Kepercayaan yang Diuji
Malam itu, angin semakin dingin. Blaise berdiri di atas dek kapal, memandang langit malam yang dipenuhi bintang. Setiap percikan ombak yang mengenai lambung kapal terasa seperti pengingat bahwa dia jauh dari dunianya sendiri.
Pikiran tentang bagaimana dia bisa kembali terus menghantuinya. Namun untuk saat ini, dia harus bertahan hidup di kapal ini.
"Blaise!" Suara serak Joaquim memanggilnya lagi dari belakang. Sepertinya Joaquim tak pernah jauh darinya.
"Apa lagi kali ini?" Blaise menghela napas, berbalik menghadap pria besar itu.
"Kau masih belum menjawab pertanyaanku kemarin. Dari mana kau sebenarnya, dan apa tujuanmu?" Joaquim melangkah mendekat, wajahnya keras, penuh curiga.
Blaise mengangkat bahu.
"Aku sudah bilang, aku nelayan. Tidak ada yang lebih dari itu."
"Omong kosong!" Joaquim menyentak, tangannya menggenggam erat kerah Blaise.
"Aku tidak percaya ada orang yang muncul begitu saja dari laut tanpa kapal atau tanda apapun. Kau tahu lebih banyak dari yang kau katakan. Jangan bohong padaku!"
Blaise menatap tajam ke mata Joaquim, merasa amarah mulai naik.
"Aku tidak bohong. Aku bahkan tak tahu bagaimana aku sampai di sini. Kau pikir aku mau berada di tempat ini?"
Joaquim mendekatkan wajahnya, mata mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Dengar, orang asing. Aku sudah lama di lautan ini, dan satu hal yang kupelajari: orang-orang yang muncul secara misterius biasanya membawa masalah."
Tiba-tiba suara tawa berat terdengar.
"Joaquim, lepaskan dia," kata Kapten Manuel yang baru saja muncul dari kabin.
"Jika Blaise berniat jahat, dia sudah punya banyak kesempatan untuk melakukannya. Biarkan dia bekerja."
Joaquim mendengus, melepaskan Blaise dengan kasar.
"Tapi, Kapten, aku tetap tidak percaya padanya."
"Kau tak perlu percaya," jawab Kapten Manuel tegas, "tapi dia sudah membantu kita sekali, dan sampai saat ini dia tak menunjukkan tanda-tanda berbahaya. Kita beri dia waktu."
Joaquim berjalan pergi, meski dengan pandangan tajam ke arah Blaise.
"Terima kasih," kata Blaise kepada Kapten Manuel setelah Joaquim pergi.
"Jangan berterima kasih padaku terlalu cepat," Kapten Manuel menyahut tanpa emosi.
"Jika kau tidak bisa membuktikan dirimu berguna, aku mungkin harus mempertimbangkan kembali keberadaanmu di sini."
Blaise mengangguk. Dia tahu posisinya di kapal ini masih sangat rapuh.
Hari-hari berikutnya diisi dengan rutinitas yang berat. Blaise diberikan berbagai tugas oleh para awak kapal, sebagian besar merupakan pekerjaan kasar yang sering dilakukan oleh anak-anak kabin. Menggosok dek, memperbaiki jaring, dan membantu awak lain dengan layar.
Namun, saat mereka mendekati wilayah perairan yang semakin berbahaya, Kapten Manuel kembali memanggil Blaise ke ruang navigasi.
"Aku ingin kau memeriksa peta ini lagi," ujar Kapten sambil menunjuk peta kuno yang sama seperti sebelumnya.
"Kami semakin dekat dengan perairan yang belum kami jelajahi. Aku ingin tahu apakah kau punya masukan untuk jalur berikutnya."
Blaise mendekati meja dan melihat peta itu. Dia ingat pelajaran geografi dan navigasi modern yang pernah ia pelajari, serta pengetahuan tentang pola arus laut. Mengingat bahwa teknologi GPS tidak ada di sini, dia mengandalkan ingatan dan instingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unknown Sea
Historical FictionSeorang nelayan modern bernama Blaise secara misterius terlempar ke masa lalu, tepat di era penjelajahan laut abad ke-15, saat kapal-kapal besar menjelajahi dunia mencari wilayah baru. Dengan latar belakang pengetahuan tentang teknologi modern dan n...