7 | Membentengi Kedua Korban

506 60 35
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Bagaimana, Sul? Apakah Pak Rizal harus dibangunkan dengan caramu atau cukup dengan upaya ruqyah?" tanya Revan.

Pemuda itu baru saja selesai menyiapkan air untuk meruqyah. Ia dan Samsul sejak tadi berusaha mencari cara untuk membangunkan Rizal. Samsul tidak segera memasuki alam bawah sadarnya, karena Rizal sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang mengalami koma. Raut wajahnya terlihat seperti orang yang sedang tidur. Sangat tenang dan tidak terlihat mengkhawatirkan. Hanya saja, perkara adanya bekas memar pada bagian kanan keningnya menjadi pertimbangan mereka untuk menentukan cara membangunkan Rizal. Mereka tidak ingin gegabah, karena takut salah mengambil keputusan.

"Sudah sejak tadi aku berusaha membangunkan Pak Rizal menggunakan cara ruqyah, Van. Ini ... kamu sadar kalau air yang kupakai ini adalah air yang sudah kamu pisahkan diawal tadi, 'kan?"

Revan menepuk keningnya, karena sejak tadi dirinya tidak memerhatikan hal yang Samsul lakukan. Ia hanya fokus pada air yang harus didoakan sebelum dirinya melakukan ruqyah.

"Tapi sepertinya meruqyah Pak Rizal bukanlah cara yang tepat untuk membangunkannya. Pak Rizal memang tidak terlihat seperti orang yang mengalami koma, Van. Hanya saja setelah aku meruqyahnya, raut wajahnya mulai tampak berbeda dari raut wajahnya saat pertama kali kita lihat," jelas Samsul.

"Kalau begitu, kamu tunggu apa lagi? Cepatlah coba untuk masuki alam bawah sadarnya. Meski tadi tidak terlihat seperti orang koma, siapa tahu Pak Rizal memang membutuhkan bantuan untuk bangun melalui kemampuan yang kamu miliki," dorong Revan.

Samsul pun segera meletakkan botol dan handuk yang sejak tadi dipegangnya, ke atas meja yang terletak di samping tempat tidur. Revan tetap diam di tempatnya, sambil memperhatikan Samsul yang sedang bersiap akan memasuki alam bawah sadar Rizal. Pemuda itu menutup kedua matanya seperti biasa dan sedang berdoa dalam diamnya. Revan melirik sekilas ke arah pintu, karena mendengar Risma yang tengah menceritakan kronologi kejadian yang menimpa Rizal sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Samsul membuka kedua matanya. Revan menyadari bahwa Samsul telah siap untuk mencoba membawa kesadaran Rizal kembali, melalui alam bawah sadarnya. Kedua telapak tangan Samsul segera diletakkan pada dada pria itu, dan kedua matanya kembali menutup seperti tadi.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Samsul.

BRUAKHHH!!!

"Argh!"

Revan hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri, saat melihat Samsul mendadak terlempar ke arah dinding kamar itu. Ia benar-benar tidak menyangka, kalau Samsul akan gagal memasuki alam bawah sadar seseorang. Padahal itu adalah salah satu keahliannya yang paling ia hafal selama ini dan sama sekali tidak bisa dipelajari oleh Karel. Revan baru tersadar dari rasa kagetnya, saat melihat Karel dan Iqbal masuk ke kamar itu untuk membantu Samsul bangkit dari lantai.

"Ada yang datang! Energi negatifnya terasa kuat sekali dari belakang sana!" seru Nadin.

Revan bisa melihat kalau saat ini Nadin sedang merangkul Risma dan berupaya menjaganya. Reva dan Ruby juga terlihat mengeluarkan senjata masing-masing, karena harus mengamankan Risma yang masih berada di sisi Nadin. Setelah memercayakan Samsul kepada Iqbal, Karel pun ikut keluar dan menatap ke arah bagian belakang rumah itu. Revan segera mendekat pada Rizal dan memeriksa keadaannya, setelah Samsul gagal memasuki alam bawah sadarnya.

"Setan anja-anja itu muncul!" Karel memberi peringatan, seraya mencoba melindungi Reva dan Ruby.

Nadin pun langsung membawa Risma ke dalam kamar, agar wanita itu tetap aman bersama Rizal.

"Revan! Bentengi Pak Rizal dan Bu Risma!" perintah Karel.

Revan segera mengambil dua botol air yang sudah didoakan, lalu memberikan salah satunya kepada Nadin. Nadin akan membantu Risma membentengi diri, sementara Rizal akan menjadi tanggung jawabnya.

"Beri minum Bu Risma, Nad. Jangan lupa baca bismillah sebelum minum. Habiskan airnya. Dan kamu, baca ayat kursi sebanyak tujuh kali di sisi Bu Risma," titah Revan.

"Oke," sahut Nadin, yang kemudian kembali berinteraksi dengan Risma.

Iqbal dan Samsul pun menatap ke arah Revan. Keduanya ingin tahu bagaimana cara membentengi diri Rizal, sementara Rizal saat ini belum sadarkan diri.

"Bagaimana dengan Pak Rizal, Van? Bagaimana caranya kamu membantunya membentengi diri?" tanya Iqbal.

"Kita bentengi diri Pak Rizal dari luar tubuhnya. Ayo, kalian berdua harus bantu aku," jawab Revan.

Pemuda itu menyerahkan satu buah handuk kecil ke tangan Samsul, sementara dirinya juga memegang satu buah. Samsul meraih botol yang tadi ia simpan di atas meja, karena kini sisa air itu akan ia gunakan untuk membentengi diri Rizal.

"Iqbal, tolong bentang selimut untuk menutup sisi samping sini. Aku dan Samsul akan membuka pakaian Pak Rizal sebelum membentengi dirinya," pinta Revan.

Iqbal langsung menyambar selimut yang Revan maksud. Ia kemudian membentang selimut itu, agar Rizal benar-benar tidak terlihat oleh Nadin yang sedang membantu Risma.

"Nad," panggil Iqbal, pelan.

Nadin pun menoleh ke arah Iqbal dan bertemu tatap dengannya.

"Usahakan jangan dulu berbalik ke sini, meski nanti Bu Risma sudah selesai kamu bantu membentengi diri. Tetap di situ saja dan berbalik ke arah dinding," ujar Iqbal.

Nadin pun mengangguk seraya tersenyum. Ia paham dengan apa yang Iqbal katakan. Iqbal tidak mau Nadin sampai melihat ke arah tempat tidur, karena Rizal harus dibentengi dengan cara yang berbeda.

Di luar kamar, setan anja-anja yang datang ke rumah itu untuk meneror mulai berjalan pelan ke arah Karel, seperti yang tadi dihadapi oleh Iqbal dan Revan di luar rumah. Reva dan Ruby mengamati senyum memikat yang ditunjukkan oleh setan anja-anja tersebut. Keduanya cukup kaget, karena setan anja-anja itu dengan sengaja menunjukkan wujudnya di hadapan manusia mana pun yang hendak menghalanginya. Bunyi gamelan terdengar oleh mereka bertiga, seakan ada pesta pernikahan yang sedang berlangsung di rumah itu. Karel pun menyadari, bahwa hal yang sama juga sempat dialami oleh Iqbal dan Revan saat masih berada di luar rumah.

"Baca ayat kursi dan jangan berhenti sampai dia pergi," titah Karel.

Reva dan Ruby segera melaksanakan perintah tersebut. Karel sendiri saat ini sedang mengeluarkan energi yang cukup besar dari dalam dirinya, untuk menahan langkah setan anja-anja itu agar tidak bisa memasuki kamar milik Risma dan Rizal. Sekacau apa pun situasi yang akan terjadi di luar kamar tersebut, setan anja-anja itu tidak boleh berhasil masuk ke sana.

"... man dzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa biidznih, ya'lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai'im min 'ilmihii illaaa bimaaa syaaa' wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardh walaa ya'uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal 'aliyyul 'azhiim."

Setan anja-anja itu mendadak berhenti dan tidak lagi tersenyum, saat tahu bahwa dirinya dihalangi oleh energi dari seorang manusia yang memiliki ilmu putih. Reva dan Ruby terus mengamatinya, begitu pula dengan Karel. Suara gamelan masih terdengar di telinga mereka, meski setan anja-anja itu tidak lagi melangkah sesuai dengan iramanya. Perlahan, wajah cantik yang tadi dihiasi senyum memikat itu berubah, diiringi dengan cepatnya sosok itu menerjang ke arah mereka bertiga dengan mulut penuh taring yang menganga sangat lebar.

Setan anja-anja itu menghilang lagi seperti tadi, setelah berhasil menumbangkan Karel, Reva, dan Ruby hingga tersungkur di lantai.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang