Bab 22

10.8K 902 31
                                    

Anhar memegang tangan putrinya kemudian bergegas mencari tempat untuk berhenti. Begitu mesin motornya mati, dia segera turun dan berbalik untuk melihat keadaan putrinya.

Wajah pucat dengan air mata yang meleleh. Penampilan putrinya saat ini bukanlah hal yang ingin dia lihat.

Fisah berusaha menahan tangisnya namun sama sekali tak berhasil. Saat ini ia sedang berhadapan dengan ayahnya. Pria yang sangat menyayanginya dan mungkin adalah satu-satunya laki-laki yang tidak akan pernah melupakannya.

"Papa."isak Fisah lalu segera memeluk papanya. Ia benar-benar tidak ingin menangis tapi dadanya sangat sesak.

"Ada apa, nak? Apa suamimu melakukan sesuatu? Katakan pada papa."pinta Anhar dengan suara sengau. Fisah tahu kalau papanya juga ingin menangis namun menahannya.

"Katakan, nak. Beritahu papa ada masalah apa?"pinta Anhar frustasi. Sedang Fisah hanya terus menangis. Jika ia katakan maka bukan tidak mungkin, papanya akan kembali tidak menyukai pak Laks. Namun untuk menahan rasa sedihnya, Fisah juga tidak sanggup.

"Papa, Fisah mau pulang. Kangen sama mama."ucap Fisah akhirnya membuat Anhar melepas pelukan putrinya kemudian perlahan menghapus air mata yang kini membasahi wajah putri kesayangannya itu.

"Benar hanya itu? tidak ada yang kamu sembunyikan dari papa?"tanya Anhar memastikan.

Fisah mengangguk lalu menghapus air matanya."Kita lanjut pulang yuk, pah. Di luar dingin."

Anhar segera mengangguk lalu bersiap menyalakan motornya kembali namun sebelum itu, sebuah mobil berhenti tepat di belakang mereka dan terlihat menantunya keluar dari sana.

Laks mendekat dengan langkah cepat.

"Papa sama Fisah naik mobil saja ya, biar aku yang bawa motor papa."ucap Laks membuat Anhar menggeleng. Masalahnya dia tak bisa menyetir.

"Bawa Fisah saja. Biar papa yang naik motor."saran Anhar. Masalahnya putrinya tadi sedang sakit dan cuaca malam sangat tidak bagus.

"Tidak mau. Aku mau ikut papa saja."tolak Fisah cepat.

Anhar menggeleng."Tadi katanya dingin. Kalau naik motor sama papa nanti kena angin malam. Tidak baik untuk kesehatan."

"Benar, sayang. Apalagi kamu sedang hamil. Abang takut kamu sakit."ucap Laks membuat Anhar melotot.

"Hamil?"

"Iya, pah. Sebenarnya belum di cek tapi kata dokter, kemungkinan Fisah hamil."jelas Laks membuat Anhar semakin mendesak putrinya untuk turun dari motor dan masuk ke dalam mobil.

"Tapi, aku maunya sama papa."rengek Fisah saat ia ditarik menuju mobil.

"Fisah, nurut sama suami kamu!"ucap Anhar tegas membuat Fisah akhirnya mengalah dan mengikuti langkah suaminya.

"Nanti kami ikuti dari belakang, pah."ucap Laks sebelum masuk mobil.

Anhar langsung berteriak."Tidak perlu. Kalian terus saja, papa mau mampir ke minimarket dulu sebentar."

Laks mengangguk lalu segera melajukan mobilnya.

"Papa hati-hati ya."teriak Fisah dari dalam mobil. Ia menurunkan kaca jendela mobil dan melihat ke luar sampai papanya tidak terlihat lagi.

Laks melirik Fisah lalu perlahan menyentuh lengan istrinya. Mereka sudah saling diam selama lebih dari sepuluh menit. Sekarang sudah saatnya untuk memulai pembicaraan.

"Sekali lagi abang minta maaf. Tadi__"

Fisah tiba-tiba saja menoleh ke belakang. Entah mengapa perasaannya tiba-tiba saja jadi tidak enak.

"Ada apa?"tanya Laks bingung melihat sikap istrinya.

Fisah segera menatap suaminya."Abang, kita putar balik ya."pinta Fisah dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa? Ada yang tertinggal atau__"

"Putar balik saja!"teriak Fisah membuat Laks mencari tempat untuk berhenti.

"Biar abang antar sampai rumah. Nanti setelah itu, kalau kamu mau abang pergi maka__"

"Abang dengar nggak sih? Putar balik! Cepat!"teriak Fisah dengan air mata yang kembali tumpah.

Tak mau menyulut kemarahan istrinya lagi, akhirnya Laks segera memutar balik mobilnya.

"Jangan menangis."bujuk Laks karena tiba-tiba saja istrinya menangis tak terkontrol.

"Cepat, abang! lebih cepat!"titah Fisah membuat Laks menekan pedal gas mobilnya. Hingga setelah beberapa menit, terlihat keramaian di depan sana. Sepertinya ada kecelakaan.

Fisah berniat keluar namun Laks menghentikannya.

"Biar abang periksa. Kamu tunggu di sini."ucap Laks lalu segera keluar dari mobil. Dia segera berlalu menuju kerumunan warga dengan jantung berdetak kencang. Entah mengapa? Tapi biasanya Laks tidak pernah seperti ini saat melihat orang kecelakaan.

Semakin mendekat, Laks semakin dibuat menahan napas. Kakinya tiba-tiba saja gemetar tanpa alasan yang jelas. Dan begitu berjarak beberapa meter, jantungnya terasa berhenti berdetak. Itu motor yang dipakai mertuanya tadi. Kenapa ada di jalan dan dalam keadaan rusak.

"Papa."gumam Laks. Dia harap yang kecelakaan bukan mertuanya. Semoga bukan.

Dengan cepat, Laks menerobos masuk dan dia langsung jatuh. Di depannya kini terlihat ayah mertuanya sudah bersimbah darah dengan pakaian yang sobek.

Bersambung

Di Lamar Pak Dosen (New) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang