{14} • Perumpamaan Rumah.

25 3 0
                                    



{14} • Perumpaan Rumah.

“Itulah yang Mama maksud dengan rumah, tempat kamu pulang. Dan segala masalah yang kamu bawa dari luar, akan di tenangkan”

---

B

lora, kala malam memang setenang itu. Tak ada lagi pengganggu bagi jiwa-jiwa yang merindu pada kasihnya. Mereka tersiksa, meski ketika malam semua nya seakan saling membantu menyamarkan lukanya.

Malam itu aku tidak sendiri, Mama menemaniku dari sambungan telepon nya. Meski sebenarnya ada Arimbi di sebelahku, tapi semua sepi akan sirna jika ada Mama.

“Boleh, Kak. Mama nggak pernah melarang kamu buat saling membantu sama temen kamu. Tapi ‘kan nggak seharusnya lho kamu sampai lupa sama kesehatan kamu sendiri”

Aku hanya meresponnya dengan anggukan kecil, meski Mama tak dapat melihat responku dari sambungan telepon audio antara kami.

“Gimana keadaan kamu disana, Blora menyenangkan, nak?”

Helaan nafas kembali muncul dari ku “Belum terbiasa, tapi Blora jauh lebih tenang daripada rumah,”

“Blora itu rumah yang sebenar-benarnya rumah, Shinta.”

Aku tertegun mendengar penuturan Mama. Kalimat ini, serupa dengan apa yang sempat Mahesa ucapkan sore tadi. Dan, apa maksud dari kalimat bahwa Blora adalah rumah yang sebenar-benarnya rumah?

“Maksudnya apa sih, Ma?” tanyaku. “Iya, Blora memang nyaman, tenang. Tapi kenapa harus dengan perumpamaan rumah?”

Mama justru terkekeh “Buktinya, masalah yang kamu bawa dari Jakarta memudar dengan perlahan di Blora, iya ‘kan?”

“Iya,” jawabku singkat.

“Itulah yang Mama maksud dengan rumah, tempat kamu pulang. Dan segala masalah yang kamu bawa dari luar, akan di tenangkan”

“Jadi, Blora itu rumah?”

“Pahami sendiri, menurut sudut pandang kamu. Selamat malam, kak. Mama tutup sambungannya ya,”

Itu adalah kalimat terakhir Mama yang memutuskan ruang obrolan di antara kami berdua. Setelah nya aku terdiam sesaat, dan menatap sekeliling ruang tunggu rumah sakit dimana aku dan Arimbi berada.

Kami saling menatap, dan aku melihatnya tersenyum manis ke arahku. “Kamu kayaknya belum paham perumpamaan Blora dan rumah, ya?” tanyanya, aku mengangguk.

“Lambat laun kamu bakal paham. Berlama-lama lah di Blora, asal jangan sampai cintamu hancur di kabupaten Blora, Ta!”

Senyum ku terbit “Nggak ada alasan yang logis, aku nggak percaya”

“Ya.. itu sih terserah kamu” Arimbi mengedikkan bahu. “Aku sih udah pernah ngalamin, makanya percaya”

“Jatuh cinta sama siapa kamu di Blora?” tanyaku penasaran.

“Mahesa,” jawabnya tanpa banyak basa-basi. Hari itu aku banyak terkejutnya, selain Blora yang indah ternyata rahasianya juga melimpah.

Mataku melotot, dan aku memajukan tubuhku beberapa centi menuju ke arahnya “Demi? Apa? Seriusan kamu, Ar??”

“Demi tukang bakso samping Brawijaya,”

Tanganku tanpa sadar menepuk pundaknya karena kesal “Seriusan deh” ujarku “Terus, hubungkan kamu hancur?”

ASMARALOKA BLORA {REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang