10. Family Time

173 8 5
                                    

"Kak Fira? Kapan datang? Lhoh Kak Fira habis mangis?" Fatimah yang baru saja keluar dari arah dapur terkaget menemukan Syafira duduk dengan tangisan tersedu. Wanita itu gelagapan lalu berdiri dan segera menghapus air matanya dengan ujung hijabnya.
"Ti..tidak Ima, Kakak nggak nangis kok. Tadi habis bantu-bantu iris bawang di dapur eh rup..rupanya kakak cuci tangannya kurang bersih. Pas...nggak sengaja kakak kucek-kucek mata. Jadinya perih banget.."kilah Syafira gugup.
"Ya Allah kak.. kasihan banget sih. Apa mau Ima ambilkan obat tetes?"tawar Ima memandang lekat kedua mata Syafira dengan khawatir.

"Tidak usah Ima, Kakak sudah mau pulang kok. Nanti biar dirumah saja. Kakak permisi ya. Assalamualaikum..." ucap Syafira bergegas meninggalkan Fatimah sebelum gadis cantik itu curiga dan bertanya-tanya lagi. Syafira tak perduli bahkan Fatimah menjawab salamnya dengan ragu-ragu. Gadis itupun melanjutkan langkahnya dimana keluarganya berada.

Dari arah seberangnya Abuyanya melangkah menuju ruangan yang sama. Fatimah segera berlari menghampiri Abuya Mukhlis. Gadis itupun melangkah bersamaan dengan Sang Ayah dengan bergelayut manja dilengan Abuyanya. Keduanya memasuki ruang makan yang langsung disambut Ummanya serta kedua putra dan satu menantu cantiknya.

"Humaa...!" Teriak Fatima, gadis itu segera melepaskan tangannya dari gandengan Abuyanya lalu berlari menghampiri sahabatnya dimasa kecil dulu.
Huma pun berdiri menyambut kehadiran Sahabatnya yang sekarang sudah merangkap menjadi adik iparnya. Keduanya berpelukan melepas rindu. Entah sudah berapa lama tidak bertemu. Keduanya memang seumuran. Walau tidak pernah sekolah ditempat yang sama tapi keduanya cukup akrab karena kedua orang tuanya yang bersahabat.
"Kamu cantik banget sekarang. Sejak kapan pake hijab?" Fatima memandangi Humaira dari ujung kepalanya hingga ke kaki wanita itu setelah keduanya melepaskan pelukan. Huma hanya tersenyum kecut.
"Baru sejak hari ini. Itupun dipaksa kakakmu!"ketus Huma sambil melirik sebal pada suaminya. Wanita itu bicara blak-blakan di depan semua orang sehingga tawa pun menggema di ruang makan itu.

"Wah... kasihan. Siap-siap saja nanti bakalan banyak daftar aturan baru tuh buat kamu Huma dari Si Mr. Ustadz Possesif hehehe..."kekeh fatima melirik jail pada Fatah.

"Nggak usah nunggu nanti Ima. Sekarang saja sudah mulai banyak aturan."lirih Huma menundukkan kepalanya. Tentu saja wanita itu tidak berani menjelek-jelekkan suaminya di depan keluarganya. Fatah yang sebenarnya masih bisa mendengar keluhan istrinya hanya bisa menahan gelinya. Sedangkan Fatima tidak bisa lagi menahan cekikikannya.

"Ima..."ucap Nabila memperingati putri tunggalnya.
"Hehehe.. iya Umma. Aku kasihan sama Humaira Umma. Ima bisa bayangin kalau kakak mode posesif gimana. Ima aja diposesifin apalagi Humaira yang cantiknya overdosis."komentar Fatima.
"Kak Ozan kok bengong liatin Huma sih. Wah bahaya.. jangan-jangan Kak Ozan juga naksir Huma ya?"canda Fatima.
"IMA!"
"Ima!" Tegur Abuya dan Fauzan bersamaan.
"Hehehe.... bercanda Buya. Lagian siapa yang nggak terseponah sama kakak iparku tercinta ini? Aku aja yang cewek naksir xixixi.."

"Cetak!"
"Auww! Kakak!"Ima mengusap-usap dahinya yang baru saja mendapatkan sentilan keras dari Fatah. Fauzan ikut terkekeh melihat pemandangan di depannya. Mulut adik kecilnya itu memang perlu mendapatkan hukuman karena sudah usil membully kakak-kakaknya.
Huma yang menjadi bahan literasi bullyan adik iparnya itu hanya bisa menunduk menyembunyikan wajahnya yang entah sudah seperti tomat atau bahkan tomat busuk.

"Dasar ima!"umpat Huma dalam hati.

"Sudah..sudah... kalian bercanda terus. Ayok kita makan.."ajak Umma Nabila. Wanita itu mulai mengambilkan nasi dan lauk-pauk untuk Abuya. Humaira memperhatikan apa yang dilakukan Umma Nabila.
"Apa aku juga harus ngambilin Kak Fatah seperti Umma? Ih males banget! Tapi kenapa Kak Fatah nggak segera membuka piringnya? Jangan-jangan dia ngarep?" Huma melirik tajam kearah suaminya. Menyebalkan sekali, pria itu malah tersenyum menggoda padanya sambil menggerak-gerakan kedua alisnya kearah kedua orang tuanya.

Merried With UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang