13

655 29 2
                                    

"Berisik banget hape lo."

Nayara menghela napas panjang dengan mata letih menatap layar ipad di hadapan nya. Dia sudah kehilangan ide tapi kerjaan menuntutnya untuk tetap kreatif agar buku yang akan mereka produksi punya nilai seni dan jiwa nya sendiri dan sekarang Dewi mempermasalah denting ponselnya yang tak berhenti sejak tadi. "Palingan replyan tweet gue, Mbak."

Dewi memutar kursinya agar menghadap teman nya itu. "Lo ngetweet apalagi? Ga bosen-bosen nyerang kubu Bokap lo sendiri?"

Nayara melirik wanita itu sinis yang malah mengundang kekehan geli darinya.

"Bercanda, Nay."

Nayara memutar bola matanya malas kemudian menghela napas panjang, lagi. Otaknya buntu. Dia sudah memutar otaknya 180 derajat tapi tetap tidak membuahkan hasil.

Nayara kembali melirik ke arah Dewi yang sibuk dengan pekerjaan bagian nya. Tangan nya begitu lancar menggaris dan membuat konsep sampul yang ditugaskan untuk nya. Nayara mendekat, memperhatikan perempuan itu bekerja.

Berbanding terbalik dengan Nayara yang satu senti pun tak berubah, ia mengerutkan keningnya. Dewi tampak berbeda, ia tak pernah selugas ini dalam membuat sampul tapi kali ini ia bahkan sambil berheming dan sesekali berjoget di kursi nya.

Nayara menatap Dewi heran. "Lo kenapa 'mbak?"

"Hah?" Dewi menaikkan satu alisnya dan melirik Nayara yang tepat berada di belakang telinga nya. "Gue ga kenapa-napa."

"Warisan mantan suami lo cair ya?" Tuduh Nayara. "Maka nya lo bisa se-seneng ini?"

Dewi terkekeh geli mendengarnya. "Gue sih berharap dia cepat mokad ya, mau warisan nya cair apa engga, gue ga peduli. Gue cuman lagi happy aja."

Nayara bergeser hingga akhirnya dia bisa menatap Dewi dengan jelas lalu menyipitkan matanya. "Apa yang gue ga tahu?"

Dewi kembali terkekeh. Lantas ia meletakkan Apple Pencil nya ke atas meja lalu bergerak menghadap Nayara, mereka saling berhadapan. Respon Dewi langsung membuat Nayara bingung apalagi ketika wanita itu meraih tangan nya. Seketika Nayara merasa gugup.

Dewi menarik napas pelan lalu tersenyum manis. "I met a guy."

Bola mata Nayara langsung membesar.

"He's nice." Senyuman Dewi semakin mengembang. "Dia juga baik sama anak gue. Dia pendengar yang baik, ga cuman ke gue tapi juga ke Dio. Dia lucu, dia mentingin gue yang ga pernah gue rasain sama mantan suami gue. And when he's with me," Dewi diam sesaat. "Rasa nya dunia ini ga ada siapapun selain kami."

Nayara diam sejenak, ia memperhatikan wajah Dewi yang terlihat sumringah dan cerah, dalam keadaan seperti ini, Dewi terlihat tampak jauh lebih muda dari umur nya yang sekarang.

"You falling in love?" Nayara menaikkan kedua alisnya.

"I guees." balas Dewi masih dengan senyuman nya. "Gue ngerasa gue pengen milikin dia sepenuhnya. Gue gak pernah ngerasain ini bahkan waktu sama mantan suami gue. He brings the colour."

Lagi-lagi Nayara terdiam, ia merasa canggung, ada perasaan yang menganggu nya saat mendengarkan cerita Dewi.

Spekulasi Freya, Nayara menginginkan Tian sepenuhnya. Jika itu benar, apa Nayara mencintai pria itu?

"Itulah alasan kenapa," Dewi kembali menghadap layar iPad nya dan menunjukkan kepada Nayara. "Gue bisa ngerjain sampul se-mudah ini!" Dewi tersenyum lebar sampai mata nya membentuk bulan sabit. "Gue jadi menemukan banyak inspirasi dan ide semenjak kedatangan dia ke dalam hidup gue."

HIS SINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang