Nayara meneguk jus jeruk dari gelas plastik yang di sediakan oleh pihak penyelenggara kantor. Kantor sedang berpesta merayakan keberhasilan mereka mencapai target dalam waktu sebelum yang di tentukan. Semua jerih payah karyawan di rayakan di pesta ini.
Tapi mata Nayara terjatuh pada sosok yang seharusnya jadi bintang utama malam ini. Punggung tegap nya yang masih di lapisi kemeja membelakangi Nayara. Dia sedang setengah bersandar pada pembatas balkon kantor dan memandangi indah nya cahaya lampu kota saat malam.
Nayara menoleh ke sekitar, mencari posisi Dewi. Dan dia menemukan nya sedang asik bermain permainan. Itu cukup untuk membuat Dewi tidak mengawasi nya.
Bagai tak tahu batasan, Nayara melangkahkan kaki nya mendekat ke arah pria yang berstatus angkatan nya itu.
Nayara membelakangi pembatas untuk menyandarkan punggung nya. "Kenapa ga ikut yang lain?"
Tian menoleh begitu menyadari ada atensi lain lalu tersenyum kecil. "Kamu sendiri, kenapa ga ikut yang lain?"
Nayara mengalihkan pertanyaan tersebut dengan meneguk minum nya. Gelagapan. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia tidak ikut merayakan hasil jerih payah nya dan malah bergabung dengan pria tua di samping nya.
Tian kembali menatap ke depan, "Saya cuman mikirin yang tadi." Ia menghela napas panjang, "Dua jam ga cukup untuk membuat bocah itu mengerti keputusan kita."
Nayara menoleh, memperhatikan pria itu dari samping dan damn, lihat rahang tegas dan bakal cambang nya yang menggiurkan.
"I hate it, saya ga suka orang lain ga bisa paham maksud dan tujuan kita." Tian diam sejenak, terlihat berpikir, "Saya pikir karna saya terlalu banyak memikirkan masalah saya atau," dia menoleh menatap Nayara yang sudah lebih dulu menatapnya, "Saya terlalu sibuk mengingat kejadian kita."
Nayara mengerjapkan mata nya berkali-kali lalu membuang tatapan nya saat merasakan wajahnya memanas.
"PAK TIAN!"
Semua orang memanggil nya bersamaan sebuah kue datang.
"Penawaran saya masih berlaku, Ra." Dia memutar tubuhnya untuk menatap kue. "Wah, kue besar dengan Cream Chantilly."
Nayara mengerutkan kening nya dan kembali menatap pria itu. Bagaimana bisa untuk seukuran pria tua seperti dia mengetahui soal krim kue?
Tian menoleh dan menyadari hal itu lalu tersenyum geli, "Saya penyuka krim kue. Kue itu sempurna kalo ada krim nya.
Tiba-tiba dia mendekat untuk mengatakan sesuatu dan bagai di perintah, Nayara mempersilahkan telinga nya.
"Kamu mau tahu apa yang sedang saya pikirkan?" pria itu berbisik. "Saya membayangkan tubuh polos kamu di penuhi krim itu untuk saya jilati."
Setelah mengatakan hal itu, Tian berjalan menuju kumpulan karyawan nya yang semangat untuk menyuruhnya memotong kue meninggalkan Nayara yang masih membatu di tempat nya memutar ulang setiap kalimat nya.
Nayara menelan ludahnya kasar. Pria brengsek, pikirnya. Dia berhasil membuat kewanitaan nya berkedut tak nyaman kemudian langsung pergi meninggalkan nya.
Tapi, bukankah itu ide bagus?
*.*.*.*.*
Nayara masuk ke dalam kamar kos-kosan nya. Dia memang tinggal di kos tapi bisa di bilang, ini Kos Elit. Hanya untuk anak orang kaya yang kata nya mau mandiri jauh dari orang tua tapi ga mau ngerasain susah.
Nayara termasuk salah satu itu.
Dia anak orang kaya yang manja. Dari kecil dia selalu hidup dalam kemudahan atas nama uang. Semua keinginan nya selalu terpenuhi. Keluarga nya selalu hangat. Hidupnya sempurna sebelum tahu kebusukan Ayah nya di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS SIN
Ficção Geral"I am his sin." Nayara, perempuan muda, berbakat, centil dan menggemaskan takkan pernah mengira akan punya sekelibat hubungan dengan atasan tampan di saat istri nya sedang hamil.