Part 15 membaik

99 21 10
                                    

Saat akhir pekan tiba, keluarga Ayan dan Akk berkumpul di sebuah restoran mewah. Restoran ini elegan, dengan lampu gantung kristal yang berkilauan dan meja-meja yang dihiasi dengan kain putih bersih. Aroma makanan yang lezat memenuhi udara, tetapi suasana di antara mereka sedikit tegang.

Akk berdiri di sudut, mengenakan jas hitam yang membuatnya terlihat begitu tampan dan rapi. Penampilannya sangat formal, seolah-olah dia siap untuk menghadiri acara besar. Dia sesekali melirik ke arah Ayan yang duduk tak jauh darinya, wajahnya datar, tetapi di dalam hati, ada sesuatu yang membuatnya ingin memuji Ayan.

Namun, Ayan... berbeda. Dia hanya mengenakan t-shirt polos yang ditutupi cardigan. Penampilannya jauh lebih santai dibandingkan dengan Akk, dan itu membuatnya merasa sedikit canggung. Ayan berdecih kecil, jelas tak nyaman berada di restoran mewah ini dengan pakaian kasual. Jujur saja, mommynya tidak memberi tahu mereka akan pergi ke restoran mewah, jadi dia hanya mengenakan pakaian seadanya.

Di sisi lain, Akk tak berhenti menoleh ke arah Ayan, memperhatikan setiap gerakan kecilnya. Ayan yang biasanya ceria dan berisik, kini tampak lebih pendiam, mungkin masih menyimpan rasa kesal dari kejadian sebelumnya. Setiap kali mata Akk mencoba bertemu dengan matanya, Ayan sengaja menghindar, pura-pura sibuk dengan ponselnya atau melihat ke arah lain.

Akk ingin memulai percakapan, ingin setidaknya memuji Ayan, tetapi bibirnya seakan terkunci. "Dia masih kesal sama aku... Tapi dia tetap terlihat menggemaskan," pikir Akk sambil menghela napas. Pikirannya terus berputar, mencari cara untuk memecahkan kebekuan di antara mereka.

Makanan mulai disajikan, dan semua orang tampak menikmati hidangan yang dihidangkan dengan elegan. Namun, meskipun suasana di meja makan tampak tenang, di antara Akk dan Ayan ada dinding yang masih belum runtuh. Akk ingin menghapus dinding itu, tapi dia tahu kalau ini bukanlah sesuatu yang bisa diatasi hanya dengan satu kali percakapan.

Sesekali, Akk merasakan dorongan kuat untuk memanggil nama Ayan, menyuruhnya untuk tidak bersikap seperti ini. Tetapi dia menahan diri. Ayan terlihat jelas masih terluka, dan Akk tahu dia harus bersabar jika ingin memperbaiki segalanya.

"Ayan..." Akk bergumam dalam hati.

Suasana berubah ketika ponsel Ayan berbunyi. Suara getaran yang tiba-tiba menarik perhatian semua orang di meja, termasuk Akk. Ayan memohon izin dari keluarganya untuk keluar sebentar dan menjawab panggilan tersebut.

"Aku keluar sebentar, cuma sebentar aja," kata Ayan pelan, suaranya teredam oleh perasaan yang tak nyaman sejak makan malam dimulai. Akk memerhatikan Ayan saat dia keluar dari restoran, dan entah kenapa, nalurinya memaksa dia untuk ikut.

Tanpa ragu, Akk berdiri dan mengikuti Ayan dari kejauhan. Di luar restoran, udara dingin malam menyelimuti tubuh, dan Ayan terlihat berdiri di dekat sudut jalan, berbicara dengan suara pelan di telepon.

Ada seorang pria yang berjalan sempoyong ke arah Ayan. Sepertinya dia sedang menyapa ayan.

"Siapa itu? Teman ayan?" Fikir Akk di dalam hati

Namun, tiba-tiba pria yang tampaknya mabuk itu mulai Ayan mulai bertingkah agresif, menatap Ayan dengan niat yang buruk.

Dan mengheret Ayan ke lorong gelap dan Ayan kelihatan meronta ronta minta dilepaskan.

"hey maniss"

"Ayan!" panggil Akk tanpa berpikir.

Ayan menoleh dengan mata terkejut, namun sebelum dia bisa bereaksi lebih jauh, pria mabuk itu mulai mencengkamnya dengan lebih kuat, menebarkan bau alkohol yang kuat.

"Oi, mau ke mana kamu, huh?" Pria itu menggumam dengan suara berat, tangannya terangkat untuk meraih muka Ayan.

Akk tidak bisa lagi menahan amarahnya. Dia segera berlari dan tanpa berpikir panjang, memukul pria itu dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya jatuh terhuyung. "Jangan sentuh dia!" suara Akk terdengar tegas dan penuh kemarahan.

Osis Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang