{02} • Mawar Berduri
"hanya orang bodoh yang mempertahankan apa yang menyakitinya"
---
Kelas ku hari ini kosong, tampaknya guru yang berjadwal mengajar disini tidak masuk kelas. Aku menghembuskan nafas berat berkali-kali, memikirkan pembullyan di kantin tadi dan juga masalah di Jakarta yang belum sempat Aku selesaikan.
"Ar!" panggilku
"Arimbi"
Melirik ke samping, Aku mendecak saat melihat Arimbi ternyata masih fokus pada lembaran kertas di tangannya. Pantas saja dia tidak menyahut panggilan ku, novel di tangan Arimbi telah sempurna mengambil atensi gadis itu.
Aku bosan, disini aku juga tak mempunyai teman bicara, aku berencana pergi ke atap, menenangkan pikiranku. Kemudian aku beranjak keluar dari kelasku ini, mencari udara segar dan menetralkan pikiran ku yang rasanya berisik karena masalah-masalah tadi.
Menuruni puluhan anak tangga, tujuan ku kini adalah toilet. Hanya ingin mencuci wajah ku disana. Kemudian Aku berencana pergi ke atap sekolah setelah itu.
Saat berada di Koridor lantai satu, lantai dimana kamar mandi berada. Teriakan itu menyergap ku, membuatku terpaksa berhenti dengan jiwa yang didominasi takut dan penasaran.
"Berhenti!"
Aku menoleh, menemukan tiga anak laki-laki dengan pakaian berantakan nya berjalan ke arahku. Mereka, anak pelaku pembullyan di kantin siang tadi. Hesa, Sadewa dan Najendra.
Jantungku berdegup kencang, karena otakku berkata ada satu hal yang akan mereka lakukan. Membully ku, itu pasti. Tapi memang nya salah ku apa pada mereka.
"Krungu-krungu, kowe murid anyar?" ucap salah satu nya.
[Denger-denger, kamu murid baru?]
Dahi ku mengernyit, tidak mengerti dengan apa yang mereka ucapkan. Aku masih belum terbiasa dengan bahasa disini, bagiku apa yang mereka ucapkan sangat asing ditelingaku
Ku dengar ia mendecak "Pindahan dari?"
"Jakarta!" jawabku singkat.
Kini yang tengah melangkah mendekatiku, di seragam bagian kanan nya tertulis namanya 'Batara Mahesa'. Ia tersenyum. Err, mengerikan menurutku. "Mahesa" ia mengulurkan tangan.
Aku hanya menatap tangan cowok bernama Mahesa itu, sama sekali tak berniat menyentuhnya. "Shinta" balasku.
Aku tau ia merasa canggung, ia menarik tangannya dan menggaruk kepalanya. Sementara Aku sudah menatap mereka dengan sinis sejak tadi, sangat tidak suka karena jalan ku dihalang-halangi oleh mereka. Ini benar-benar menyita waktuku.
"Shinta?" ia nampak ragu saat menyebut namaku.
"Shinta Aimara, putri Raharja!" sahutku.
Entahlah, Aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku atau memang kenyataan nya begitu. Kulihat mereka bertiga hanya diam setelah Aku mengatakan bahwa Aku adalah putri Raharja, ketiganya seakan tak berkutik mendengar nama Raharja, Papaku.
Aku tak menghiraukan itu, dan memilih melanjutkan langkah menuju kamar mandi. Perusuh-perusuh itu tak Aku pedulikan lagi. Aku melewati mereka begitu saja.
"Brandal-brandal sialan" umpatku
Aku kini berdiri di depan kaca, memutar keran air dan membasuh wajah ku. Sudah tiga kali, Aku merasa cukup dan memutar keran itu sama seperti semula. Kemudian menatap pantulan diri ku di kaca, menghela nafas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA BLORA {REVISI}
Teen FictionPROSES REVISI!!! Aturannya, jangan jatuh cinta di Blora jika tak siap dengan kenangannya. Sayangnya aku melanggar itu semua, cinta pertama ku di sana, di kota Blora. Dan mungkin jadi yang terakhir. Berlayar panjang, aku berlabuh pada hatinya. Rade...