"Kamu ngekos disini?"
Nayara menoleh ke arah pria yang memandangi gedung Kos-kosan nya, meneliti beberapa saat sebelum akhirnya menatap netra gadis yang duduk dikursi penumpang disamping nya. Tian tersenyum kecil, "Saya tebak, bulanan nya melebihi gaji kamu sebulan 'kan?"
Nayara menghela napas. Dia tak bisa mengendalikan debaran jantung nya. Selama perjalanan, ia terus memaki diri nya sendiri yang menerima tawaran pria ini untuk mengantarnya pulang dan sekarang, pria ini tahu alamatnya. Dia bisa datang kapan saja.
"Dengan kartu kredit yang di blokir, berapa lama kamu bisa mempertahankan hidup mewah kamu, Nay?" Tian tersenyum, yang sialnya Nayara tahu adalah senyum ejekan.
Nayara mengulum bibirnya dan membenarkan tas nya, "Terimakasih udah nganterin, Pak. Saya—"
"Tawaran saya masih berlaku."
Nayara menelan ludahnya kasar. Ia menatap Tian, menelisik ke arah netra matanya. Mencoba mencari sesuatu yang bisa ia buktikan kebenaran nya namun nihil. Tian memasang dinding tebal yang sulit ditembus oleh netra kecoklatan Nayara.
Nayara menggelengkan kepala nya samar, "Ada anak magang yang lebih muda. Dia kelihatan nya juga tertarik sama Bapak. Kenapa ngga—"
"Saya mau nya kamu, Nayara." Nayara bisa mati berdiri mendengar kalimat itu. Sedangkan Tian menatapnya tajam, seakan tidak suka mendengar kalimat sebelum nya. "Berhenti menawarkan perempuan lain."
Nayara kembali menelan ludahnya kasar. Ia mengerjapkan mata nya untuk beberapa saat sebelum mengulum bibirnya sekali lagi. "Malam, Pak."
Nayara membuka pintu mobil lalu segera keluar dari sana dan berjalan menuju pagar. Namun kaki nya berhenti saat didepan pagar, ia diam sejenak, ia mengigit bibirnya beberapa saat hingga akhirnya menyerah dengan berbalik, menoleh ke arah mobil mewah yang masih terparkir ditempat nya.
Dapat Nayara lihat Tian tersenyum kecil sebelum akhirnya menutup jendela mobil kemudian melaju meninggalkan jalanan dan pergi.
Nayara diam, memperhatikan mobil itu menjauh bahkan ketika akhirnya mobil itu hilang dari pandangan nya, debaran di jantung Nayara masih saja berlaku.
Nayara meraih kepala nya dengan kedua tangan sambil memejamkan mata nya erat. "Dia cuman mau lo, Nayara. Semua cowok emang manis kalo belum dapet yang dia mau!"
*.*.*.*.*.
"Jelek banget muka lo."
Nayara bahkan tak bisa bereaksi pada ejekan yang dilontarkan Dewi kepada nya. Mata nya yang tampak berat dengan cekungan jelas dibawah nya, juga rambutnya yang sedikit acak-acakan lalu aura nya yang tidak memancarkan semangat sedikitpun membuat siapapun tahu Nayara menghabiskan malam nya dengan pekerjaan.
Nayara tidak bisa tidur setelah diantar pulang oleh atasan nya. Jantung yang berdebar dan pikiran yang tak mau tenang membuat mata Nayara enggan tertutup yang akhirnya membuat Nayara memutuskan untuk mengerjakan revisi dan beberapa pekerjaan lain nya.
Berharap, lelah akan menggoda kantuk untuk kembali datang. Berhasil memang, tapi ketika jam sudah menunjukkan jam tujuh pagi. Maka mau tak mau, Nayara datang ke kantor dengan kantuk berat di kelopak mata nya.
Dewi semakin mengerutkan kening nya. "Lo kalo sakit, jangan ke Panti ya. Awas aja lo, ntar nyebarin virus lagi."
Nayara akhirnya menjatuhkan kepala nya ke atas meja dengan lengan tangan sebagai bantal dahi. Jika sang bos melihat ini, dia bisa saja mendapatkan sanksi atau bukti cinta berupa makian dan kemarahan. "Vio ga kangen gue, Mbak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS SIN
قصص عامة"I am his sin." Nayara, perempuan muda, berbakat, centil dan menggemaskan takkan pernah mengira akan punya sekelibat hubungan dengan atasan tampan di saat istri nya sedang hamil.