8. Hijab Penutup Kissmark

262 10 4
                                    

Satu Minggu Kemudian

"Putramu benar-benar ya Um, disuruh sabar sebulan saja tidak bisa! Merepotkan saja! Sudah tahu adiknya lagi sibuk ngurusi pembangunan pondok, malah ditambah harus mengurusi pesta pernikahannya. Benar-benar anak itu..." Abuya Mukhlisin mengusap kasar wajahnya.
Permintaan mendadak putranya kemarin benar-benar membuatnya kaget. Apalagi ancamannya tidak main-main. Fatah memilih mengundurkan diri mengurusi kampus jika Abuyanya tidak mau melangsungkan pernikahanmya secepatnya.

Fatah tidak berfikir, bahwa untuk melamar dan menikahi seorang putri dari keluarga Bachtiar itu harus butuh persiapan matang. Bagaimana bisa mengirimkan kartu undangan dengan waktu kurang dari sepekan. Padahal jumlah relasinya baik dari pihaknya maupun dari pihak Bachtiar sangatlah banyak.

Umma Nabila menghampiri suaminya yang nampak lelah. Pria setengah baya yang masih terlihat tampan dengan wajah dan kulitnya yang begitu bersih itu tengah menyandarkan punggungnya di sofa siku yang terletak di teras belakang rumahnya.

"Memangnya kita mau menunggu berapa lama lagi Buya? Usia sulungmu itu sudah 28th. Dan putramu itu mendapatkan gelar doktornya diusia yang masih sangat muda. Apa Buya lupa kenapa bisa segila apa putramu dalam belajar dan merintis bisnisnya demi seorang Humaira? Buya sendiri bagaimana? Bahkan Buya hanya melihat Umma dalam semalam. Paginya Buya sudah tidak bisa menahan diri kan?" Goda Nabila yang disambut ledakan tawa suaminya. Mukhlisin terkekeh seketika. Pria itu meraih pinggul istrinya yang masih duduk disampingnya hingga wanita cantik setengah baya yang masih terlihat muda meskipun tiga buntutnya sudah dewasa itu kini berada dalam pangkuannya.

"Ehhh! Buyaaa... " Nabila langsung mengalungkan erat kedua lengannya pada leher suaminya saat Mukhlisin menariknya hingga jatuh ke dalam pangkuannya sambil tertawa lepas. Setiap mengingat kegilaannya waktu itu dalam mendapatkan Nabila sungguh membuatnya gemas. Bahkan ketika lamarannya diterima dengan cepat tanpa diduga, sampai dirumahnya Mukhlisin sudah melompat-lompat dan teriak seperti orang gila saking girangnya.

"Umma selalu menggemaskan. Bagaimana kalau kita membuatkan Fatima adik?"smirk Mukhlis dengan tatapan gelapnya.

"Apa?! Buya jangan gila! Kita sudah tua! Pantasnya sudah gendong cu... Hmmmmftt.... mmm" pria itu langsung meraih tengkuk istrinya lalu melumat gemas bibir manis Nabila yang tidak pernah membuatnya bosan itu di teras kamar privatenya.

"Umma... kita sudah lama tidak bercinta disini ya? Bagaimana kalau siang ini kita bernostalgia disini?" Tanya Mukhlisin dengan suara lembutnya yang sedikit serak.

"Buya ih! Genitnya kambuh deh! Ingat umur Buya masak diteras siang-siang! Nanti kalau ada yang ngintip gimana?" Protes Nabila dengan wajahnya yang sudah memerah menahan malu.

"Tidak akan ada yang mengintip Umma sayang. Teras kita kan tertutup dinding yang tinggi. Biasanya juga kita disini kalau lagi bosen di kamar."balas Mukhlisin. Pria itu mulai melucuti hijab istrinya perlahan. Membuka resleting belakang gamis Nabila lalu menurunkan gamis itu dengan leluasa hingga sebatas pinggang. Terpampang dada indah Nabila yang masih tertutup bra namun selalu membuat Mukhlisin takjub. Padahal wanita itu menyusui ke 3 anaknya dulu, tapi kenapa masih saja terlihat montok di usianya yang sudah menginjak 46th.

Mukhlis kembali mendekatkan kepalanya lalu mencium bibir Nabila dengan lembut. Sebelah tangannya bergerak ke arah punggung mencari pengait bra wanita itu lalu melepaskannya perlahan. Bibirnya pun bergerak turun menyusuri leher jenjang Nabila lalu turun hingga berhenti pada puting istrinya yang sudah menegang.
"Buya...hhhh..."desah Nabila kala Mukhlis mulai mengulum putingnya dan menghisapnya sesekali. Sebelah tangannya pun meremas lembut gundukan mengkal istrinya yang menganggur. Suasana teras yang terbuka namun sejuk karena banyak pohon dan tanaman hias yang rimbun itu membuatnya terlihat semakin romantis.

Merried With UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang