Unplanned Alliance

390 66 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabda menatap keluar jendela, gedung-gedung tinggi di kejauhan hanya menjadi latar samar di tengah pikirannya yang bercabang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabda menatap keluar jendela, gedung-gedung tinggi di kejauhan hanya menjadi latar samar di tengah pikirannya yang bercabang. Musik lembut yang mengalun dari speaker seolah berusaha mengusir kegelisahannya, namun tak sepenuhnya berhasil. Telepon dari asisten ibunya barusan membangkitkan sesuatu yang tak ingin ia ingat.

Dia tidak tahu harus merasa apa. Setelah lima tahun meninggalkan rumah keluarganya, tiba-tiba ayahnya ingin bertemu. Apa ini bentuk manipulasi lagi? Entah kenapa, kabar ini tak membuatnya tergerak sedikitpun, hanya memunculkan getir di hatinya. Tapi dari pembicaraan nya dengan Abigail beberapa hari lalu, their parents had started discussing the possibility of arranging his marriage to the daughter of a politician currently working with his father.

It seemed that, despite never truly wanting him, Nania and Aditya Wiratama still saw him as a tool for their own interests. But like he was going to let them use him.

"Kayaknya lo harus cari calon duluan deh, Daa," suara Raka membuyarkan lamunannya.

Sabda berbalik, menaikkan satu alis. "Lo tau kan, gw bukan tipe yang suka buru-buru cari 'calon'."

Raka terkekeh. "Bukan soal buru-buru, lebih ke jaga-jaga. Lo tau gimana orang tua lo kan?"

Sabda mendengus sambil berjalan menuju meja. "Seakan mereka bisa maksa gw."

"Kalau lo beneran mau dijodohin sama anaknya Pramudia, gimana?"

"They can try, but I'm done letting them control me," Sabda berkata dengan dingin, tatapannya kosong saat ia melihat layar ponselnya. "Apapun yang mereka rencanakan, it's not going to work this time."

"He'll probably pull the 'I'm sick' card to make you give in though," Raka Menambahkan.

Sabda menarik napas dalam-dalam, merasa cukup dengan pembahasan tentang orang tuanya. Dia ingin mengalihkan perhatian dari masalah yang mengganggunya. "Gw masih ada satu meeting lagi. Kalau masih sempat, gw akan join sama lo dan Jason."

"Okay, just let me know," jawab Raka dengan nada santai, sebelum berdiri dan meninggalkan ruangan Sabda.

Setelah Raka keluar, Sabda kembali menatap layar handphone-nya dengan tatapan kosong. Meeting, pekerjaan—semua hal ini terasa lebih sederhana dibandingkan harus menghadapi keluarganya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menarik napas panjang, dan berharap semua ini bisa berlalu tanpa harus melibatkan dirinya lebih jauh dalam rencana orang tuanya.

CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang