4 | Yang Berpaling

445 59 51
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Kami enggak mendengar suara panggilanmu, Rel. Tidak ada suara yang kami dengar selain dari suara gamelan, yang tadi mengiringi langkah perempuan jadi-jadian itu," jelas Iqbal, agar Karel memahami.

"Itu benar. Hanya suara gamelan yang terdengar oleh kami, seakan sedang ada pesta pernikahan yang dilaksanakan di desa ini," tambah Revan.

"Tapi masalahnya, sejak tadi sama sekali enggak ada suara gamelan yang terdengar olehku ataupun Karel. Bahkan keluarga Bu Risma dan Pak Rizal juga tidak mendengar suara gamelan yang kalian sebutkan," tanggap Reva.

"Itu ..." Karel masih berusaha menenangkan dirinya, "memang salah satu tanda munculnya setan berwujud pengantin perempuan tadi. Suara gamelan akan mengiringi kemunculannya, karena dia akan melangkah menuju orang yang dituju sesuai dengan irama gamelan."

Revan dan Iqbal pun langsung saling menatap satu sama lain, usai mendengar yang Karel katakan.

"Ah ... pantas saja dia berjalan pelan sekali. Ternyata langkahnya harus seiring dengan suara gamelan," pikir Revan.

"Hah! Padahal tadi aku pikir dia berjalan menuju ke arah kita sambil menari," balas Iqbal.

Salah satu orang dari pihak keluarga Rizal mendekat pada mereka. Reva memutuskan untuk menghadapinya, karena Karel saat ini belum siap untuk menghadapi orang lain, selain anggota tim mereka.

"Maaf, saya ingin bertanya, Dek."

"Iya, Pak. Silakan tanyakan apa pun yang ingin Bapak tanyakan," tanggap Reva.

"Begini ... itu ... sosok perempuan tadi yang mendatangi dua rekanmu, apakah ... apakah itu adalah makhluk halus?"

"Iya, Pak. Benar sekali. Sosok perempuan yang tadi menampakkan diri dengan sengaja itu adalah makhluk halus yang meneror Pak Rizal dan Bu Risma. Dia sengaja menampakkan dirinya secara terang-terangan seperti itu untuk menakut-nakuti siapa pun yang berusaha membantu Pak Ri--"

"Kalau begitu kami pamit dulu, ya, Dek."

Ucapan Reva mendadak dipotong begitu saja. Beberapa orang dari pihak keluarga Rizal maupun Risma tampaknya sama sekali tidak ingin berurusan ataupun membantu agar Risma tetap tenang. Mereka lebih suka lepas tangan, karena beranggapan bahwa hal-hal seperti itu adalah masalah yang tidak perlu dicampuri.

"Ya, silakan Pak. Jika Bapak-bapak dan Ibu-ibu hendak pulang, hal itu justru akan membuat kami menjadi lebih leluasa bekerja untuk menghentikan teror makhluk halus. Semakin banyak orang yang tidak berkepentingan di sini, akan semakin merepotkan bagi Bu Risma. Hati-hati di jalan," pesan Reva, seraya tersenyum sinis.

Orang-orang itu benar-benar pergi dan bahkan tidak mengucap salam. Mereka benar-benar lebih senang lepas tangan, daripada berusaha mendampingi.

"Wah ... mereka adalah keluarga yang sangat lucu. Ingin dianggap keluarga saat orang sedang senang saja, tapi lupa bahwa mereka keluarga jika sedang ada yang kesusahan. Na'udzubillah!" desis Reva, sambil menahan geram.

Ia segera kembali ke sisi Karel, untuk menenangkan pemuda itu sekali lagi. Karel merasa cukup tenang saat itu, karena Reva tahu persis bagaimana cara membuat perasaannya kembali seperti sediakala.

Nadin menatap Samsul yang saat ini sedang memeriksa keadaan Rizal--suami Risma. Pria itu berbaring dengan wajah pucat di atas tempat tidur yang ada di kamar. Keadaannya terlihat sangat mengkhawatirkan, karena sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa dirinya hanya pingsan semata. Ruby masih mendampingi Risma di luar kamar. Risma masih berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah, karena takut kena tegur oleh keluarganya ataupun keluarga suaminya.

"Bagaimana, Sul? Apakah Pak Rizal bisa dibangunkan tanpa perlu kamu memasuki alam bawah sadarnya?" tanya Nadin.

Samsul menoleh dan menatap Nadin yang ada di sisinya sejak tadi. Nadin bisa melihat keraguan di wajah Samsul, dan hal tersebut membuatnya sedikit mengernyitkan kening. Tidak biasanya Samsul memasang ekspresi seperti itu. Sejak kecil, ia sadar bahwa Samsul adalah satu-satunya orang yang tidak pernah ragu ketika menghadapi sesuatu. Bahkan Sammy dan Sandy tidak pernah seoptimis Samsul pada setiap kesempatan. Namun kali ini, ia merasa heran usai melihat betapa ragunya Samsul untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan. Seakan ada sesuatu yang tidak bisa ia pastikan, sehingga begitu berat untuk menjawab.

"Aku tidak bisa menilai sendirian kali ini, Nad. Aku butuh penilaian orang lain, untuk mendukung penilaianku sendiri atas kondisi Pak Rizal. Aku tidak bisa gegabah, karena raut wajah Pak Rizal yang kulihat saat ini benar-benar membuatku bimbang. Dibilang pingsan, Pak Rizal sama sekali tidak terlihat seperti orang pingsan. Dibilang koma pun, Pak Rizal juga tidak terlihat seperti orang koma. Jadi, aku enggak bisa memberikan penilaianku sekarang kepadamu, Nad. Aku juga butuh pendapat lain," jawab Samsul, apa adanya.

Nadin menghela nafas sejenak. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang cukup kacau, sejak menjejakkan kaki di rumah itu.

"Oke, aku akan berusaha memahami bahwa kamu butuh pendapat orang lain. Sekarang katakan, pendapat siapa kira-kira yang ingin sekali kamu dengar?" Nadin memberikan pertanyaan lain.

Samsul kini berpikir sejenak. Ia melirik sekilas ke arah Ruby yang masih mencoba menenangkan Risma sekaligus mendampinginya. Risma terlihat sangat terpukul dengan kondisi suaminya saat itu. Wanita itu sudah jelas belum bisa memberikan keterangan seperti yang mereka harapkan, meski mereka mencoba bertanya berulang-ulang kali. Jika perasaanya sudah tenang, maka mungkin Risma baru akan bisa memberikan keterangan soal awal mula yang menyebabkan Rizal tak sadarkan diri.

"Kemungkinan aku akan meminta pendapat Revan, Nad. Iqbal tidak mungkin kumintai pendapat, karena dia belum ada pengalaman mengamati ataupun ikut meruqyah seseorang. Beda halnya dengan Revan yang sudah sering belajar pada Om Rasyid. Revan jelas jauh lebih tahu dan lebih bisa memberikan pendapatnya kepadaku, setelah dia melihat kondisi Pak Rizal secara langsung."

"Kenapa bukan Karel? Karel juga bisa meruqyah seperti yang Revan lakukan," Nadin ingin tahu.

"Ya, kamu benar. Karel juga bisa meruqyah seperti yang Revan lakukan. Tapi di antara kita, yang bisa melihat makhluk halus hanyalah aku dan Karel. Kalau aku sedang bertugas di sini, maka Karel akan bertugas untuk mengawasi bagian luar kamar ini atau bagian luar rumah ini. Dia akan mengawasi kedatangan makhluk halus yang tidak menampakkan diri dengan sengaja di hadapan semua orang. Jika tidak begitu, bisa saja nantinya akan terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap diri kita ataupun terhadap Bu Risma dan Pak Rizal."

Nadin pun mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia telah memahami maksud dari penjelasan Samsul.

"Kalau begitu aku akan meminta Ruby memanggil Revan. Kamu tunggulah di sini dan jaga Pak Rizal baik-baik," pesan Nadin.

Samsul setuju. Ia segera kembali duduk di samping tempat tidur, sementara Nadin keluar dari kamar itu untuk meminta Ruby memanggil Revan.

"Baru kali ini aku menghadapi keadaan korban dengan perasaan seragu ini. Apa artinya rasa ragu dalam hatiku ini? Apakah ini adalah pertanda yang tidak baik?" tanya Samsul, membatin.

* * *

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang