"Papa mau jodohin kamu."
Nayara memutar bola mata nya malas, "Jodohin orang mulu, Side Job Papa selain DPR, Biro Jodoh?"
Candra menatap putri nya datar. "Papa ga punya waktu banyak, beberapa bulan lagi sudah Pilkada."
"Urusan nya sama ku apa?" Nayara menatap Pria itu kesal. "Papa yang mau nyalonkan diri kenapa harus aku yang ribet."
"Kamu pikir," Candra memajukan tubuhnya dengan menumpu kedua tangan nya di atas masing-masing kaki, menatap putri nya lekat-lekat. "Kamu bisa hidup enak seperti ini karna siapa? Jangan jadi anak yang gatahu diri. Tanpa Papa, kamu bisa apa?"
Bukan nya takut, Nayara ikut mencondongkan tubuhnya. "Yang gatahu diri itu orang yang udah dibantu Pemilu pakai duit dari usaha Istri tapi pas kepilih malah selingkuh sana-sini."
Wajah Candra merah padam begitu mendengar ucapan putri tengah nya. Gigi nya bergemelatuk dan tangan nya terkepal keras. Jika hanya ada mereka berdua, mungkin tangan Candra sudah mendarat sempurna di wajah cantik Nayara.
"Tanpa Mama, Papa bisa apa?"
Nayara tersenyum mengejek saat berhasil membuat Ayahnya naik pitam namun tak bisa berbuat apa-apa karna walaupun mereka sedang duduk berdua di sudut ruangan tapi yakin ada banyak kamera yang tertuju menyorot mereka berdua.
"Papa cuman panik, karna konflik di Partai Om Anwar 'kan? Makanya sibuk Jodohin aku sama anak pejabat yang memungkinkan menaikkan nama Papa di Pilkada." Nayara menarik napas terlihat berpikir, "Tapi kalo soal itu, aku setuju sih, Pa. Anak-anak di Panti Asuhan berhak punya kehidupan yang layak dan mereka berencana mindahin Panti Asuhan ke daerah industri." Nayara mengangguk-angguk samar, "You did the right thing atleast."
"Blokir kartu kredit mu ga berpengaruh apa-apa ya, Nay?" Papa berusaha mengontrol emosi nya walaupun dari suara nya siapapun tahu, emosi nya sedang berada di puncak.
"Satu kesalahan Papa," Nayara kembali menyadarkan tubuhnya ke punggung kursi. "Berpikir kalo aku money oriented like you."
"Everybody loves money, Nayara." Papa akhirnya bisa tersenyum, dia menang melawan emosi nya dan ikut bersandar. "Kamu bisa bicara seperti ini sekarang. Tapi lihat dua minggu ke depan," Candra tersenyum mengejek, "Saat tabungan dan gaji mu yang ga seberapa itu mulai menipis untuk membayar biaya hidup mu yang mewah itu dan baru menyadari," Candra diam sejenak, "Betapa susah nya cari makan di era sekarang."
"Ngga akan susah kalau Kader Papa bisa bekerja pakai otak," Balas Nayara cepat.
Candra menaikkan kedua bahu nya. "Saat kamu kehabisan uang, kamu bisa pulang, Papa ga mungkin ngusir anak kandung Papa," Candra berdiri kemudian mengeluarkan secarik foto dari kantung celana nya. "Dan kamu bisa mencoba memikirkan perjodohan ini. Dari banyaknya calon yang kamu tolak, Papa yakin ini yang bisa mengetuk hati mu."
Nayara menerima secarik foto tersebut dan memperhatikan punggung Ayahnya menjauh dan kembali berbaur dengan tamu-tamu pesta yang sebagian besar adalah rakyat.
Nayara mendengus sekali kemudian melihat foto tersebut,
Seketika mata Nayara membola sampai rasanya akan keluar dari tempatnya.
Nayara menelan ludahnya kasar lalu kembali menatap sang Ayah yang bersenang-senang dengan tamu. Sumpah serapah ia rapalkan kepada pria itu.
Bagaimana mungkin Candra bisa berpikir bahwa dia akan menjodohkan putri nya dengan Steven.
Steven Lion.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS SIN
General Fiction"I am his sin." Nayara, perempuan muda, berbakat, centil dan menggemaskan takkan pernah mengira akan punya sekelibat hubungan dengan atasan tampan di saat istri nya sedang hamil.