Part 2 Aku datang!!

110 15 2
                                    

7 tahun berlalu semenjak kejadian di bawah pohon.

Ayan tumbuh menjadi remaja yang tetap penuh energi, selalu aktif dan ceria seperti saat dia masih kecil. Meskipun begitu, tubuhnya lebih kecil dibandingkan teman-temannya yang seumur. Tingginya tidak seberapa, tapi itulah yang membuatnya terlihat menggemaskan. Kulitnya tetap putih bersih, nyaris sempurna seperti porselen. Matanya yang sipit, sering kali memancarkan keceriaan, meskipun ukurannya kecil, selalu berkilau penuh semangat.

Bibirnya yang tebal dan merah alami memberi kesan manis setiap kali dia tersenyum atau tertawa. Ayan yang sekarang tampak semakin menawan—dengan ciri khas wajahnya yang membuatnya terlihat polos tapi tetap menarik perhatian. Meski sering digoda karena tubuhnya yang mungil, Ayan selalu bisa menghadapinya dengan sikap santai dan candaan khasnya, seolah-olah tak pernah terganggu.

Tujuh tahun di Amerika ternyata tidak banyak mengubah Ayan. Meskipun sudah menghabiskan waktu yang lama di negara asing, dia masih seperti Ayan yang dulu.

Selama di Amerika, Ayan mungkin belajar banyak hal baru, tapi esensinya tetap sama. Dia masih anak yang suka bercanda, penuh rasa ingin tahu, dan selalu berusaha menarik perhatian orang-orang di sekitarnya dengan caranya yang menggemaskan. Bahkan setelah bertahun-tahun jauh dari Thailand, sifat ceria dan manjanya tetap hidup—tidak hilang sedikit pun.

———————

Ayan,

seorang remaja berusia 16 tahun, sedang duduk di teras rumahnya dengan gitar di pangkuan, jemarinya pelan memetik senar tanpa tujuan jelas. Ia tenggelam dalam pikirannya sendiri, menikmati sore yang tenang.

Tiba-tiba, Daddy Ayan keluar dari rumah, tersenyum kecil saat mendekati putranya. "Ayan, Daddy ada sesuatu yang penting mau dibicarakan."

Ayan menoleh, matanya terangkat dari gitarnya dan menatap Daddy dengan penasaran. "Apa itu, Daddy?"

Daddy duduk di sebelahnya, tampak seperti sedang mempersiapkan berita besar. "Tugas Daddy di sini, di Amerika, sudah selesai."

Ayan menatap Daddy tanpa bicara, tak mengerti ke mana arah pembicaraan ini. "Dan setelah diskusi panjang dengan Mommy," Daddy melanjutkan, "Kami memutuskan bahwa kita akan pindah balik ke Thailand."

Ayan terdiam sejenak, mendengarkan dengan seksama. "Ke Thailand?" ulangnya, seperti untuk memastikan dia mendengar dengan benar.

Daddy mengangguk, senyum semakin lebar. "Iya, dalam waktu sebulan kita akan pulang ke Thailand. Daddy akan lanjutkan bisnis di sana."

Ayan langsung merasa dadanya berdebar. "Serius, Daddy? Kita benar-benar akan pindah balik?" tanyanya dengan mata berbinar, separuh tidak percaya.

"Serius, Ayan," kata Daddy sambil mengusap punggung Ayan lembut. "Waktunya sudah tiba."

Ayan menundukkan kepala sejenak, mencoba memproses kabar ini. Semua berubah begitu cepat, tapi tidak ada kebingungan atau kesedihan.

"Mommy pasti senang," kata Ayan akhirnya, suaranya pelan namun mengandung kelegaan.

Daddy tersenyum, mengangguk, "Iya, Mommy sudah sangat menantikan ini. Dan aku yakin kamu juga akan suka dengan perubahan ini."

Ayan tersenyum kecil, memandang Daddy, meski belum sepenuhnya tahu apa yang menunggunya di sana, perasaan bahwa sebuah petualangan baru akan segera dimulai membuatnya diam-diam bersemangat.

———————-

Ayan berdiri di kamarnya yang sudah setengah berantakan dengan koper terbuka di atas tempat tidur. Tangan kecilnya sibuk melipat pakaian, menyusun barang-barang kecilnya ke dalam koper satu per satu. Namun, pikirannya melayang, jauh dari barang-barang di hadapannya.

Dia menatap sebuah boneka gajah kecil yang dia dapatkan ketika masih kecil di Thailand. Boneka yang diberi nama "Ely". Dengan senyum samar, Ayan memegang boneka itu erat di tangannya. Rasa rindu yang selama ini ia simpan mulai menguasai hatinya.

"Aku merindukanmu, Akk," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan kepada dirinya sendiri. Nama itu membawa kembali kenangan-kenangan masa kecil yang indah. Akk, teman kecilnya, selalu ada di sisinya setiap kali dia menangis atau merasa takut. Mereka tumbuh bersama seperti bayangan yang tak terpisahkan—hingga hari perpisahan itu.

Tiba-tiba, perasaannya semakin berat, mengingat betapa lama mereka tak bertemu. Apakah Akk masih mengingatnya? Apakah mereka masih bisa seperti dulu? Segala pertanyaan itu berputar di kepalanya, menambah keinginan kuatnya untuk kembali.

Ayan menghela napas panjang, menyimpan boneka gajah itu di atas koper, seolah benda itu akan menjadi salah satu pengingat kenangan manisnya dengan Akk di masa lalu. Kegembiraannya untuk kembali ke Thailand kini bercampur dengan rasa rindu yang semakin menekan dadanya.

"Aku harap kau masih seperti dulu, Akk..."
"Aku sungguh merindukanmu."
"Tunggu aku yaaaa!"

Osis Dingin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang