Casey P.O.V
Hidup ini terasa biasa-biasa saja. Aku ingin sesuatu yang lebih menarik. Tidak membosankan seperti kehidupanku yang sekarang. Orang-orang malah bergembira dengan kehidupannya. Cih!
Aku tanya padamu, apanya coba yang menarik?! Hanya pergi ke sekolah, belajar, makan, tidur, belajar, pergi ke sekolah, tidur, makan. Sangat membosankan! Kalau saja seseorang dapat membantuku menemukan kehidupan yang lebih layak.
"Buka halaman 183!" Suara guru mata pelajaran Biologi membuyarkan lamunanku, tapi aku terlalu malas untuk mengambil buku super tebal di dalam tasku. "Casey Ainsley. Di mana bukumu?"
Bajingan! Aku sangat ingin membunuh guru itu. Jika bisa aku akan melakukannya sekarang. Bahkan, senjata untuk membunuh sudah ada di dalam tas mungilku.
Dengan sangat terpaksa aku mengeluarkan bukuku dari dalam tas dan membuka halaman buku sesuai yang di perintahkan oleh guru menyebalkan itu.
Aku membuka bukuku dan membiarkannya terbuka tanpa ikut membaca tulisannya. Aku asik menatap dunia luar melalui persegi panjang dengan kaca terpasang di situ. Entah apa yang 'manusia-manusia' itu katakan aku tak peduli sama sekali.
"Casey, kau selanjutnya!" Sepertinya ada yang dipanggil, tapi siapa? Hah! Lupakan saja, tidak penting! "Casey!!"
Seseorang menepuk pundakku dengan tangannya yang besar, aku menoleh dan mendapati guru menyebalkan itu sudah berdiri di sampingku, "Apa?!" Tanyaku acuh.
"Kau selanjutnya yang membaca!"
Argh! "Tanganku sedang gatal sekali sekarang. Jika bapak masih sayang nyawa bapak, lebih baik bapak mundur 5 langkah dariku!" Bentakku kesal. Guru itu bukannya mendengar malah memukul mejaku dengan tangannya.
"Kurang ajar! Apa tidak ada yang mengajarkan kepadamu sopan santun?!!" Aku berdiri dari tempat dudukku. Mengambil sesuatu di dalam tasku dan dengan cepat berbisik di telinganya, "Do you want to stay alive, or not?" Tanpa pikir panjang aku menusukkannya tepat di dada guru itu. Ya! Pisau.
Cairan merah segar langsung bermuncratan dari mulutnya. Aku menarik pisauku, tepat setelah itu cairan merah segar kembali keluar. Aku suka darah yang menyebar di lantai. Aku melewati 'murid-murid' itu dengan tatapan dingin dan evil smile sudah mengembang di wajahku.
Keluar dari kelas tanpa peduli reaksi mereka yang muntah, shock, kesal, sedih, atau reaksi lainnya. Lemah adalah kata yang cocok untuk menggambarkan mental mereka.
Aku berjalan menuju pagar kecil di belakang sekolah. Mereka tidak akan mau berjaga di situ saat jam pelajaran sedang berlangsung. Sehingga aku bebas untuk pergi dari sekolah.
Aku membuka pagar yang tidak terkunci itu sambil tetap menggenggam pisauku yang bersimbah darah kotor dari guru itu dengan tangan kananku.
Seseorang memegang sebelah tanganku dan menarikku. Errr... Apa dia tidak sayang dengan nyawanya?! "Nak, apa kau sudah dapat izi---"
Aku dengan cepat berbalik badan dan mengangkat tangan kananku tepat di depan wajahnya dan berbisik di telinganya, "Do you want to stay alive, or not?" Tanpa memperdulikan ringisannya, aku mendorong tanganku ke wajahnya dengan kata lain pisauku menembus kepalanya.
Singkat saja, aku malas berada di sini lebih lama. So, aku tarik pisauku dari kepalanya dan berbalik badan melanjutkan langkah kakiku. Aku hanya mendengar suara sesuatu terjatuh, yang pasti itu adalah mayatnya yang terkapar di tanah dengan darah yang menyelimuti tanah itu.
Aku tersenyum miring, benar-benar penjaga sekolah yang malang. Aku memasukkan pisauku ke dalam tas dan kembali berjalan dengan langkah cepat. Aku tau ekpresi 'orang-orang' saat melihat baju, rok, dan wajahku yang bersimbah darah ini.
Biarkan saja mereka berimajinasi sesukanya. Aku tidak peduli. Mereka memilih lari terbirit-birit juga aku tidak peduli.
Aku melewati seorang 'bapak tua'. Ngg.. Apa aku baru saja melihat dia menelpon dengan hpnya? "Aku butuh bantuan, ada pembunuh gila di sini....." Apa aku baru saja mendengar dia menyebutku 'pembunuh gila'?!!
Kalau masih ingin menghirup udara, lebih baik diam saja. Dasar! udah tua masih aja cari gara-gara. Aku menghentikan langkah kakiku dan berbalik badan untuk menghampiri 'bapak pencari ulah' itu.
Aku menghempaskan tanganku di telinganya. Otomatis hpnya jatuh dan rusak. Aku tersenyum kecil seraya mengambil pisauku di dalam tas dan menodongkannya tepat di dadanya. Tepat di tempat jantungnya berdetak dengan cepat.
Aku mendekati telinganya dan berbisik, "Do you want to stay alive, or not?" Tanpa menunggu lebih lama, aku menikam dadanya dengan pisauku. Jeritannya tidak akan bisa meluluhkan hatiku. Karena, aku tidak punya hati.
Aku tertawa dan mencabut pisauku. Darah langsung mengalir dari lubang di dadanya. "Hm, bagaimana? Apa enak rasanya di telan kegelapan?" Aku berbalik badan meninggalkan 'orang' yang hanya tubuhnya yang tersisa di dunia ini.
Jalanan di belakang sekolah sangat lengang. Tentu saja, 'manusia-manusia' itu kan sudah lari terbirit-birit tadi. Aku berjalan ke sebuah gang kecil dan menaruh tasku di tanah. Aku mengambil air mineral di dalam tasku dan membuka tutupnya.
Segera aku menumpahkan isinya di atas pisauku. Aku tidak mau pisauku berbekas oleh darah mereka.
"Nona." Err.. Siapa lagi sih?! Aku mengangkat kepalaku dan melihat seorang pria dengan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya dan tudung jubahnya yang menutupi wajahnya.
"Siapa?" Tanyaku sambil memasukkan pisauku di tas dan menggendong tasku di punggungku.
"Kau tidak perlu tau siapa aku. Sekarang ikutlah denganku." Aku malas mengikutinya. Tapi karena penasaran dan tidak adanya kerjaan, aku mengikuti langkahnya.
Dia melangkahkan kakinya menuju hutan. Aku mengikutinya tanpa rasa takut sedikitpun. Walaupun ini hutan terlarang.
Apa itu yang kulihat? Cahaya kah? Pria itu berhenti tepat di depan cahaya bundar itu. "Masuklah." Ucap pria itu dengan suara dalamnya.
Itu seperti portal. Tapi, aku terlalu malas untuk menghiraukannya. Aku masuk ke dalam situ dan bertemu dengan cahaya yang terang sekali. Sama sekali tidak ada apa-apa di sini.
"Ikuti saja garis hitam ini." Ucap pria itu sambil menunjuk garis panjang berwarna hitam yang aku sedang pijaki.
Alhasil, aku mengikutinya dan melihat sebuah lingkaran lagi. Mungkin sudah sampai? Aku diam sejenak. "Kenapa? Masuklah." Menyebalkan sekali pria ini!
Karena malas untuk membunuh pria itu. Aku masuk ke dalam dan menemui sebuah mansion tua dengan orang-orang berkumpul di depannya, "Aku dimana?!"
"Welcome to our game~"
*Hai hai! Ini cerita ke-6 ku, haha.. Baru pertama kali nulis cerita dengan genre ini. Kalau jelek..... Maklum lah penulis amatiran here. Mudahan aja bagus wkwk.. Jangan lupa tinggalkan vomment kalian ya*
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission
Mystery / ThrillerBerjuta misi sudah menunggu di depan mata. Hanya lentera dan sekotak korek api yang menemani menuju sebuah mansion tua. Menghadapi atau mati di situ adalah dua pilihan yang di berikan oleh seorang pria misterius. Bertemu berbagai makhluk aneh dan me...