyum memikat tadi.

"Iya ... iya ... kami dengar, kok. Kenapa kamu harus teriak-teriak begitu, sih?" heran Revan.

"Kalau tadi kami berdua tidak menatapnya terus, bisa-bisa dia menghilang mendadak dan menghantui kami kapan pun, Rel. Makanya kami terus menatapnya sambil membaca doa bersama-sama," tambah Iqbal.

Karel tampak sangat takut, karena tadi makhluk halus itu sudah berjalan hampir mendekat ke arah Iqbal dan Revan. Ia tidak tahu, kalau ternyata kedua pemuda itu menyadari kalau yang mereka lihat itu adalah makhluk halus. Reva pun kini mencoba menenangkan Karel yang masih kesulitan bicara.

"Karel berteriak sekencang itu karena kalian berdua enggak memberi respon ketika dipanggil dan diberi peringatan. Selain itu, pagar ini tadi mendadak enggak bisa dibuka," jelas Reva, agar Revan dan Iqbal memahami.

Iqbal dan Revan pun saling menatap satu sama lain. Kini keduanya paham, tentang alasan mengapa tadi suara gamelan mendadak terdengar begitu nyata di telinga mereka. Wanita dengan senyum memikat itu ingin menjerat mereka, entah untuk tujuan apa.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang