🍼 Epilog

294 53 27
                                    

Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang dipenuhi kesibukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang dipenuhi kesibukan. Suara roda koper yang diseret, pengumuman penerbangan yang berkumandang, dan para penumpang yang buru-buru menuju pintu keberangkatan. Dalam keramaian itu, fokus Elbram Dwizasfha hanya tertuju pada seorang wanita dengan bayi dalam gendongannya.

Elbram duduk di kursi bandara. Tatapannya tak lepas dari sosok Lola yang berdiri beberapa meter di depan sana. Bayi mungil Lola kelihatannya baru tertidur. Aqbal Dirgantala, anak yang sempat ia anggap miliknya selama pernikahan singkat mereka. Namun, pada akhirnya justru ia sia-siakan bersama dengan ibu sang bayi.

Tadi malam di ruang tamu ketika Bram baru saja pulang, percakapan berat antara dia dan Lola akhirnya berujung pada sebuah perpisahan. Kata-kata yang dia ucapkan untuk Lola masih terngiang di telinganya, menghantui setiap langkah Bram hari ini.

Elbram juga ingat raut Lola yang berbicara dengan suara bergetar. Wanita bertubuh mungil itu bersuara tegas. Seakan memaksakan keberanian untuk mengatakan hal yang ingin disampaikan kepada Bram. Meskipun Elbram tidak banyak bicara semalam, hatinya penuh dengan perasaan yang tidak pernah mampu untuk diungkapkan. Dia menceraikan Lola, wanita yang baru saja masuk dalam hidupnya. Dan kini wanita itu akan pergi dari hidupnya.

Setelah Lola kembali ke kamarnya, kamar Bram yang diberikan kepada Lola selama tinggal di rumah, Elbram berubah panik. Bukan karena Bram tidak tahu cara menjalani hidup sendiri, tapi karena dia merasa ada yang hilang. Sebuah kekosongan yang tiba-tiba menyeruak ketika Lola berjalan meninggalkannya seorang diri di ruang tamu. Tanpa pikir panjang, Elbram langsung menelepon Dava.

"Kau yakin, Bram?" tanya Dava di telepon. Suaranya terdengar ragu. "Kalau sudah cerai, kenapa harus susah-susah mengantarnya segala?"

Elbram menghela napas panjang, "Aku cuma mau pastiin dia sama anaknya sampai di Medan dengan aman. Nggak lebih."

Malam itu, Dava melalui kakaknya yang bekerja di bandara, mengurus semuanya. Elbram membeli tiket pada penerbangan yang sama dengan Lola, hanya untuk diam-diam membuntuti mantan istrinya itu. Bram tidak punya keberanian untuk mendekati mereka secara langsung. Baginya, ini satu-satunya cara agar ia tetap bisa merasa dekat dengan Lola, meskipun pada kenyataannya mereka telah berakhir.

Di bandara Lola berdiri di antrian check-in dengan wajah yang terlihat lelah. Wajah itu, meskipun tak lagi menatapnya, masih membuat Elbram merasa bersalah. Ada banyak hal yang ingin ia katakan pada Lola. Hal-hal yang tidak pernah ia ungkapkan karena perasaannya sendiri.

Sejak awal, pernikahan mereka lebih banyak dihiasi keheningan dari sisi Bram. Ia tak tahu bagaimana harus bersikap sebagai suami. Apalagi menjadi seorang ayah bagi Aqbal. Namun, Lola dan Aqbal justru membuat rumah terasa hidup. Sekarang setelah perpisahan, Elbram hanya dapat menyaksikan Lola dari kejauhan, coba memahami perasaan yang selama ini ia abaikan.

Pengumuman untuk penerbangan ke Medan pun terdengar. Elbram berdiri dari kursinya, mengikuti langkah Lola menuju gerbang keberangkatan. Ia menjaga jarak, memastikan Lola tidak menyadari keberadaannya. Setiap kali Lola melirik ke sekeliling, Elbram berpura-pura sibuk dengan ponselnya atau berpindah tempat. Namun, matanya tetap tertuju pada ibu dan anak itu.

Mungkinkah Lola sebetulnya ingin diantar? Mengingat hal ini, Elbram ingin sekali berdiri di hadapan Lola, dan berkata bahwa dia ada. Dia akan mengantarkan Lola dan Aqbal hingga ke depan pintu rumah Bapak Irfan Gunawan.

Saat di boarding gate, Elbram menyaksikan Lola menenangkan Aqbal yang mulai gelisah di pelukannya. Bayi itu mulai menggumam pelan, seolah merasa tidak nyaman dengan suasana di bandara. Lola mencoba menghiburnya dengan lembut, tersenyum meski terlihat kelelahan. Elbram merasa hatinya tercubit melihat pemandangan itu. Dia tidak pernah benar-benar mengerti apa yang Lola rasakan sebagai seorang ibu muda. Apalagi pernikahan mereka begitu singkat dan penuh dengan ketidakpastian.

Ketika akhirnya mereka naik ke pesawat, Elbram mengamati dari belakang, membiarkan Lola masuk lebih dulu. Dia mengambil tempat duduk beberapa baris di belakang Lola. Sepanjang penerbangan, pikiran Bram tidak bisa tenang. Setiap kali Aqbal menangis atau Lola tampak gelisah, Elbram harus menahan diri untuk tidak berdiri dan membantu. Dia harus mengingatkan diri sendiri bahwa mereka sekarang bukan lagi keluarga. Bram telah melepas Lola.

Saat pesawat mendarat di Bandara Kualanamu Medan, Elbram masih mengikuti Lola dari kejauhan. Bandara Kualanamu sama sibuknya dengan bandara lain di pagi hari. Penumpang berhamburan keluar, bergegas menuju pintu kedatangan. Di antara keramaian itu, Lola berjalan pelan dengan Aqbal di gendongannya, terlihat rapuh sekaligus kuat.

Penumpang lain tampak sibuk dengan koper dan panggilan telepon. Namun bagi Elbram, dunia seakan melambat. Di matanya hanya ada Lola dan Aqbal. Wanita itu terlihat lelah juga lega. Mungkin Lola bahagia akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya, tempat di mana dia mendapatkan limpahan kasih sayang. Berbeda ketika dia tinggal bersama Elbram di rumah Mama Mira. Dan memang benar.

Seorang perempuan paruh baya menyongsong kedatangan Lola dan bayi Aqbal dengan pelukan erat. Wanita itu terlihat rapuh dan sedih, tetapi ada sinar kebahagiaan, sebagaimana yang Bram lihat di wajah Lola. Ada Irfan Gunawan juga yang menepuk bahu Lola pelan dan menyentuh pipi putrinya yang menjadi lebih kurus sejak hidup di desa. Elbram tersenyum getir. Ia abadikan pemandangan tersebut dalam ponselnya. Tak cukup satu foto, Bram memotret banyak gambar.

Ketika Lola dan keluarganya naik mobil, Elbram langsung mengikuti mobil itu dengan taksi. Ia mengantarkan Lola sampai tiba di rumah papanya. Sesuai janjinya, meski dengan cara diam-diam. Bram mengawasi ketika mobil hitam milik Irfan Gunawan menghilang di balik pagar.

Keputusan yang ia buat tadi malam kini terasa seperti beban yang berat di dadanya. Bukan karena dia menyesal bercerai, tapi karena Elbram sadar, dia tidak pernah memberi kesempatan bagi dirinya untuk benar-benar memahami Lola, atau perasaannya sendiri.

Meskipun tahu bahwa hidup harus terus berjalan, perasaan kehilangan akan selalu menghantuinya. Mengingatkan bahwa ada bagian dari dirinya yang tak akan pernah bisa dikembalikan. Elbram pun menyadari satu hal yang terlambat ia pahami. Perasaan cinta yang tak pernah sempat ia pelajari.

🍼🍼🍼

Selesai

Muba, 12 Oktober 2024

Terima kasih atas semangatnya menunggu Lola update, makasih atas komen-komennya yaaa. 🧋🧋🧋🧋

Versi Wattpad hanya sampai epilog, yaa. Ekstra part akan diupdate di Karyakarsa.

 Ekstra part akan diupdate di Karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
About Lola (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang