P R O L O G

208 39 4
                                    

Recommended Song :
Kim Kyung Hee — Red String of Fate (Our Beloved Summer OST.)














"Kak Andaru? Is that you? But, how—"

Tubuh Icha menegang. Ia buru-buru menghapus air matanya dan menutup buku diary yang sejak tadi ia tulis. Ia tidak dapat melanjutkan suaranya karena terlampau kaget. Kenapa ada Aru disini? Icha berdiri dengan canggung dan memainkan jari-jarinya sendiri.

"Marissa Lenathea Hartawan, right?" Aru tersenyum tipis. Terlihat bangga karena bisa menyebut nama lengkap Icha tanpa salah. "I still remember your full name. I can't forgot that beautiful name even though I don't want to remember."

Icha menggigit bibir. Ia menyembunyikan tangannya dibelakang tubuh—sekaligus menyembunyikan buku diary tadi. Pertemuan pertamanya dengan Aru setelah 10 tahun, membuat Icha tidak tahu harus melakukan apa. Tapi laki-laki ini terlihat santai.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Aru malah tertawa kecil. Ia duduk dikursi tadi, dan menyuruh Icha duduk disampingnya. Menyingkirkan daun-daun kecil dan debu menggunakan tangan kosong—lalu menepuk-nepuk sisi kosong disebelahnya. "Duduklah. I still want to see your face after losing you for years. Kemarilah, Marissa."

Icha masih diam. Kenapa laki-laki ini santai sekali? Seolah-olah tidak terjadi apapun? Mungkin benar selama ini hidupnya baik-baik saja. Hanya Icha yang tersiksa disini. For fucking 10 years, she's been through a lot alone. Ia mendongakkan matanya keatas. Menahan mati-matian air matanya yang ingin turun.

Tak dapat dipungkiri, kalau Icha begitu merindukannya.

"Kenapa tidak mau duduk?" tanya Aru lagi. Masih memasang senyum di wajahmu yang tenang. Sedangkan Icha? Ia menahan mati-matian agar tidak menyumpahi laki-laki ini. Ingin sekali Icha memukulnya sampai babak belur.

"What's this? You won't let your older brother near you, when you haven't seen him for years?"

Aru menatap Icha teduh. Yang ada dipikirannya sekarang adalah—Icha jauh berubah dibanding dulu. Yang ia tahu, Icha adalah gadis ceria yang tapi suka membuat masalah. Entahlah, Aru juga tidak paham kenapa Icha dulu bisa begitu. Maybe, teens problem? Yang jelas, Icha yang ia tatap sekarang terlihat beda. Gadis itu sekarang memakai make up, bibirnya nampak indah dengan style ombre, rambutnya panjang lurus, dan tentunya wangi.

She's changed a lot.

"Marissa, kenapa—"

"Just stop." Icha mundur karena Aru ingin memegang tangannya. Ia masih memegang erat buku diary itu di belakang tubuhnya.

"That hurts my feelings, Caca." laki-laki itu masih memasang tatapan teduhnya. Tak lupa senyuman manisnya yang menawan juga muncul. Icha merasa jantungnya bergemuruh hebat. Ia masih tidak percaya kalau Aru—sekarang ada didepan matanya.

"Don't move, or you will die," sahut Icha dingin. "Kenapa Kak Aru ada disini?"

"Kenapa aku ada disini? Seharusnya aku yang tanya begitu." Aru menatap kedepan. Ke arah waduk yang begitu menyejukkan mata. "What are you doing here? Don't you live in another city now?"

"Why am I here? Because this is also my home. My hometown. Apa aku salah kalau aku ke kota ini? Disaat masa kecilku aku habiskan disini?" seru Icha dengan suara serak. Jujur, ia belum terbiasa bertemu dengan teman lama. Terlebih teman lama adalah—her lost first love. Katakanlah Icha introvert parah, tapi memang benar adanya. Ia tidak tahu harus apa karena canggung dan—terlalu terkejut.

I Was Born To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang