1. Hopeless Romantic

153 35 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Yang lo mau itu spek gimana, sih?"

Icha hanya bisa menyeruput susu coklatnya dengan tatapan menerawang. Tidak mengindahkan semprotan Wita—sepupunya dari pihak River—sambil menatapnya kesal.

"You know my ideal type well. I like someone older."

"Tapi ini juga masuk kriteria lo! Lihat aja pekerjaannya, Icha. Dia punya jabatan tinggi. Yeahh, but I admit that I don't know him specifically. Tapi tetap saja—lo harus lepas dari dia lah! Sampai kapan lo harus kayak gini?"

"Gue juga pengen aslinya. Tapi sialnya gue gak bisa. Lo tahu? Gue juga capek karena gak bisa lepas dari satu orang." Icha mengedikkan bahu. Ia sedang ada di kampung halamannya. Tepatnya di hiruk-pikuk ibukota—dan bertemu kembali dengan sepupunya. Duduk bersama di alun-alun sambil menikmati pemandangan sore.

"Cha, cowok yang lo ceritain itu lumayan. He's a kind person—based on your story. Oke, gue emang gak tahu dia kayak gimana. Tapi apa salahnya lo coba? Dia juga masuk tipe ideal lo. Someone older. Apalagi yang lo cari?" Wita masih tidak habis pikir. Apalagi yang dicari sepupunya ini.

"Like him."

Singkat, padat, membuat Wita emosi.

"Capek gue ngomong sama lo." Wita hanya bisa menghembuskan nafas lelah. "Lo udah cantik sekarang. Gue aja bingung lo bisa glow up, Cha. You're attractive, positive vibes, girly, and sometimes act like a curious child. Tapi lo bener-bener udah beda dibanding dulu." Wita memperhatikan Icha dari samping. Lalu pandangannya teralih ke sekitar. Ia meringis melihat Icha terus dilirik sejak tadi. Padahal Icha hanya diam dengan tatapan kosong.

"Lo benar, gue banyak berubah. Lo tau sendiri masa remaja gue gimana. Dan gue cuma pengen, nurutin semua inner child gue pas udah gede. Semua hal yang gak gue dapetin pas dulu, gue baru punya di umur 20-an." Icha tersenyum kecut. Contoh sederhana, ia baru bisa naik motor setelah lulus sekolah. Tapi teman-teman seumurannya bisa naik motor pas SMP atau bahkan SD. Ia punya motor sendiri juga setelah ia kerja.

Ia bahagia dengan kehidupannya dulu, tapi ia berada dalam kekangan.

Sekarang Icha bisa memenuhi semua wishlist nya, and her life now is more happier.

Wita ikut tersenyum. "Kata orang-orang, cewek kalau udah glow up atau upgrade diri sendiri, itu tandanya sakitnya luar biasa." lalu ia tertawa. "Siapa yang nyakitin hati mungil temen gue ini?"

"Banyak. Gue lebih banyak terluka karena ucapan daripada tindakan."

Menyadari suasana jadi berubah, Wita lantas menyenggol lengan Icha. "Udah, life must go on and live your life. Jangan dipikirkan terus. Yang penting sekarang keadaan lo udah lebih baik daripada dulu."

Icha mengangguk tipis. Ia begitu merindukan alun-alun ini. Dimana masa kecilnya ia habiskan disini jika ia sedang suntuk. Jalan-jalan berdua dengan River menaiki motor. Atau sekedar membeli jagung bakar yang ada di pinggir jalan. Semua memori itu masih terekam di otaknya.

I Was Born To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang