Halo-halooo, ketemu sama Lola. Selamat membaca.
🍼🍼🍼
Lola: Papa. Dia cowok.
Lola: Sehat. Lola juga.
Lola mengirim pesan singkat yang multimakna kepada sang ayah. Ia ingin berbagi keharuan bersama satu-satunya orang tua yang mengetahui tentang kehamilannya. Takut dibaca orang lain, terlebih mamanya, Lola mengetik kata sepotong-sepotong. Pesan itu belum kunjung dibalas sampai saat ini. Hampir tiap sepuluh menit Lola mengecek ponselnya. Namun, nihil.
"Ini jam kerja. Papa lagi sibuk." Dia menggumamkan kalimat tersebut untuk menghibur diri sendiri.
Rasa lelah setelah berjuang di ruangan bersalin seketika menguap melihat bayinya secara nyata. Buah hati yang ditunggu selama sembilan bulan kini telah berada di dunia yang sama. Kengerian ketika ia harus melahirkan sang buah hati sudah berlalu. Ditambah ada seseorang yang mau menemaninya mengadang rasa sakit. Menggenggam tangannya dengan wajah acuh tak acuh. Berkat semua itu, pandangan Lola terhadap sang suami langsung berubah. Detik pertama melihat kedatangan Elbram di ruangan bersalin, hatinya telah jatuh untuk laki-laki itu.
Sekarang di ranjang yang ia tiduri, tertutup oleh tirai abu-abu, hanya ada Lola bersama putranya dalam boks bayi. Elbram dan ibunya tak lagi terlihat ketika sang bayi dibawa masuk.
"Kuminta kerja samanya seumur hidup, ya, A," ujar Lola menoleh ke crib.
Lola mengerutkan kening saat mengingat pertanyaan dokter, 'Siapa nama bayinya?' Melihat kebisuan Lola, dokter akhirnya memberikan panggilan 'A' untuk putra Lola. A adalah anak pertama. A adalah pendahulu, katanya. Lola setuju memanggil A, yang sering diteruskan menjadi A-dek. Sembari memikirkan nama yang tepat untuk sang bayi, denting gawai mengalihkan perhatian Lola. Ada satu pesan panjang dari Papa.
Papa: Alhamdulillah. Sudah Papa kirimkan uang untuk rumah sakitmu tadi. Kau jaga dia baik-baik, La.
Papa: Apa suamimu di sana? Dia menemanimu? Jangan-jangan dia melarikan diri begitu Papa pergi.
Lola: Ada
Ada harapan, lanjutnya dalam hati.
Setiap waktu, Lola menunggu kehadiran Elbram. Masih jelas di ingatannya saat pintu terbuka bersamaan dengan masuknya Elbram. Lola tak pernah memiliki ekspektasi bahwa Elbram akan menemaninya dalam proses melahirkan. Namun, ternyata laki-laki itu ada. Setelah melalui semua itu, Lola semakin berharap bahwa suaminya akan terus membersamai. Namun, sampai dua malam di rumah sakit, Lola hanya sendirian. Jangan tanya bagaimana sepinya perempuan itu. Ia takut serta malu dengan anggapan orang-orang.
"Suaminya ke mana, Dek?"
Jika biasanya seorang wanita dipanggil 'Mbak', tidak demikian dengan Lola. Karena wajahnya yang masih terlalu muda dan tingginya belum mencapai 150 cm, mereka memanggilnya adik. Jawaban atas pertanyaan tersebut membuat Lola hanya tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Lola (Complete)
General Fiction((Tiga Bersaudara Series)) #2 Hamil di usia muda dan ditinggalkan kekasih, hidup Lola berubah drastis. Pernikahan paksa dengan Elbram, pria desa yang tak mencintainya, semakin memperumit keadaan. Menghadapi kebencian ibu mertua dan kesepian yang men...