8 | Sedikit Kekhawatiran

439 61 48
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

BRUAKHHH!!!

Terhempasnya tubuh Karel, Ruby, dan Reva membuat Nadin--yang telah selesai membantu Risma membentengi diri--segera berlari keluar dari kamar. Iqbal sempat menoleh dan ingin ikut membantu. Tapi tugasnya yang sedang membentang selimut jelas belum bisa ia tinggalkan. Nadin segera meraih Ruby dan Reva setelah tiba di luar, lalu membantu keduanya bangkit agar bisa duduk sebentar untuk menenangkan diri. Setelah Ruby dan Reva duduk sekaligus bersandar pada dinding luar kamar, Nadin juga segera membantu Karel berdiri, meski pemuda itu tampaknya bisa berdiri sendiri tanpa dibantu.

"Terima kasih, Nad," ucap Karel.

"Ya, sama-sama," balas Nadin. "Ada apa, Rel? Kenapa kamu dan yang lainnya sampai terjatuh seperti tadi? Apakah setan anja-anja itu menyerang ke arah kalian?"

Karel pun mengangguk. Ia mencoba menenangkan nafasnya lebih dulu, sebelum mencoba membicarakan yang terjadi beberapa saat lalu. Revan dan Samsul telah selesai membentengi diri Rizal dari luar. Tubuh pria itu kini telah ditutupi oleh selimut sepenuhnya, sehingga Iqbal bisa keluar dan memeriksa keadaan Karel, Reva, dan Ruby.

"Apakah ada yang terluka?" tanya Iqbal, mencoba memastikan keadaan Reva dan Ruby lebih dulu.

"Alhamdulillah kami baik-baik saja, Bal. Hanya ... badan kami rasanya sakit akibat terbanting ke lantai," jawab Reva.

"Wajah setan anja-anja itu mendadak tidak secantik awalnya. Dia terlihat sangat menyeramkan ketika menyerang ke arah kami. Mulutnya penuh dengan taring," Ruby menjabarkan yang ia lihat sebelum terjatuh.

"Dia mungkin terpancing dan murka, setelah merasakan energi dari kekuatan yang Karel miliki. Dia tahu kalau kamar Bu Risma dan Pak Rizal tidak akan bisa dia masuki, maka dari itu dia memilih menyerang kita," pikir Reva.

Samsul keluar dari kamar bersama Revan. Revan segera meraih Reva dan memeluknya dengan erat. Ia sangat khawatir terhadap keadaan Adik bungsunya tersebut, meskipun Reva sama sekali tidak takut menghadapi apa pun. Samsul hanya menatap ke arah Ruby. Pemuda itu mengepalkan kedua tangannya erat-erat, karena merasa kecewa terhadap diri sendiri.

"Ini salahku," ujar Samsul, secara tiba-tiba.

Semua orang menatap ke arahnya, bahkan Iqbal pun segera berdiri dan merangkulnya untuk mencoba menenangkan pemuda itu.

"Sul, jangan bicara yang tidak-tidak," saran Karel.

"Tapi ini memang salahku, Rel. Andai aku berhasil pada usaha pertama untuk membangunkan Pak Rizal, maka setan anja-anja itu enggak akan menyerang kalian bertiga sampai terhempar ke lantai seperti tadi," sanggah Samsul.

"Sul, istighfar," Ruby mengingatkan dengan cepat.

Samsul pun kembali menatapnya. Gadis itu bangkit dan berdiri seraya menatap ke arah Samsul.

"Jangan biarkan dirimu lengah. Mungkin perasaan yang kamu rasakan saat ini, adalah akibat dari pengaruh yang dilepaskan oleh setan anja-anja itu. Dia pasti ingin membuat kamu menyerah atas keadaan Pak Rizal, Sul. Tapi kamu tidak boleh terpengaruh. Kamu harus menepis pengaruh itu dan berjuang lebih keras. Ayo cepat, istighfar."

Samsul pun mengangguk. Ia berusaha berhenti menyalahkan diri sendiri, setelah Ruby mengingatkannya.

"Astaghfirullah hal 'azhim ... astaghfirullah hal 'azhim ... astaghfirullah hal 'azhim," lirih Samsul.

Revan ikut merangkul Samsul dengan tegas, lalu berusaha memberinya dukungan.

"Istirahat sejenak, Sul. Rasa lelah mungkin bisa mempengaruhi efektifitas kemampuanmu. Jadi, cobalah beristirahat dulu beberapa saat sebelum kamu mencoba lagi," saran Revan.

Tari kini menatap ponsel milik Rasyid, yang beberapa saat lalu baru saja diserahkan ke tangannya. Pesan yang tadi dikirim oleh Reva tengah ia baca. Rasyid sendiri saat ini tampak sedang memikirkan soal setan anja-anja yang diceritakan oleh Reva.

"Kita belum pernah menghadapi makhluk halus yang sangat spesifik seperti itu. Kita hanya terbiasa menghadapi makhluk halus yang ada hubungannya dengan teluh. Sekarang, saat anak-anak kita mulai mengambil pekerjaan yang sama dengan kita, tampaknya mereka harus menghadapi makhluk halus yang jauh berbeda dengan yang sering kita hadapi," ujar Rasyid.

"Mm, kamu benar," tanggap Tari. "Reva mengatakan bahwa kali ini mereka akan menghadapi setan anja-anja. Revan dan Iqbal adalah orang pertama yang didatangi oleh setan itu, saat mereka baru saja tiba di rumah korban yang diteror. Reva juga mengatakan, bahwa menurut penjelasan Karel, setan anja-anja itu selalu mengincar pengantin baru. Terornya akan dimulai, setelah pengantin baru melewati malam pertama. Wah ... Karel tampaknya menjelaskan sangat detail, sehingga putri bungsuku tidak segan-segan menuliskan semuanya dalam pesan untuk kita."

Tari menyimpan ponsel milik Rasyid ke atas meja. Kini ia menatap suaminya dan siap untuk mendengarkan.

"Apakah menurut kamu tidak akan terjadi masalah, jika anak-anak kita benar-benar lebih fokus mengatasi makhluk-makhluk halus yang belum pernah kita hadapi sebelumnya?" tanya Rasyid.

"Jika yang menghadapi makhluk-makhluk halus itu hanya Revan dan Reva, maka mungkin aku akan merasa khawatir. Mungkin saja akan terjadi masalah seperti yang kamu pikirkan, jika mereka menghadapi hanya berdua saja. Tapi saat ini, ada Karel, Samsul, dan juga Nadin di sisi mereka. Bahkan Iqbal dan Ruby yang sama sekali tidak memiliki kemampuan apa pun seperti Revan dan Reva juga ikut serta untuk mengatasi makhluk halus yang meneror korban. Jadi menurutku, sebaiknya kita percayakan saja semuanya pada anak-anak. Karel pasti akan membuat keputusan yang bijak. Dia memiliki pemikiran yang bijak seperti Ziva, jadi sebaiknya kita tidak perlu khawatir terlalu berlebihan. Kalau memang terjadi sesuatu pada akhirnya, salah satu dari mereka pasti akan menelepon dan mencoba meminta pendapat untuk menyelesaikan masalah," jawab Tari.

Rasyid kembali terdiam setelah mendengar jawaban dari istrinya. Ia menatap ke arah dinding, di mana foto keluarga yang menampilkan wajah Revan dan Reva terlihat jelas olehnya. Anak-anaknya sudah besar. Anak-anaknya sudah mulai beranjak dewasa. Pendapat Tari jelas benar, bahwa mereka pasti akan segera meminta pendapat jika memang terjadi masalah dalam pekerjaan. Mereka tidak akan diam saja dan berusaha mencari jalan sendiri. Mereka tahu, bahwa ada orangtua yang bisa memberikan pendapat jika memang keadaan sudah mulai terdesak.

"Tahun depan Reva akan lulus SMA bersamaan dengan Niki, Nadin, dan Ruby. Meski saat ini dia berbeda sekolah dengan ketiga gadis itu, bisa saja nanti dia akan kuliah di tempat yang sama dengan mereka. Daripada kamu memusingkan pekerjaan yang dikerjakan oleh anak-anak kita, lebih coba tanyakan apakah Reva sudah tahu ingin kuliah di mana?" saran Tari.

"Reva akan kuliah di kampus yang sama dengan Revan. Dia sudah bilang begitu sejak tahun lalu. Mm ... mungkin sekarang seharusnya aku mulai bertanya, apakah dia sudah mulai menyukai seseorang atau belum. Siapa tahu dia ingin dijodohkan dengan seseorang," cetus Rasyid.

Tari langsung berkacak pinggang sambil menatap sengit ke arah suaminya. Rasyid sadar bahwa dirinya sedang ditatap oleh Tari, lalu memutuskan untuk segera pergi dari ruang tengah sebelum kena terkam.

"Jangan coba-coba meniru ulahnya Mika! Cukup Samsul saja yang jadi korban dari pikiran konyol Mika yang ingin menjodoh-jodohkan dengan Oliv! Kalau kamu ikut-ikutan, maka kamu akan aku rendam di kolam ikan koi selama satu bulan!" ancam Tari, tak main-main.

* * *

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang